"Nara!"
Seseorang berseru dari belakang. Suaranya yang khas membuat gadis itu ingin menoleh. Namun, belum sempat menoleh ke belakang, anak itu sudah menghambur ke arahnya duluan.
"Yo, Nara!" sapanya.
Anak berpenampilan tomboy itu mengalungkan tangannya ke leher Kinara. Menyeretnya ke dalam pelukan seperti orang yang sudah lama tak bertemu. Kinara hanya bisa pasrah meski sebenarnya risih.
"Di depan umum, Jo. Orang salah kira lo belok," cebiknya.
Joue, teman Kinara sejak sekolah dasar. Gadis tomboy itu cemberut, "Bukannya disambut malah dikatain!" dumelnya.
Ia menguluk-uluk pipi kawannya, "Dasar monyet!" ledeknya.
Kinara memutar malas matanya sebagai jawaban. Ia sedikit menggeser karena tak nyaman berjalan seperti itu. Joue yang peka segera melepas tangannya dari leher Kinara.
"Astaga! Lo kemarin pulang kagak bilang-bilang! Tahu begitu, gue juga pulang duluan," katanya.
Kinara tersenyum kikuk. Ia tak tahu harus berkata apa. Kejadian kemarin memang tiba-tiba. Ia yakin Joue tak akan percaya, malah memarahi Raffan.
Joue mendelik tak terima, bibirnya memanyun. "Ya sudahlah, namanya juga buru-buru. Bagaimana? Ayah ibumu sehat-sehat, kan? Kayaknya udah lama gue kagak main ke sana," ujarnya.
Kinara menghela napas. Tersenyum kecut karena sudah membohongi sahabat baiknya ini. Ia mengangguk mengatakan orang tuanya dalam keadaan baik.
"Eh! Si Kinara, sama pawangnya!" celetuk seseorang saat keduanya memasuki ruang kelas.
"Heh! Lo—"
Joue hendak membalas, tetapi ditahan oleh Kinara. "Biarin," bisiknya membuat Joue geram.
"Ck!"
Anak tadi berlalu bersama temannya. Nampak salah satu temannya membicarakan Kinara. Mereka selalu bergunjing tentang gadis itu. Tak kenal tempat dan waktu, latar belakang Kinara seolah topik yang menarik bagi mereka.
"Ih, sebel deh! Kenapa lo nahan gue buat ngelawan, sih?!" tanya Joue dengan kesal, ia juga menjambak rambutnya sendiri.
Kinara tersenyum singkat lalu menggeleng, "Selagi nggak kelewatan masih nggak masalah. Males ribut juga gue," jawabnya enteng.
Alasan sebenarnya adalah karena ia takut. Dirinya bukan orang seberani Joue, sahabatnya. Ia juga sadar diri, omongan mereka ada benarnya.
"Memangnya Kinara itu siapa?" batinnya.
Hal yang lebih ia takutkan adalah orang tuanya. Ayah dan ibunya akan ikut terseret dalam hal ini. Seorang Kinara bertekad untuk tidak membuat ayah ibunya kecewa.
Joue menepuk pundak Kinara, "Kenapa?"
"Gue takut orang tua gue keseret, makanya gue nggak ngelawan," gumamnya yang masih dapat didengar oleh Joue.
"Alasannya selalu sama, ya?" Joue berusaha mengerti. Ia bukan tipe yang suka memaksakan kehendak orang.
Keduanya duduk satu meja. Kinara masih pundung sebab hal tadi. Joue jadi ikutan bimbang.
"Ra, sebagai gantinya lo harus nurutin gue."
Kinara menatapnya penasaran. Ia mendapati temannya tersenyum.
"Seharian ini, lo sama gue. Jangan ke perpustakaan!" ucapnya.
Ia langsung mengulurkan telunjuknya di depan Kinara. "Gue nggak menerima penolakan," katanya seolah tahu apa yang ingin Kinara lakukan.
"Ya sudah, nanti gue bilang ke Arika kalau gue nggak bisa ke sana—"
Mata Joue melebar, "Lo kerja sama Arika?! Arika yang itu?!"
Kinara mengangguk ragu. "Kenapa?"
Joue meraup wajahnya gusar, "Gila, tahan juga lo sama dia. Itu orang suka menghilang di saat-saat yang genting," katanya.
Kinara tersenyum sekilas. Ia paham bagian itu. Kejadiannya baru saja terjadi kemarin. Ia sudah tidak terkejut lagi kalau Joue mengatakan hal yang sama.
"Kok lo bisa tahu, sih, Jo?"
Joue mengangguk, "Gue pernah satu pasukan sama dia waktu kemah awal dulu. Pokoknya ada kejadian pas kita diomelin pembina gara-gara ada satu barang yang hilang. Terus itu tanggung jawab dia, eh malah kagak ada di tempat. Bilangnya ke toilet!" ujarnya bersungut-sungut.
Kinara terkikik mendengarnya. Joue yang bercerita dengan kesal semakin dongkol. Ia masih belum berdamai dengan peristiwa itu.
"Pokoknya dilarang ke perpustakaan! Mumpung gue kosong, please!" pintanya, memohon dengan nada sedikit mengancam.
Kinara hanya mengangguk pasrah sebagai jawaban. Ia tak mau ribut pagi-pagi. Apalagi dengan Joue, tak akan ada akhirnya. Gadis tomboy itu akan terus membujuknya sampai setuju.
"Oke!"
...\= \= \=...
"Lapar, enaknya makan apa, Ra?" Joue mengelus perutnya seraya mengeluh.
Kinara menghela napas, "Gue makan bakso aja, atau nggak soto," katanya.
Joue langsung menggandeng sahabatnya menuju kantin. Ia memilih stan yang belum ramai agar cepat dilayani. Satu mangkuk mi ayam untuknya sudah ia pesan.
Keduanya mulai makan di meja yang masih kosong. Kinara baru saja kembali dengan soto satu porsi. Terlihat menggoda bagi orang yang tengah kelaparan.
"Mantap, enak tuh makan."
Seseorang mengucap tiba-tiba dari suatu arah. Ia berkacak pinggang dan mengibaskan rambutnya yang panjang. Senyum mengejek terpatri di bibirnya.
Perempuan itu mendekati meja Kinara. "Hai, cantik," panggilannya pada orang yang ia tuju.
Joue yang makannya masih setengah jalan di mulut terpaksa harus berhenti. Ia memutar bola matanya malas. Mendengar suara barusan, ia sudah tahu siapa yang datang.
Rani, salah seorang anak pejabat sekolah. Orang tuanya menyumbang cukup banyak tahun ini. Hal itu salah satu yang menjadikan sikapnya sombong di depan Kinara.
"Baru juga gue nyuap udah ada aja lalat mampir," sindir Joue.
Kinara yang mulai tak nyaman itu bergeser sedikit. Ia takut terjadi kembali perundungan di kantin. Ada banyak orang di sini, dan itu memalukan.
Rani masih berada di samping meja Kinara. Ia mengambil es teh milik gadis itu. Masih utuh karena baru dibeli, tetapi langsung kandas ketika berada di tangan Rani.
"Kurang dingin, nih, nggak enak!" katanya.
Kinara tak menghentikan aktivitas makannya. Ia tetap bersabar meski sebenarnya sudah lelah. Rasanya seperti sayur tanpa garam kalau Rani tak mengganggu Kinara seharian.
Gadis berambut panjang itu menyibak lagi. Ia menyentuh pundak Kinara. Mendekatkan wajahnya sembari mencengkeram perlahan.
"Siapa suruh nyuekin gue?" bisiknya.
BRAK!
Joue menggebrak meja. Perempuan itu sudah tidak tahan melihat sahabatnya dirundung. Rani mendongak karena terkejut. Hanya ada sedikit orang yang berani demikian padanya.
Salah satunya, Joue Mahika. Kelas 11 IPA 1 yang tentunya sekelas dengan Kinara. Sahabat Kinara sejak sekolah dasar sampai saat ini.
Rani yang terima itu langsung memicing. "Gue nggak kasih lo izin buat menggebrak meja," katanya.
"Pergi lo, sekarang! Gue muak setiap hari setiap makan ketemu sama orang macam lo!" sergah Joue.
Kinara menepuk-nepuk lengan Joue. "Hentikan, energi lo habis sia-sia, Jo," ujarnya.
Rani menyeringai, ia menjambak rambut Kinara. Membuat pemiliknya mendesis perih. Gadis yang dirundung itu memegangi rambutnya. Ia berusaha melepas tangan Rani dari sana.
Semua pandangan tertuju pada satu meja. Keributan di kantin itu layaknya tontonan yang tak boleh dilewatkan. Setiap hari, bahkan setiap saat di sekolah tak kurang dari kesibukan Rani merundung orang.
Salah satunya Kinara. Padahal gadis itu sama sekali tak menaruh dendam pada Rani. Alasan egois dan menang kekuasaan yang membuat Rani berani merundung orang.
"Lo nggak tahu salah lo, hah?! Gue bilang minuman lo kurang dingin! Kagak enak, dasar bocah!" teriaknya tepat di depan Kinara.
Matanya terpejam menahan serangan tatapan mata. Joue yang berada di sampingnya sudah menggeram. Ia mengeratkan kepalan tangan.
"Rani, lepas tangan lo dari rambut teman gue!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments