Ternyata, bukan hanya ojek online, transfer online, belanja online, pacaran online. Penyelidikan online pun sepertinya bisa juga. Aku curiga Pria yang duduk di depan ayah ini, sudah mengenalku lewat online data yang aku kirim ketika mengajukan pinjaman. Terbukti Mas rentenir ini, mampu menjawab dengan benar dan baik, sepuluh pertanyaan dari ayah tentang aku. Dari TTL, nama adik, nama orang tua, agama, asal kota, alamat rumah semuanya benar. Bahkan, hobi dan makanan kesukaanku saja, dia bisa menjawab dengan penuh keyakinan.
Padahal kalau ditanya, nama lengkap dia aja aku nggak tahu, dan baru hapal detik ini, setelah ayah bertanya nama lengkapnya. Nama mas mas rentenir itu Hugo Kresnajaya.
"Umurnya berapa, Mas?"
Ayah melemparkan pertanyaan lagi. Kurasa ini sudah pertanyaan ke tiga belas setelah kami duduk di kursi tamu.
"Tiga puluh delapan, Pak."
Apa?! Berarti mukanya baby face banget dong. 13 tahun selisihnya sama aku. Demi apa ya Allah! Kupikir dia masih 31, 32 tahunan! kulirik ayah dia tengah manggut-manggut.
"Jadi tujuan kamu datang ke kota Semarang untuk apa?"
"Yah, kita baru break!" Selaku, memotong mas Hugo yang hendak menjawab pertanyaan ayah.
"Break apaan sih, Nduk?"
"Kita sedang ditimpa masalah, Ayah. Dan kami lagi intropeksi diri buat benerin semuanya. Intinya kalau sama-sama merasa masih butuh, kita bisa lanjut lagi gitu!" Good Ody! Karangan yang bagus, besok langsung bikin kerangka, lalu cetak novel, dijamin best seller. Pujiku pada diri sendiri lalu meringis, saat melihat tatapan bingung dari mas Hugo. Yah, meski wajahnya judes tapi kok kerasa ada manis-manisnya gitu! Apalagi tanda hitam di atas bibirnya, bikin guemesh.
Kulihat respon berbeda dari ayah, hembusan napas terasa begitu ketara, seolah menahan kecewa atau apalah hanya dia dan Tuhan yang tahu ketika aku menyampaikan berita palsu ini.
"Jadi menurutmu, Mas Hugo. Hubungan ini mau dilanjut atau sampai di sini saja? Masa iya, datang jauh-jauh nggak memiliki tujuan pasti?"
Aku berharap mas Hugo akan memilik putus. Lalu pergi jauh dari rumah dan nggak akan muncul lagi di depan ayah. Tapi dia kok bungkam, seolah ikut saja sama alur cerita, dan menunggu endingnya.
"Karena sudah sampai sini. Bagaimana kalau kalian menikah saja."
"AYAH!"
"PAK!"
Suaraku seirama dengan panggilan mas Hugo untuk ayah. Dia terlihat sangat keberatan dengan pilihan ayah, sama halnya denganku.
"Ayah itu sebenarnya nggak suka kamu pacaran, Nduk! Takut kamu hamil, takut bibirmu dicicipi banyak pria, takut ada lelaki *****-***** kamu dan nyari keuntungan dari tubuhmu. Sebenarnya ayah nggak suka, jadi sebaiknya kalian menikah saja. Toh usia mas Hugo juga sudah matang. Matang banget malahan."
Apaan ini, kenapa aku malah kena imbasnya begini?! Balikin lagi ke scenario awal bisa nggak, cerita yang ujungnya aku dan mas Hugo nggak bakalan nikah gitu. Aku paham mas Hugo ganteng. Jelas dan pasti digandrungi kaum Hawa. Tapi aku nggak mau ngalahin prinsipku dong, harusnya untuk calon suami lebih selektif lagi kan, kenapa jadinya justru asal comot begini sih?!
"Pak, kedatangan saya bukan untuk itu!"
"Mas! Kita butuh bicara sebentar," selaku. Aku nggak mau ayah tahu aku punya hutang. Dan diminta balik ke Semarang. Hilang kebebasanku, nggak bisa nge cat rambut, nggak bisa pakai lipstik semerah cabe. Jam 9 wajib di kamar. Aku nggak mau itu!
"Ya kalian perlu bicarakan ini, baik-baik. Dan untuk kamu, Nduk!" aku menunggu ayah berbicara. "Ayah bukan mau mengancam, tapi ayah maunya, kalau kamu nggak mau menikah sekarang. Lebih baik kamu ke Semarang aja. Handle penjualan online yang mulai rame!"
Kan?! Astaga ayah! baru juga aku batin.
Aku menarik lembut tangan mas mas idaman wanita itu. Aku butuh privasi agar bisa berbicara dengan Mas Hugo, tapi tidak mungkin membawanya masuk ke kamar. Haram hukumnya bagiku. Jadi— lebih baik di dalam mobil dia, yang ternyata kedap suara.
"Mau lo apa sih?!"
Kasar, dingin dan menghunus jantungku. Pantas aku dapatkan karena membawa si mas mas ini ke dalam masalah yang rumit.
"Bisa pelan nggak, ayahku masih ngeliatin kita."
Kulihat dia menghembuskan napas kasar seraya menjatuhkan punggungnya di sandaran kursi. Aku semakin merasa bersalah, tapi gimana dong aku nggak mau ayah tahu.
Di teras rumah kulihat ayah terus memantau kami yang berada di dalam mobil. Seakan takut aku diapa-apain sama Mas Hugo.
"Aku datang mau nagih hutang bukan menikah dengan mu! Sampai di sini paham, IBU AUNDY?"
Aku hanya bisa menunduk, memangku sepasang tanganku ke atas paha. Meski panggilannya sudah berubah tapi tetap saja nadanya membentak. Serem tak secakep wajahnya.
"Maaf."
"Kehidupan ku udah sempurna. Dan aku nggak mau apapun darimu!"
"Iya, aku paham, Mas! Aku juga bingung kenapa jadi begini?" Mataku berkaca-kaca, bukan akting, tapi ini beneran, aku menyesal dengan scenario yang sudah kubuat sendiri.
"Dalam hidup seorang Hugo nggak pernah menginginkan hubungan casual! Jangankan dengan wanita yang belum satu jam dikenalnya. Dengan wanita yang sudah lama mengenalnya saja pun ogah!"
Jadi hubungan casual itu, hubungan tanpa komitmen, jalan bareng aja udah, meski saling suka. Atau parahnya mau en a-ena tapi hanya untuk benefit saja. Semoga dia bukan di tipe terakhir yang aku bayangkan.
"Terus gimana solusinya? Aku juga belum siap menikah. Aku masih kesel sama mahkluk yang bernama laki-laki. My life is complicated because of men!"
"Jadi orang jangan bego-bego banget kenapa sih?! Seenggaknya kalau kamu mau rugi jangan ngajak-ngajak orang lain!"
Ya, aku paham dia pandai bersilat lidah. Tapi sama cewek mbok ya jangan sekasar ini kenapa sih? Aku baper tahu? Bikin melow aja, ternyata sifatnya tak sebaik rupanya.
Aku membenturkan keningku di dashboard mobilnya. Itu adalah cara jitu supaya aku menemukan jalan keluar, bukan untuk meminta belas kasih dari Mas Hugo.
Cukup lama kami terdiam di dalam mobil, hening dengan keringat yang sudah mengucur, karena mesin tidak dinyalakan.
"Okay, aku sudah memutuskan!"
Aku menoleh ke arah Mas Hugo, siap menantikan jawabannya.
"Aku tahu yang rugi besar adalah aku. Entah benar atau salah semoga ini bisa membuatmu jera karena sudah merangkai cerita palsu."
"Jadi? Kita kasih alasan apa?"
"Kamu turun dulu, biar aku yang menjelaskan kepada ayahmu!"
Semakin berdebar-debar jantungku. Penasaran dengan keputusannya.
"Apapun keputusanmu, aku minta jangan mengungkit hutangku di rumah ini! Aku janji saat nanti bonus akhir tahun cair, aku akan melumasinya."
Matanya membola menatapku tajam.
"Eh mak—maksudku melunasinya." aku meralat saat paham kesalahanku.
"Itu hakku! Makanya kalau nggak mau dikejar aku, ya jangan ngutang!"
Lemes mendengar ucapannya, ini gara-gara Dirga! Awas saja kalau sampai kulihat batang idungnya. Aku keluar dari mobil Mas Hugo, bersiap menghadapi apapun yang akan terjadi di depan nanti. Berharap ada kemudahan yang berakhir dengan bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Mami Raffasya
mas hugo kematangan kata si ayah...lonyot donk yah
2023-09-26
2
🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜
iyaa kalau kelamaan takut terlalu matang
2023-09-03
0
🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜
wahhh usia yang matang yaaa ☺
2023-09-03
0