ORANG ASING

[KinaraDita: Jo, lo pulang duluan. Gue udah pulang karena buru-buru ngerjain sesuatu.]

Ia menutup ponselnya setelah mengirim pesan. Ia harap, Joue, temannya tidak curiga. Tangannya mengepal erat mengusir gugup.

"Kamu yang bawa dia ke sini?" Seorang dokter bertanya pada Kinara.

Gadis itu mengangguk. Dokter mempersilahkannya masuk ke ruangan. Kinara melihat seseorang terbaring di ranjang pasien. Tirai tipis itu membatasi keduanya, jadi ia tak bisa sepenuhnya melihat siapa di sana.

"Dia ada gangguan pada jantungnya. Saya menemukan beberapa jenis obat di saku seragam saat memeriksanya."

Kinara ternganga mendengar penjelasan dokter. Gangguan pada jantung katanya. Ia tak menyangka, anak muda bisa terkena penyakit seperti itu.

Dokter jadi ragu menjelaskan lebih lanjut setelah melihat ekspresi Kinara. "Bagaimana kalau kau telpon ibumu?"

Kinara mengernyit mendengar saran dokter. Kenapa ia harus menelpon ibunya? Apa ia akan dikenai biaya? Ah benar, dia tak membawa banyak uang ke sini. Tak berpikir panjang langsung membawa anak itu ke rumah sakit.

"Jangan."

Suara dari balik tirai mengejutkan mereka. Kinara mengurung niat menelpon orangtuanya. Dokter segera mengecek pasiennya.

Kinara masih duduk di kursi dan melihat Raffano siuman. Lelaki itu sudah bangun dan duduk menyender di tempatnya. Bahkan, mata elangnya sudah menatap tajam Kinara.

"Keadaanmu belum stabil. Untungnya, saudaramu berhasil membawamu ke sini secepat mungkin—"

"Sa-saya bukan saudara dia, dokter," kata Kinara menyela kalimatnya.

Dokter sedikit terkejut. Kalau bukan saudara berarti pacar? Sepertinya Raffano tahu apa yang ada di pikiran dokter tersebut.

Ia menghela napasnya, "Bukan saudara maupun pacar saya. Dia orang asing yang kebetulan melihat saya kambuh," ucapnya dengan tegas.

Kinara ikut terkejut mendengarnya. Ia menatap ngeri ke Raffano. Bisa-bisanya berkata seperti itu padahal dirinya lagi sakit.

"Orang sakit ngelantur mungkin ya? Pengaruh obat. Cukup jantung aja gausah gangguan jiwa." batinnya.

"Baik. Walau begitu, kalian berdua harus tetap di sini sampai salah satu orangtua datang. Saya tidak bisa membiarkan anda berdua pergi begitu saja karena ini masalah serius," ucap dokter.

Kinara hanya mengangguk ragu. Jadi, sampai berapa lama dia akan menunggui lelaki menyebalkan ini? Ia juga harus pulang karena hari menjelang malam.

"Kamu duduk di sini. Tekan tombol ini kalau terjadi sesuatu." Dokter menyuruhnya duduk di samping ranjang. Kinara hanya menurut padahal dalam hati ia enggan.

Dokter sedang sibuk di ruangan sebelah. Dua orang sedang dalam suasana canggung. Keduanya saling beradu pandang.

Kinara duluan yang memutuskan pandangan mereka. Ia bersender di kursinya sembari menghela napas. Baru berucap lega dalam hati, netranya menangkap tatapan tajam dari Raffan.

Kinara memutar matanya malas, "Santai aja kali, gue nggak ada niatan mau bunuh lu," sarkasnya.

Raffan mendesah kesal, ia membuang muka. Mereka berdiam diri dengan lamunan masing-masing. Kinara melirik ponselnya, tak ada apapun di sana.

Klak! Brak!

Tak ada angin tak ada badai, seseorang membuka pintu sedikit dibanting. Dokter hanya bisa mengelus dada karena sepertinya sudah terbiasa dengan hal tersebut. Ia segera berjalan menuju orang di sana.

Pintu terbuka, menampakkan dua orang yang mana si perempuan terlihat begitu khawatir. Sepertinya mereka sepasang suami istri. Sang istri menahan matanya yang mulai berkaca-kaca. Sedangkan suaminya memasang muka garang.

"Fan, kamu nggak apa-apa? Tidak ada yang terluka?" tanya wanita paruh baya, ia berulang kali menanyai hal yang sama. Raffano sampai merasa engap akibatnya.

"Biasa aja kenapa sih? Heran," katanya. Dia melirik Kinara yang sedang mundur karena terdesak wanita tersebut.

Kinara tersenyum lega melihat kejadian di hadapannya. Ia yakin mereka berdua merupakan orangtua Raffan. Dia memastikan semuanya baik-baik saja sebelum pergi.

Tangannya mulai mengemasi tas dan memggendongnya di punggung. Belum beranjak seorang lelaki menyegatnya dengan tatapan menakutkan.

"Selamat sore, pak—"

"Kamu siapa!? Mengapa ada bersama anak saya!?" tanyanya menginterupsi sapaan Kinara.

Gadis itu terdiam karena terkejut akan suara bapak itu yang terkesan menakutkan. Dokter sampai menoleh ke arah mereka. Wanita paruh baya dan Raffan menghentikan kegiatan mereka.

Sama-sama melihat apa yang hendak dilakukan oleh pria tua ini. Suasana menjadi hening dan canggung. Namun, bagi Kinara ini mencekam.

"Kenapa diam saja!? Apa yang telah kamu lakukan di sekolah!? Kamu melukai anak saya!?" bentaknya, Kinara masih terdiam karena terlanjur panik.

"Kamu tahu dia ada kelainan lalu kamu membully dia!?" lanjutnya.

Kali ini Kinara angkat bicara. Ia menggeleng tak setuju, "Bukan, pak. Saya bahkan tidak tahu dia ada kelainan—"

"Gelagatmu mencurigakan, nak." Bapak itu terus menginterupsinya.

Kinara berusaha tenang karena memaklumi kekhawatiran bapak paruh baya itu. Orangtua mana yang tidak panik kalau terjadi sesuatu pada anaknya. Terlebih, Raffan bersama 'orang asing' di sini.

"Kamu berniat membunuh anak saya?"

"Pa!" Kali ini suara Raffan menengahi. Ia sendiri tidak tahu mengapa meneriaki ayahnya.

"Kenapa!? Kamu sudah nyerah terus mengiyakan begitu saja?" tanyanya.

Istrinya memeluk dirinya berusaha menenangkan. Dia melirik Kinara, gadis itu terlihat ketakutan. Ia takut kalau wanita ini sama galaknya dengan ayahnya Raffan.

Ibu itu memegang tangan Kinara. "Oh, kamu temannya Raffan? Maaf ya sayang, papanya Raffan cuma khawatir," katanya dengan lembut.

Ia juga mengusap buku-buku jarinya dengan lembut. Kinara mengangguk. Ia menghela lega saat tahu wanita ini bersikap lembut.

"Ma! Kok, dibelain anak itu? Bisa jadi anak nggak bener itu!"

"Pa, udah!" Raffan menghentikan pria itu lagi. Ia berusaha menjaga emosinya untuk tetap stabil.

"Pak, bu, masalah ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Ini rumah sakit, anda harus menjaga ucapan anda terlebih anak anda dalam keadaan tidak baik. Mohon kerjasamanya pak, bu. Saya permisi dulu," saran dokter pemeriksa kemudian pergi keluar ruangan.

Suasana menjadi senyap seketika.

Pria paruh baya itu mendesah tak suka. Ia memilih berdiri di ambang tirai. Matanya masih tajam guna mengawasi gerak-gerik Kinara.

Sedangkan Raffan memegangi dada kirinya yang sedikit nyeri. Ibunya masih berbincang dengan Kinara di sofa yang ada di ruangan. Ia mengajaknya agak menjauh dari ayahnya Raffan.

"Makasih ya, nak. Kadang kalau kambuh dia nggak mau ngomong. Disimpan sendiri, jadi saya khawatir," katanya sembari bercerita sedikit.

Kinara mengangguk, "Sa-saya nggak ada maksud untuk mengetahui hal itu, bu," ucapnya lirih, ia merasa bersalah akan kejadian di perpustakaan.

Ayah Raffano siap siaga mendengar perkataan barusan. Ia memasang wajah gaharnya lagi. Tangannya hendak menunjuk ke arah gadis itu.

Namun, niatnya ia urungkan melihat tatapan tajam Raffano, putra tunggalnya. Ia mendengus kesal.

"Kalau begitu, saya pamit ya, bu. Takutnya orang rumah panik saya gak pulang tepat waktu."

Kinara beranjak dari kursinya. Wanita itu juga berdiri berniat mengantarkannya sampai luar.

Kinara menyempatkan melirik Raffano. Walaupun anak itu menyebalkan, ia harus tetap menjaga tata krama. Bukan mencari muka tapi memang itu yang diajarkan oleh kedua orangtuanya.

Ia masih punya harga diri dan etika yang baik. Ia membungkuk sopan kepada orang-orang di sana. Namun, melihat reaksi Raffan yang mendengus ogah-ogahan, ia tersenyum kecut.

"Mau kabur?" Lagi-lagi dituduh seperti ini oleh ayah Raffan.

"Pa... dia yang nolongin anak kita lho!" bisik istrinya. Mau tak mau ia menurut saja. Membiarkan Kinara pulang dari sana.

"Saya pamit pulang, permisi," pamitnya untuk terakhir kali.

Kali ini ia benar-benar bisa pulang. Ia menutup pintu pelan-pelan sebelum meninggalkan mereka.

"Huh... akhirnya bebas juga," batinnya menghela lega.

Hari menjelang malam. Ia baru ingat sepedanya masih ada di sekolah. Tangannya mengusap peluh di dahinya. Ia merogoh uang saku serta dompetnya.

"Cukup nggak ya buat pulang? Ngawur juga sih tindakan gue barusan," gumamnya mendumel.

Terpopuler

Comments

Helmi Sintya Junaedi

Helmi Sintya Junaedi

lanjut thorrr,,, aku suka karyamu....

2023-09-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!