Tantra

"Put your head on my shoulder, hold me in your arms, baby ...."

Pagi ini musik vintage dari Paul Anka menemani Mahari yang sedang duduk menikmati secangkir teh liang di beranda Tantra. Udara sejuk dan bisik-bisik ranting pohon di sekitaran halaman menjadi instrumen pengiring yang syahdu.

Dari gapura, terlihat dua orang gadis yang sedang berjalan masuk dan mendekat ke arah Mahari. Satu gadis berambut di kuncir belakang yang tidak lain adalah Hitta, dan satu lagi seorang gadis asing berambut sepanjang bahu. Mereka berdua menghadap pada sang pemilik rumah.

"Ini temenku yang kemarin aku ceritain, Mas. Dia lagi butuh kerjaan," ucap Hitta.

Mahari menatap gadis berambut sepanjang bahu yang Hitta rekomendasikan padanya. "Paham titik cakra?" tanya Mahari.

Gadis itu hanya diam sambil sesekali melirik ke arah Hitta. Dari gelagatnya, ia tak tahu jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan oleh pria di hadapannya tersebut.

"Intinya dia punya kepekaan kayak kita. Masalah titik cakra dan cara mainin jarum nanti aku ajarin. Gimana?" timpal Hitta.

Mahari tampak berpikir. Memang, di sini klien pria dan wanita dipisah. Saat ini klien wanita dipegang oleh Hitta seorang diri. Mungkin karena lelah, Hitta meminta amunisi tambahan untuk membantunya.

"Ya udah. Tinggal nego gaji aja. Ikut saya ke dalem yuk, kita ngobrol empat mata." Mahari beranjak dari duduknya membawa cangkir teh yang sudah kosong, lalu berjalan masuk ke dalam bangunan utama diikuti gadis itu.

Hitta juga masuk ke dalam rumah, tetapi ia tak sampai ikut dengan dua orang tersebut. Gadis itu langsung duduk di tempat resepsionis yang berada di ruang tamu.

...****************...

Berkisar lima belas menit berlalu, Mahari dan gadis itu keluar dari ruangan. Mereka berjalan menuju ruang tamu. Saat ini di ruang tamu bukan hanya ada Hitta saja. Namun, juga seorang pria botak dan seorang anak kecil berkisar usia jenjang SMP.

"Pas banget lagi pada kumpul. Kita kedatangan amunisi baru, nih" ucap Mahari. Pria itu menatap pegawai barunya. "Yok, kenalan dulu sama temen-temen baru."

Gadis itu tersenyum sambil sedikit perapikan poninya yang berantakan. "Kenalin, namaku Mayangsari. Biasa dipanggil Maya atau Sari."

"A-ayang boleh?" tanya si botak yang sedang terpana dengan wajah merah merona. Di mata Bowo waktu seakan melambat ketika Mayangsari tersenyum sambil menyampingkan poninya ke samping.

"Bo-boleh sih, tapi agak aneh aja jadinya. Kalo Mayang aja gimana?"

"Ayang aja deh enggak apa-apa," balas Bowo.

Mayang tersenyum menahan tawa. Ya, menurutnya pria botak itu cukup jenaka. "Oke deh, enggak apa-apa. Kalo kamu siapa?"

"Wibowo Mahasura, panggil aja Bowo," jawab pria botak itu memperkenalkan diri. "Salam kenal, Ayang."

"Salam kenal juga ya Bowo." Kini tatapan Mayang berpindah pada sosok bocah SMP yang sedang memainkan konsol permainan Visual Boy Advance. "Kalo yang ini siapa? Anaknya Mas Mahari, ya?"

Bocah itu masih asik bermain dan mengabaikan Mayang yang sedang bertanya padanya. Mahari pun mendekati bocah itu lalu mengambil konsol permainan di tangannya.

"Cih!" Bocah itu berdecak kesal ketika konsol permainannya direbut oleh Mahari.

"Kenalan dulu, Yas," ucap Mahari.

Kini ia menatap ke arah Mayang sambil menghela napas. "Yasa Kanigara. Yasa. Bukan anaknya bos."

Mahari terkekeh, lalu memberikan kembali mainan anak itu. Kini tatapannya berpindah ke arah Hitta. "Hit, terakhir kamu," kata Mahari.

"Aku udah kenal sama Mayang," balas Hitta.

"Itu kan di luar. Ayo, semuanya perkenalan ulang."

Hitta kini menatap Mayang datar. "Hitta Hestiani, biasa dipanggil Hitta."

"Mayangsari. Salam kenal Hitta," balas Mayang.

Mahari tersenyum. "Oke, inilah tim kita, May. Oh iya—ada satu lagi sih, tapi masih KKN. Kapan si Manta pulang, Hit?"

"Malam ini," jawab Hitta.

"Nah! Jadi kalian baru bisa ketemu besok. Awas, jangan terpesona sama parasnya si Manta ya, May," ucap Mahari diiringi kekehan kecil. "Namanya Darmanta Kusuma. Dia yang paling ganteng di sini kalo aku enggak ada."

"Tenang. Mas Hari aja belum bisa buat saya terpesona, apa lagi Manta, kan?" balas Mayang dengan sedikit bumbu guyon.

"Ya udah, sekarang prepare toko yuk," ucap Mahari. Pria itu berjalan menuju ruangannya kembali. "Bowo, Yasa, ikut sebentar sini."

Mereka membubarkan diri dari ruang tamu, kecuali Hitta dan Mayang. Sementara Mahari, Yasa, dan Bowo berjalan masuk ke ruangan pribadi Mahari.

...****************...

Bowo dan Yasa duduk di kursi menghadap ke arah Mahari yang duduk berlawanan dengan mereka berdua. Jarak mereka hanya dibatasi oleh satu buah meja kayu.

"Kita dapet lemparan job dari asosiasi pemburu." Mahari meletakkan dua lembar kertas di atas meja. "Maju atau mundur?"

Wibowo menatap salah satu kertas di atas meja, lalu mengambilnya. "Gua urus yang ini aja, Mas." Setelah mengambilnya, ia pun beranjak pergi dari ruangan Mahari.

Kini Mahari tersenyum menatap Yasa yang masih duduk manis di kursinya. "Gimana?"

Yasa menghela napas berat. "Sebetulnya bukan masalah besar, mengingat yang satu ini cuma level C, tapi ...."

"Apa?" tanya Mahari.

"Lokasinya jauh," jawab Yasa. "Seandainya bos mau nganterin sih bisa aja. Kan tau sendiri, saya cuma anak kecil."

Mahari memicing. "Sial, harusnya Bowo ambil yang ini."

Yasa lagi-lagi menghela napas. "Toh, kalau pun Bowo ambil yang ini, kayaknya saya keberatan buat ngambil kertas yang dia bawa tadi. Wibowo Mahasura itu maniak pertempuran, misi level B kayak gitu lebih cocok buat dia."

Kini giliran Mahari yang menghela napas. "Oke, sore ini kita berangkat."

Yasa kini beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah pintu, sejenak ia menoleh kembali sambil menghela napas. "Nanti kalau di lokasi takut, tunggu aja di dalem mobil ya, Bos."

Mahari mengerutkan kening. "Lu ngeremehin gua, bocah tengil?"

Yasa memasang senyum meledek. "Saya siap-siap dulu." Ia keluar dan menutup pintu ruangan, meninggalkan Mahari seorang diri di dalam.

Di ruangan itu, Mahari hanya diam sambil bersandar di kursinya. Ia mengambil ponsel, lalu mengirimkan pesan pada seseorang.

"Duh, sial. Perasaan gua enggak enak nih," gumamnya bermonolog.

...****************...

Mobil Holden Kingswood berwarna hitam itu melaju dari Yogyakarta menuju Wates. Yasa yang mengenakan kaos hitam turtleneck dibalut jaket hitam oversize tak dikancing lengkap dengan celana pendek hitam itu duduk di samping Mahari tanpa kata. Anak itu hanya diam sambil memandang langit senja dari dalam mobil. Mulutnya tak berhenti bergumam dengan suara lirih.

Sementara itu Mahari juga diam, tetapi bukan karena tak ingin berbincang, melainkan karena ia paham bahwa Yasa butuh waktu untuk menghapal kembali mantra-mantra nya.

Sejak kecil bocah itu sudah ditinggal mati kedua orang tuanya dan dititipkan pada Mahari selaku murid dari ayah Yasa.

Keluarga Kanigara sendiri merupakan keluarga yang mahir menggunakan mantra untuk berbagai hal seperti medis, memperkuat sugesti, perlindungan, pengusiran roh, bahkan menyerang lawan.

Di usianya yang masih sangat muda, Yasa sudah menghapal seluruh mantra-mantra milik keluarga Kanigara. Ia merupakan pemuda yang sangat berbakat dan potensial. Sayangnya, tak ada yang mengapresiasi kemampuannya selain Mahari. Sebab yang Yasa tahu, hanya pria itu yang selalu ada untuknya. Sejak seluruh keluarga Kanigara tewas akibat tragedi Jathilan berdarah sepuluh tahun lalu, Yasa sudah menganggap Mahari sebagai ayahnya sendiri.

"Jangan terlalu maksain diri. Kalo emang nanti enggak sanggup mundur aja, biar Mahari yang hebat ini yang nyelesain semuanya," ucap Mahari memecah keheningan.

Yasa terkekeh. "Yakin?"

Mahari meneguk ludah. Biarpun hanya misi buangan dengan predikat level C, tetapi roh jahat tetaplah roh jahat. Mereka berbahaya.

Suasana mendadak tegang ketika mentari mulai tenggelam dan mobil hitam jadul Mahari melalui sebuah jalan yang sangat sepi. Di sisi kanan dan kiri mereka hanya ada hutan sejauh mata memandang. Dengung-dengung lirih menggetarkan gendang telinga Mahari.

"Yasa." Mahari langsung menepikan mobilnya dan melaju dengan kecepatan rendah

"Ya, mereka di sini," tutur Yasa. Bocah itu ikut merinding ketika merasakan aura jahat yang kental di sekitar mereka.

Mobil antik Mahari tiba-tiba saja mati. Mengingat mobil itu memiliki mesin yang cukup tua, mogok adalah hal yang wajar. Hanya saja kali ini mesin mobil itu mati bukan karena sebuah masalah teknis melainkan disebabkan fenomena astral.

"Tunggu di sini, Bos." Yasa turun dari mobil dan menatap sekelilingnya. Ia memantrai mobil Mahari dengan mantra perlindungan.

Setelah bocah tersebut selesai memberi perlindungan pada mobil Mahari, ia masuk ke dalam hutan lewat tepi jalan untuk mencari akar masalah yang kerap mengakibatkan kecelakaan lalu lintas di jalur ini.

Banyak rumor tak sedap yang beredar jika jalur ini dikutuk dan haus darah. Sering kali muncul penampakan sehingga membuat pengendara yang sedang melintas kehilangan fokus dan akhirnya kehilangan nyawa akibat kecelakaan.

...****************...

Di tempat yang berbeda, dua orang pria sedang berbincang di meja rapat. Mereka lebih seperti seorang atasan dan bawahan dalam hal pekerjaan.

"Ada sebuah kesalahan," ucap seorang pria paruh baya. "Untuk misi level C di jalur Jogja menuju Wates itu agak rancu mengingat jumlah korban dan luas daerah yang menjadi titik tragedi sangat luas hampir mencangkup seluruh pinggiran hutan. Tolong buatkan ulang poster selembaran untuk misi tersebut."

"Dari level C menjadi level apa?" tanya pria muda yang sedang memegang selembar kertas dan pena.

"A—tidak, mungkin level S. Dalam kasus yang melibatkan banyak korban dan medan yang luas seperti ini, biasanya tempat itu merupakan kerajaan. Setiap Raja memiliki tingkat kesulitan yang tidak bisa diukur, jadi naikan level misi ini ke level S. Ada masalah besar di hutan itu."

Si pemuda memicing. "Tapi sudah ada yang mengambil misi tersebut."

"Siapa?" tanya pria paruh baya.

"Tantra."

"Mahari, dan pasukan kecilnya, ya?" ucap di pria paruh baya. "Ah, sungguh. Mereka kurang beruntung."

Terpopuler

Comments

Tiara

Tiara

gile cuyy

2023-09-01

1

Tiara

Tiara

mahari gemes amat

2023-09-01

1

Tiara

Tiara

berani juga si yasa

2023-09-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!