Aundy - Nikah?

Aku tahu, menyesali nasib tidak akan mengubah keadaan. Anggap saja aku yang bodoh, scenario yang kuanggap perfect dan bakalan laris jika dijual dalam bentuk novel, justru menjerumuskan diriku pada titik ini.

  Dua hari yang lalu—aku seperti mendapat shock terapi saat mas rentenir kekinian itu menjawab pertanyaan ayah perihal pernikahan. Sialnya, mas Hugo menjawab 'yes, i do! Tahu kan maksudnya, dia bersedia menikahiku.

Sialan orang itu, nggak bisa diajak bekerja sama. Padahal, kan, sebelumnya dia mengatakan tidak menyukai hubungan casual. Tapi kenapa justru mengikatku dengan ikatan pernikahan? Capek, ah mikirin alasan di balik kata dia bersedia. Setiap keputusan ada risikonya, mungkin ini karmaku yang sudah main-main dengannya. Tapi apa pernikahan tanpa cinta akan baik-baik saja?

"Buka mulutnya dulu, Mbak! Aku tambahin lip mate biar keliatan berisi bibirnya!"

Aku langsung menganga, merespon ucapan Mbak MUA yang kutahu namanya Hanna. Ya, wajahku tengah dirias. Hari ini aku jadi mempelai perempuan.

  Terjawab sudah pertanyaan yang tempo hari menyapa telingaku, perihal kapan nikah? Jodohnya anak mana? Mereka seperti mendapat kejutan saat melihat janur kuning melengkung menghiasi gerbang rumah.

  "Yu, MBA (Marriage By Accident) ya? Buru-buru banget, perasaan tempo hari nggak gini, deh!" Jemima, sosok pengantin baru itu bertanya ngasal padaku. Membuat kepalaku seolah ingin meledak karena menahan emosi sejak bangun tidur.

  "Masih segel nih! Mau lihat? Aku buka celana kalau emang mau!" Aku paham dia akan menjawab tidak. Aku hanya berusaha meyakinkan orang-orang kalau seeeks sebelum nikah itu tidak ada dalam hidupku.

  Dia terbahak. Lalu kurasakan usapan lembut di punggungku yang terbuka. "Calonnya orang mana sih, Yu? Kata bude orang Jakarta ya? Emang ketemuan di mana? Kenal udah berapa lama? Pak Dhe Sabda kelihatan seneng banget kamu nikah."

  Jemima ini kaya reporter utusan bunda—baru setelah ini pasti dia akan membuat laporan detail dan diserahkan sama bunda. Kali ini aku tidak akan menjawab, jujur aku sendiri tidak mengenal baik sosok Hugo Kresnajaya. Pemahamanku, dia hanyalah pria tua yang kerja di salah satu bank konvensional yang tugasnya adalah penagih hutang. Dia sama sekali belum menikah alias perjaka. Ting-ting nya nggak tahu, insyaallah besok aku tanya detail.

  "Tanya aja sendiri sono!" Aku mendelik, kesal. Dia yang paham moodku sedang tidak baik, hanya menggerutu, yang entah apa aku tidak mampu mendengar dengan jelas.

  Padahal hanya uang 51 juta sekian, kalau aku jujur ke ayah, pasti dia akan memberikannya. Tapi balik lagi, aku harus bahagia setelah ini. Aku harus mengubah masalah menjadi hikmah besar di baliknya. Semangat Ody kamu BISA!

  "Ody! Keluarlah Mas Hugo sudah tiba."

  Suara bunda berhenti, sama dengan irama jantungku yang berhenti beberapa detik. Lalu tiba-tiba napasku ngos-ngosan, antara nervous dan takut.

   Senyum lebarku menyambut Bunda yang berjalan mendekatiku. Terlihat sangat anggun wanita 44 tahun ini. Dengan lembut tangannya menuntunku keluar, membawaku bertemu dengan calon imam. Aku tahu kenapa ayah sangat mencintai Bunda—bahkan sampai detik ini bucin nya nggak habis-habis. Aku kadang ngiri, meski anaknya sudah besar mereka masih sering menunjukkan rasa cintanya. Ayah adalah panutanku dalam mencari jodoh, tapi sekarang—bahkan aku sama sekali tidak mengenali calonku.

"Bunda, gimana rasanya dicintai sama Ayah?" tanyaku, demi mengurangi intonasi debaran jantung.

"Itu sangat menyenangkan. Mas Hugo juga keliatan sayang banget sama kamu."

Aku meringis. Seandainya benar seperti itu—aku akan bahagia sekali, aku siap menebar benih cinta dalam hatiku yang gersang ini. Sialnya, aku justru takut kalau ini hanya trik dia untuk menyakitiku.

Sekarang aku sudah dihantarkan ke meja ijab, duduk tegap di samping pria yang kini mengenakan baju pengantin warna putih, senada dengan kebaya yang saat ini aku kenakan. Dan anehnya, debaran jantung kian kuat saat matanya melihat ke arahku, bibirnya mengeluarkan senyuman tipis yang menurutku itu sangat mengerikan.

  "Gimana Mas Hugo sudah siap ya?"

  Penghulu yang diundang ayah mulai bertanya pada Mas Hugo tanda Ijab Qobul akan segera dilaksanakan.

  "Insyaallah saya siap, Pak!" Jawaban yang meyakinkan dari mas Hugo.

Pagi ini, ayah akan menjadi wali nikahku dengan mas Hugo. Sedangkan dari mas Hugo ada om yang bersedia menjadi walinya.

  Sudah kubilang aku tidak paham dengan silsilah keluarga Mas Hugo? Harusnya kan bapak kandung, tapi saat ayah bertanya padanya, bapaknya memang tidak ada. Tidak adanya memang pergi atau meninggal aku tidak paham. Karena saat itu ayah tidak lagi bertanya perihal keluarganya, seolah takut membuka luka.

  Aku menundukan kepala, ketika mas Hugo salah mengucapkan kalimat qobul. Masalahnya fatal, dia menyebut nama Audrey bukan namaku. Jadi pihak penghulu tidak mengesahkan kalimat qobul pertama.

  Penghulu meminta mas Hugo untuk tenang, dan aku bisa melihat seberapa gugupnya dia hari ini. Bahkan keringat sebesar biji jeruk mulai muncul di pelipis, membasahi ujung peci yang kini dikenakan. Sebenarnya aku ingin dia menyerah, dengan catatan tetap menjaga rahasiaku. Tapi sepertinya aku salah.

  "Gimana, sudah lebih tenang, Mas Hugo?"

  Pak penghulu bertanya lagi. Aku bisa melihat ekspresi ayah yang mulai curiga dengan ketidakberesan pernikahan ini. Tapi alih-alih dia mencegah, ayah justru melanjutkan pernikahan ini. Hingga kalimat ijab qobul kedua menyapa telingaku.

  "Saya terima nikah dan kawinnya Aundy Saesya Baghaskara binti Sabda Baghaskara dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."

  Kudengar para saksi menjawab dengan teriakan lantang saat penghulu menanyakan keabsahan pernikahan kami.

  Sekarang, aku, Aundy Saesya Baghaskara bukan gadis single lagi. Aku sudah mendapat lebel sold out yang artinya sah menjadi istri dari Mas Hugo Kresnajaya. Pria yang baru kutemui dua hari yang lalu.

  Setelah acara ijab qobul selesai, ayah meminta tamunya untuk menikmati hidangan. Beliau sengaja mengadakan pesta kecil-kecilan yang dihadiri keluarga dan tetangga. Tapi ini hanya permulaan, dia berjanji, entah kapan nanti, hendak mengadakan pesta meriah untuk putri satu-satunya di keluarga Baghaskara, siapa lagi kalau bukan AKU.

  Aku beri applaus paling keras melihat akting Mas Hugo. Dia seolah bahagia atas pernikahan ini. Selain itu, dia juga begitu mudah bergaul dengan keluarga besarku. Bahkan, si Nakula yang biasanya nggak mau digendong orang asing, mendadak nempel kaya perangko dengannya.

  "Aundy ... Ih untung aku pas pulang. Jadi bisa menyaksikan kamu nikah."

  Aku meringis menerima uluran tangan sosok pria yang sebaya denganku.

"Mas nya ganteng loh. Mudah -mudahan bisa samawa ya!"

  Dia adalah Radja, barisan mantan yang pernah memberiku pembelajaran tentang makna cinta dan luka. Jangan tanya mantan aku berapa, kalau nggak salah hitung ada lima yang kuakui, dan empat di antaranya backstreet dari ayah. Yang terakhir nggak aku akui sebagai pacar, karena Dirga benar-benar menghancurkan hidupku sampai akar-akarnya.

  "Aamiin ... Semoga kamu juga segera dapat yang terbaik ya!" Balasku, seraya melirik ke arah mas Hugo. Entah kenapa aku jadi insecure, kami kontras banget. Dia yang keren abis, meski sudah usia lanjut, tapi dapatnya aku cewek standar seperti ini.

Terpopuler

Comments

dini0532

dini0532

Ini Hugo sm bunda Salma cuma beda 6th dong ya? wkwkwk

2023-09-03

1

Eka Bundanedinar

Eka Bundanedinar

nikah dadakan dg calon dadakan
msih misteri knpa mas hugo lngsung nikahin ody
mana salah nyebut nama lg

2023-08-24

2

sri dartuti

sri dartuti

nda apa Ody... langsung sold out tanpa tawar menawar 😄😄😄

2023-08-24

3

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!