Gara-Gara PINJOL

Gara-Gara PINJOL

Aundy - Telat Nikah

    "Cita-cita kak Ody yang belum terwujud di usia saat ini ... itu me-ni-kah! Dulu aja ngebet kawin. Biar kalau anaknya kuliah dia masih tetap keliatan cantik!" Brandon membuka gosip hangat malam ini, dengan intonasi penuh penekanan.

  "Bener tuh, tumben yang ini jomblo nya awet, biasanya tiga bulan juga udah dapat pacar lagi!" ayah ikut menimpali. Sedangkan pria yang duduk di hadapan ayah, saat ini sedang terbahak, seolah menghina diriku yang dulu suka gonta-ganti pacar.

  "Padahal, ingat kan, Mas! dulu mbak Salma usia 25 tahun udah nganterin Ody sekolah!"

   "Udah nikah dua kali malah!" tambah ayah semakin menjadi.

  Obrolan tiga pria yang saat ini duduk di teras rumah membuat gendang telingaku seakan ingin meledakan larva panas. Dipikir-pikir pantas juga mereka mendapat piala atau piagam penghargaan dari lambe dower.

Emang salah ya, kalau aku belum nikah di usia 25 tahun, sampai-sampai menjadi topik obrolan begini? Bukankah lebih baik telat nikah dari pada asal kawin? Lagian, aku juga masih nyaman kali— dengan hidupku sekarang. Lebih tepatnya aku tengah menikmati posisi singleku! Sebelum nanti diributkan dengan acara membersihkan ompol, pup bayi, atau bahkan ribetnya membuat MPASI. Belum lagi tubuhku yang tidak ada seratus enam puluh centi meter ini digelondoti lemak atauuu ... lebih parahnya adu mulut dengan mertua. Seperti bunda dulu 😭.

Eth, jangan salah, aku tidak masalah ya jika menghadapi semua itu! Aku sudah siap mental, aku sudah siap batin! Bagaimanapun itulah nikmatnya jadi wanita—mumpung bunda masih ada kan, ada yang bantu momong. Tapi untuk masalah mertua, aku akan nuntut pisah rumah saja deh! Setahun sekali ketemu gitu kan, enak! Berasa diharapkan.

Sebenarnya, ada hal lain yang membuatku masih betah sendiri setelah putus dari kekasih terakhirku. Mendekatlah, siapkan camilan, tak perlu tisyu, kalian bakal tahu gimana kisahku!

  "Nanti aku jodohin aja kalau dia belum mengenalkan calonnya juga!"

Ancaman ayah membuatku melangkah menuju teras rumah, sambil membawa nampan berisikan kopi dan teh yang masih mengepulkan uap.

  "Ayah!" Aku melotot tajam ke arah pria yang sibuk menghisap rokok. Itu adalah ayahku yang masih gagah perkasa meski usiaku sudah 25 tahun. "Aku aduin bunda, loh!"

  Tentu saja ancamanku membuat mereka bungkam. Bunda adalah penguasa di rumah ini, siapapun yang berani mengusik hidup putrinya. Tidak ada ampunan, dia akan maju paling depan. Sekalipun ayah yang melakukannya.

  "Dia masih menyu-sui adikmu!" ayah tampak melirik ke dalam rumah.

  "Pokoknya kalau ayah masih berniat jodohin Ody, malam ini juga aku balik ke Malang. Masa bodoh dengan pernikahan anak om Panji!" Setelah meletakan teh poci ke atas meja, aku segera meninggalkan teras.

Gertakan yang baru saja meluncur dari bibirku, sepertinya benar-benar membuat mereka mengalihkan obrolan. Terdengar kini dunia per-otomotifan yang tengah mereka bahas.

  Sebenarnya, baru tadi pagi aku tiba di kota Semarang. Jujur aku tidak ingin pulang, meninggalkan tumpukan pekerjaan di kota Malang. Tapi demi apa ini adalah permintaan bunda! Siapa sih yang berani membantah kalau ada embel-embel 'bunda yang minta! enggak takut kualat kamu, yu ?(singkatan sebutan Jawa untuk kakak perempuan) Mumpung bunda masih hidup! Bahagiain dia, kek!' begitulah rayuan si jangkung Brandon. Supaya prince di rumahnya ini balek kampung.

  Sudah dua tahun ini aku bekerja di kota Malang. Beberapa bulan yang lalu, aku sempat ingin mendirikan usaha sendiri. Usaha kecil-kecilan sih, yang nantinya akan aku besarkan bersama Dirga. Sialnya setelah pinjaman online ku senilai 50 juta cair. Aku harus menelan kenyataan pahit, karena Dirga membawa kabur uang itu.

 Lima puluh juta plus tabungan pribadi raib seketika. Silakan saja tertawa, mengumpatiku dengan kata 'kapok' semoga kalian menerima hadiah setelah ini ya!

  Pria bernama Dirga Setyawan Itu minggat entah kemana. Bahkan ribuan kali aku menelpon, mengirim pesan, tidak ada satu pun yang direspon. Mungkin, dari dia aku dipaksa belajar ilmu keikhlasan, meski merelakan uang puluhan juta tak semudah kata. Tapi efeknya luar biasa, aku jadi lebih selektif lagi dalam mengenal pria. Jangan tampang aja yang dilihat! Dirga memang tampan, sih! Mirip aktor Korea yang depannya ada namanya Lee itu. Tapi ya itu, ternyata dia penipu.

  Dan imbas buruknya, adalah kehidupanku sekarang. Tidak ada yang tahu aku terlilit pinjaman online senilai 50 juta. Yang bunganya akan semakin bertambah setiap bulan. Aku sendiri tidak ingin mengatakan pada ayah. Meski pun dia sanggup melunasinya. Tapi efeknya itu loh, pasti aku akan langsung disuruh balek ke Semarang. Nggak boleh hidup mandiri lagi!

  "Ayah kamu ngobrol sama siapa, sih, Dy?"

  Suara bunda membuyarkan lamunanku. Bibirku tersenyum cerah, berupaya melenyapkan bayangan wajah Mas Dirga dari pikiranku. "Om Panji." Kutepuk ruang kosong di sampingku memberi isyarat ke bunda supaya duduk. "Adik udah bobo, Bun?"

  "Iya," jawabnya lembut.

  Jangan heran ya? Ucapan ayahku tadi memang benar. Aku masih memiliki adik bayi yang usianya masih satu tahun, kalau tidak salah. Jaraknya denganku memang sangat jauh sekitar 23 tahunan. Anggap saja ini insiden fatal. Dulu, bunda kira dia sudah menopause saat dua periode tidak datang bulan. Akan tetapi bulan berikutnya, ketika beliau konsultasi ke dokter: dokter justru mengatakan jika dia hamil.

  Untung anaknya ganteng, kalau cantik bakalan extra ayah Sabda menjaga diusianya yang sekarang ini. Namanya rezeki nggak boleh ditolak, kan? Apalagi dihilangkan, dosa!

  "Pacarmu yang dulu nelepon bunda itu, nggak lagi hubungan sama kamu ya?"

  "Jangan bahas dia, Bun!" Pintaku, yang tidak ingin mengingat setiap momen buruk bersama Dirga. Itu hanya akan membuatku teringat dengan pinjaman online yang notifikasinya selalu mengusik hari-hari indahku.

  Bunda justru tertawa, seolah menganggap remeh ucapanku.

 "Putus cinta soal biasa. Nanti juga ada lagi gantinya! Tapi, Dy?! Usiamu udah dua lima loh!"

  "Bunda mau bilang, kan? Kalau itu si Luluk anaknya udah dua!" selaku, Luluk adalah anak tetangga yang rumahnya mepet dengan rumah uti Deva.

  Emang, siapa yang nggak pengin segera menemukan jodoh? Tapi apa boleh buat kejadian beberapa bulan yang lalu membuat aku trauma menjalin hubungan dengan pria. Bukan berarti aku lesbi ya ... aku masih malas saja mengenal pribadi baru. Intinya, sekarang aku jomblo, gajian full untuk diri sendiri, makan enak sendiri, itu sangat-sangat happy menurutku. Apalagi tak ada budget buat jatah kaos atau kos pacar. Itu Alhamdulillah banget, menurutku.

  Denting pesan masuk mengalihkan perhatianku. Aku buru-buru berdiri saat melihat nama kontak itu dari salah satu aplikasi pinjaman online.

  JANGAN BON 👤

  Pinjaman lunas, hati pun nyaman!

Yuk, segera selesaikan tagihan pinjaman-mu sebesar Rp 51.073.819 yang sudah jatuh tempo pada 05-08!

  Lagi-lagi pesan ini. Aku segera menghapusnya, khawatir bunda dan ayah akan menemukan pesan keramat ini.

  Aku menguap, pura-pura ngantuk. Lebih baik aku segera masuk kamar dari pada menanggapi pertanyaan bunda yang terlihat masih ingin membahas persoalan Nikah.

  Sebelum masuk kamar, kulihat si bungsu nyaman di atas ranjang. Kuculik bayi menggemaskan itu, kubawa Nakula masuk ke dalam kamarku. Rasanya, meski seharian sudah pegal menggendong aku belum puas mengobati rinduku pada Nakula. "Doain Mbakmu ini cepat kaya yo, Cah Bagus! Biar bisa segera melunasi hutang." kupeluk Nakula, kutimang-timang saat tubuhnya menggeliat. Lalu kami berbaring bersisian, terlelap dalam alam mimpi yang indah sampai akhirnya suara ayam menyapa pendengaran ku.

  Pagi ini begitu cerah, awan seputih salju berarak menghiasi birunya cakrawala. Keindahannya berbanding terbalik dengan perasaan hatiku yang carut marut. Saat aneka pertanyaan dari: kapan nyusul? sampai calonnya anak mana? Target nikah usia berapa dan bla ... bla ... Kira -kira lebih dari 10x pertanyaan itu menyapa, menanyakan perihal statusku. Monoton dan membosankan menurutku. Karena jawabanku tetap sama; belum muncul hilalnya! belum ada, belum ... dan belum, jodoh masih otewe.

 Sedari tadi aku sibuk menemani Jemima yang sudah hampir dekat dengan mempelai pria. Ya, pagi ini aku menjadi Bridesmaids bersama tiga gadis lain. Sebelum tadi ikut melangkah menemani Jemima aku sempat menitipkan ponselku ke bunda. Dan sialnya aku lupa mematikan dering ponselku. Hingga saat kudengar ada panggilan masuk. Sosok bunda yang kini mengenakan kebaya warna coklat susu langsung menghampiriku, tepat setelah mempelai sudah duduk di kursi pelaminan.

  "Nomor kantor, berulangkali menelponmu! pasti ini dari perusahaan Malang!"

  Aku meringis, mendengar bunda mengatakan itu. Lalu melangkah, menjauh meninggalkan keramaian, berusaha mengangkat panggilan yang kutahu, panggilan ini dari aplikasi pinjaman online, yang pusatnya ada di kota Jakarta. Ya, baiklah Aundy mari kita hadapi petaka pagi ini. Aku berusaha menguatkan diri, kalau bukan aku sendiri siapa lagi?

  "Hallo selamat pagi, apa benar dengan ibu Aundy Saesya Bagaskara?"

"Ya, itu saya." aku menjawab lemah saat suara pria di seberang menyapa.

"Perkenalkan, saya Hugo Kresnajaya. Di sini saya ingin menginformasikan, jika pinjaman Anda sudah jatuh tempo ya, Bu. Dan selama lima bulan Anda sama sekali belum membayar angsuran."

  "Mas. Saya tahu. Tapi, Mas masalahnya gajian saya tu tanggal dua lima. Jadi mohon mengerti ya! Saya janji akan melunasinya."

  "Bulan lalu ibu juga bilang seperti itu! Tapi hasilnya, ibu sama sekali tidak membayar tagihan!"

Aku diam. Itu benar.

"Lalu kapan kepastiannya, Ibu? Tujuan saya hanya menanyakan kepastian."

  Lebih baik aku matikan saja panggilan ini, dari pada kepalaku semakin sakit.

  Sialnya nomor shelter Jakarta kembali hadir menghiasi layar. Membuatku cemas kalau-kalau ayah maupun bunda akan tahu. Atau parahnya lagi Brandon akan menguping dan mengadu pada mereka. Aku semakin menjauh dari lokasi demi lebih leluasa berbicara dengan rentenir kekinian itu.

  "Mas, kencan aja yuk! Kita ketemuan, ketemu di mana gitu? Siapa tahu kan kita jodoh?" sengaja, aku menyapa lebih dahulu sebelum dia nerocos menagih hutang.

  "Mohon bayar tagihan Anda ya, Bu! Atau saya akan menghubungi nomor ponsel yang ada di daftar buku telepon ibu!"

  "Heh! Mas Mas rentenir. Aku bakalan bayar kok! Tapi sabar! SABAR!" Aku ingin menangis kalau sudah begini, kaya diperas penjahat gitu rasanya! Tak ingin mendengar suaranya lagi aku pun mematikan ponselku. Biar aja di blacklist dari BI, selamanya aku nggak akan terlibat hutang, setelah ini.

  Namun, saat aku kembali ke tempat acara, sepertinya ucapan pria itu tidak main-main. Terbukti, kudengar dering panggilan dari ponsel bunda.

Mati aku!

Terpopuler

Comments

jumirah slavina

jumirah slavina

wow..
anak yg d'ajak ngobrol umur 25.. istri'y msh menyusui Adik'y..
k'inget yg kpn hari viral Abang Adik..
Abang'y umur 23 Adik'y umur 2th..
semangatttttt Thor

2024-01-21

1

Levha

Levha

👍👍👍

2024-01-04

1

Mami Raffasya

Mami Raffasya

seru kayaknya ni...aku mampir thor

2023-09-25

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!