"Huh... lagi-lagi semua tentang uang," gumamnya sembari menghela napas frustasi.
"Lo butuh uang?" celetuk seseorang di depannya.
Kinara terperanjat karena terkejut. Ia juga tak sengaja menabrak orang tersebut dan memekik dalam diam. Pikirannya tentang uang sekolah membuatnya hampir bertindak ceroboh.
Lelaki itu tersenyum miring melihatnya. Ia menutup buku yang ia pegang, tetapi masih pada posisinya. Tak berpindah dan tetap bersandar pada rak buku.
Kinara mengerjapkan matanya, raut wajah yang polos berubah menjadi masam. Ia menghembus kesal. Sudah gundah tambah gelisah.
Bertemu seorang Raffan membuatnya sawan.
"Hah, anak ini lagi," batinnya mendumel.
Kinara tak menghiraukan orang itu dan tetap melakukan keperluannya. Ia mengembalikan dua buku di rak yang tepat berada di belakang punggung lelaki itu. Tanpa babibu ia melengos dan memasukan buku ke sana.
Tagihan uang sekolah membuatnya pusing tujuh keliling. Gaji dari kerja paruh waktunya tak cukup untuk membayar. Beasiswa dari pemerintah juga belum cair bulan ini.
"Hah...!" helanya kasar.
Rupanya lelaki itu cukup terganggu. Ia mengerutkan dahinya menatap Kinara. Ia gatal sendiri melihat bagaimana Kinara melakukan pekerjaannya.
"Bisa santai nggak naruhnya?!" gertaknya.
Kinara tak peduli, suasana hatinya sedang buruk. Tak ingin ambil masalah, Raffan bergeser ke rak di depan. Ia mencoba mengabaikan Kinara di dekatnya.
Tinggal tiga buku tapi letaknya di atas. Mau tak mau ia harus menggunakan tangga untuk membantu meletakkannya. Ia meletakkan bukunya asal di rak terdekat.
Gadis itu mencari tangga dan membawanya. Tindakan frustasi Kinara mengundang rasa penasaran Raffan yang masih berdiri di sana. Ia melirik sekali untuk melihat apa yang dilakukan oleh gadis bertubuh kecil itu.
Kinara mulai memanjat dan menyusun buku sesuai urutan semula. Pengembalian diiringi dengan ******* menyesal. Mengapa ia mengambil buku yang letaknya di atas seperti ini?
Suasana hati yang buruk mengontrol dirinya menjadi seceroboh ini. Ia duduk sebentar di atas sana. Malas turun tetapi ingat Joue yang sedang menunggunya di luar.
Tangannya berpegangan untuk menjaga keseimbangan. Sepertinya hari ini sedang sial. Baru saja menapakkan kaki di anak tangga kedua, keseimbangannya hilang begitu saja.
Alhasil kakinya tak menapaki tangga dengan benar. Ia terpeleset. Tangannya juga terlepas dari pegangannya. Ia memekik kecil hampir tak terdengar.
"Heh! Lo mau ngapain!?"
Raffan yang masih ada di sekitarnya reflek memegangi tangga. Ia juga mencekal baju belakang Kinara untuk menahannya. Kinara dapat bertahan dengan berpegangan pada dudukan tangga.
Ia tak berani menoleh ke belakang. Masih bergemetar tangan sampai kakinya. Jantungnya turut berdebar cepat.
"Heh!" Raffan menegurnya sembari menggoncang pelan tubuhnya berulang kali.
Kinara menjawabnya lirih, "Ka-kaki gue lemas..." bisiknya. Raffan tak mendengarnya karena terlalu pelan.
"Hah? Ngomong apaan?" tanyanya memastikan. Ia merasakan tangga mulai bergoyang.
Bruk!
Mereka berdua terjatuh ke lantai dengan posisi miring. Kinara memunggungi Raffan, dan lelaki itu reflek memeluknya. Hanya mereka yang terjatuh.
Tangga bantu itu tetap berdiri sehingga tak menimbulkan suara gaduh. Suasana tetap hening lalu kemudian menjadi canggung. Tak ada yang menghampiri keduanya.
Kinara mengubah posisinya menjadi duduk. Tangan kanan memegang pundak kiri, tangan yang kiri memegangi kakinya yang lemas. Raffan masih di sana. Ia memandangi gadis di depannya yang sedang tertunduk.
Ia mengernyit, "Dia gak lagi nangis 'kan?" tanyanya dalam batin.
"Ouh!" Kinara memekik, bahunya terasa pegal karena terbentur lantai.
Raffan mendengarnya, ia duduk menepi hampir bersender pada rak buku di belakang. Kinara mendongak dan menatapnya. Raffan sedikit terkejut karena cara menatap Kinara yang tidak biasa.
"Mau ngapain nih bocah? Konslet nih?" batinnya.
Mata gadis itu membelalak, mulutnya terbuka sedikit. "Lo nggak apa-apa, kan?!" tanya Kinara pada Raffan. Raut wajahnya terlihat sangat khawatir.
Raffan mengernyit bingung, ia mengamati tindakan gadis di depannya. Kinara memegangi kedua tangan Raffan dan mengecek sana-sini.
Ia menarik tangannya, "Lepas. Risih tahu, lagian lo ngapain pake acara jatuh segala?" tanyanya ketus.
Kinara merasa bersalah.
Ia menunduk, "Gue minta maaf, gue nggak sengaja. Beneran!" ucapnya tulus.
"Hm." jawabnya.
Raffan kembali bersikap dingin seolah tak ada apa-apa. Begitu juga Kinara, gadis itu juga tak ambil pusing. Ia segera merapikan buku yang bereserakan di lantai.
"Uhukk!!"
Bruk!
"Raffan?!"
Kinara menoleh ke arah Raffan yang limbung. Lelaki itu mencoba bersandar pada rak buku di sampingnya. Ia menutup mulutnya dengan tangan.
Darah segar mengalir keluar. Kinara membelalak melihatnya. Ia mengabaikan buku-buku itu belum tertata di rak.
"Hei, lo kenapa?" tanyanya panik.
Raffan tak dapat meresponnya. Bagian dada menjalar rasa sakit. Ia menahannya sekuat tenaga sampai lemas seluruh tubuh. Ia mulai limbung ke belakang.
Kinara segera mengambil tisu yang ia lihat di meja respsionis perpustakaan tadi. Menggunakannya untuk mengelap darah di tangan Raffan. Lelaki itu terlihat pucat setelah mengeluarkan darah dari batuknya.
"Lo nggak bawa obat?"
"Minggir...!" sergah Raffan.
Lelaki itu masih berusaha mengusir Kinara. Ia mengibaskan tangannya. Berulang kali nenepis Kinara yang mengusapkan tisu padanya.
"Gue nggak butuh kasihan dari lo!" katanya dengan marah.
Gadis itu tak mengindahkan ucapan Raffan. Ia fokus membersihkan darah dengan tisu. Sesaat ia menyingkirkan pikiran tentang Raffan yang selalu ketus setiap kali bertemu dengannya.
"Uhukk!!"
Raffan memegangi dada sebelah kirinya. Ia tak dapat mengimbangi berat tubuhnya dan langsung ambruk ke badan Kinara di dekatnya.
Gadis itu memang bingung tapi dengan sigap menangkap lelaki di hadapannya. Mereka kembali terduduk di lantai. Kinara menunggu reaksi lanjutan.
"Lepas!" kata Raffan dengan dingin.
Namun, Kinara tidak mendengar karena suara terlalu kecil. Ia mendekatkan telinga berusaha memastikan.
Tanpa aba-aba, Raffan menghempaskan tangan Kinara. Gadis itu terkejut dan sedikit ketakutan. Matanya membelalak menatap Raffan. Mereka saling beradu pandang.
Kinara dengan tatapan ketakutan, sedangkan Raffano dengan mata memicing tak suka. Lelaki itu menutupi setengah mukanya dengan tangan kiri.
"Apa natap-natap!?" sentak Raffan, suaranya yang dingin dan tajam membuat Kinara terperanjat.
Dengan cepat Kinara berlari menuju meja. Ia mencari tisu atau kain apapun untuk lap. Ia kembali ke hadapan Raffan yang sepertinya semakin lemas.
Tanpa rasa jijik, gadis itu membersihkan darah di tangan Raffano. Pandangannya mulai mengabur. Darahnya memang sedikit yang keluar, tetapi berhasil membuatnya lemas.
"Eh! Bangun! Eh, jangan mati di sini gue takut!" teriak Kinara guna mencegah lelaki itu pingsan di tempat.
"Gue nggak mati goblok!" Masih sempat mengomel di tengah dirinya mengontrol keseimbangan.
"Ngomong doang, lemes 'kan lo!" batinnya.
Walau begitu, Kinara tetap berusaha membopong Raffan di punggungnya. Berat memang karena tubuhnya lebih kecil dari Raffan.
"Lo mau ngapain sih?" tanya Raffan, nada bicaranya memelan karena kehabisan tenaga.
"Udah diem! Orang sakit nurut sama orang sehat!"
Giliran Kinara yang mengomel. Nampaknya lelaki itu menurut, ia tak mengeluarkan suaranya lagi. Kinara berjalan dengan hati-hati. Ia masih menyempatkan untuk menutup perpustakaan walau tak menguncinya.
Sekolah sudah sangat sepi. Tak ada orang di sana. Mungkin ada satpam tetapi tidak di sekitar situ. Jarak dari perpustakaan dengan gerbang luar sangat jauh.
Baru beberapa langkah ia sudah ngos-ngosan. Namun, beruntungnya bisa mencapai tujuan tanpa ambruk. Keberuntungan ada di pihak mereka berdua. Kinara berhasil memberhentikan sebuah taksi.
"Pak, ke rumah sakit terdekat yang ada UGD-nya," kata Kinara.
Supir mengangguk kemudian melajukan kendaraannya. Gadis itu tetap santai dan tidak panik. Tidak dengan Raffan yang berusaha memberontak.
"Jangan ke sana—"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments