Mobil mulai merangkak pelan, semakin menjauhi area taman kota. Maya masih terdiam, menunggu Nyonya itu bicara. Walaupun sebenarnya ia sudah tak sabar dan ingin segera bertanya.
“Minumlah, Nduk…!!” ucap Nyonya itu sambil mengulurkan sebotol air mineral. Maya memandangi botol itu lama sebelum menerimanya. Tapi ia masih belum ingin meminumnya. Entah kenapa otaknya justru melanglang buana mengingat sesuatu yang sangat buruk, tentang film penculikan dan wanita yang dijual untuk dijadikan pekerja seks komersial, dan juga yang diambil organ tubuhnya. Hingga tanpa sadar ia bergidik ngeri.
“Kenapa…? Kau takut aku memberimu obat bius…??” Si Nyonya malah bertanya sambil tertawa terbahak-bahak. “Sini biar aku yang minum kalau kau takut…!!” ucapnya sambil menyambar botol yang ada di tangan Maya. “Lihat…?? Kau masih takut juga…??” tanyanya lagi setelah menenggak hampir separo isi botol itu, masih sambil tertawa terbahak-bahak, seakan itu adalah hal yang sangat lucu baginya. Dan itu membuat wajah Maya memanas karena malu. Entah sudah semerah apa pipinya saat ini, dan dengan malu-malu akhirnya ia minum juga air itu. Terasa plong di dadanya. Ternyata menangis juga menghabiskan tenaga.
“Baru kali ini ada gadis yang sangat menghiburku…” ucapnya lagi-lagi tergelak, kali ini bahkan sambil mengusap air yang keluar dari sudut matanya.
“Maafkan saya, Nyonya…” ucap Maya menunduk malu. Ia benar-benar tak tahu diri. Beliau sudah dengan senang hati menghiburnya, dan juga memberinya tumpangan pulang, ia justru mencurigainya. Ah… entah mau ia taruh ke mana mukanya yang merasa sangat buruk ini. Eh… tapi, “Beliau benar-benar akan mengantarku pulang, kan…??” batinnya sambil menengok keluar mobil. Jangan-jangan ini salah jalan. Ah… tapi lagi-lagi ia malu. Ini memang jalur menuju tempat kosnya, walaupun masih sangat jauh.
“Jadi, Nyonya… siapa sebenarnya Anda…? Bagaimana Nyonya bisa mengenal saya, sedangkan saya sama sekali tidak tahu siapa Nyonya…??” tanya Maya pada akhirnya, karena tak lagi tahan dengan rasa penasaran.
“Nama saya Farida. Panggil saja Ibu, jangan Nyonya. Seperti Nyonya besar saja…!!” jawab Farida diakhiri senyum. Maya masih mencoba mengingat-ingat siapakah Farida itu, tapi nihil, ia tetap saja tak mengingat siapa beliau, dan Farida malah tergelak lagi seakan senang dengan kebingungan Maya.
“Toko pakaian SUMBER REJEKI tempat di mana kau bekerja sekarang adalah cabang dari toko pakaian milik anakku,” terang Farida kemudian yang membuat Maya sangat terkejut. Demi apa… wanita yang sekarang ada di depannya?? Yang tadi memegang bahunya?? Yang tadi mengusap halus punggungnya, yang tadi melihatnya menangis kejer?? Yang tadi menghiburnya?? Dan yang dengan jahatnya justru ia curigai akan memberinya minuman bius?? Padahal Farida juga memberinya tumpangan untuk pulang??… Dia… dia ternyata adalah ibu dari bos tempatnya bekerja?? Maya menutup mulutnya yang menganga tak percaya. Sungguh ia malu bukan kepalang.
“Jadi, Nyonya…? Nyonya adalah Ibu dari Pak Anwar…??” Maya mencoba meyakinkan lagi. Barangkali pendengarannya yang salah.
“Bukan…?” jawab Farida sambil menggeleng. Maya cengo, bingung. Bagaimana sih, katanya toko tempatnya bekerja milik anaknya, tapi Farida bukan ibunya Pak Anwar, bagaimana maksudnya coba…??
“Anwar itu kan yang mengelola toko, kalau yang punya toko itu namanya Rendy, nah, yang namanya Rendy itu baru anak saya… tapi sekarang ini Anwar sudah jadi anak saya juga.” Farida menjelaskan panjang lebar. Dan sayangnya penjelasannya yang panjang lebar itu justru kurang nyantol di otak Maya yang merasa agak kurang cerdas. Bagaimana ceritanya, Anwar tadi nya bukan anaknya tapi sekarang jadi anaknya juga… ah… pusing, Maya tak bisa menerjemahkan maksudnya.
“Maksud Nyonya…??”
“Ibu…!! Panggil Ibu saja, jangan Nyonya, saya berasa terlalu tua kalau dipanggil Nyonya!” potong Farida mengingatkan Maya tentang panggilannya.
“Eh… iya… Ibu…” ralat Maya. “Jadi maksud Ibu, yang punya toko itu bukan Pak Anwar…??” tanya Maya memastikan lagi.
“Anwar itu salah satu orang kepercayaan Rendy. Karena Anwar itu yang menemani Rendy sejak kecil, jadi lebih seperti sahabat bahkan saudara,” jawab Farida. “Sudah sampai… kau bisa turun sekarang. Ingat, jangan menangis lagi…!!” ucapnya mengagetkan Maya. Maya spontan melihat keluar jendela, dan ternyata benar, mereka sudah sampai di gang yang berada di depan kompleks kos yang ia tempati.
“Bagaimana Nyonya bisa tahu kalau saya tinggal di kompleks ini…??” tanya Maya bingung, yang lagi-lagi malah membuat Farida tergelak. Apa yang lucu coba, ia kan cuma tanya dari mana Farida tahu…?? Apanya yang lucu, Maya bergumam cemberut, karena selalu jadi bahan tawanya.
“Kalau aku tahu kau adalah anak buah alias karyawan anakku, apanya yang aneh kalau aku tahu di mana tempat tinggalmu…??” jawab Farida diplomatis, dan tentu saja itu masuk akal. Apa yang tidak mungkin bagi orang kaya. Kalau Pak Anwar saja tampak jelas dia orang kaya adalah bawahan dari anaknya, pasti anaknya itu lebih kaya lagi. Dan Farida adalah ibunya, berarti Farida lebih kaya lagi. Pertanyaannya adalah sekaya apa mereka semua, sebab jika menilik dari cara Farida berpakaian dan aksesoris apa saja yang melekat di tubuhnya, terlihat jelas jika bukan barang murahan. Terlihat sederhana tapi benar-benar berkelas. Apa ya, yang dipakainya tidak ada satu pun yang terjual di toko tempat Maya bekerja.
“Cepat turun, ini sudah malam, atau kau ingin menahanku di sini, hemm…??” ingatnya. “Kalau kau masih bingung, besok kita bahas jika kau masuk kerja. Itu pun kalau kau beruntung bisa bertemu denganku, ha… ha… ha…” entah apa yang membuatnya tertawa girang seperti itu. “Ingat, jangan menangis lagi, jangan sampai kau besok tidak bisa masuk kerja hanya karena menangis semalaman, terlalu berharga air mata itu jika kau buang percuma untuk laki-laki yang tak punya kesetiaan seperti dia…!!” tandasnya lagi. Maya pun mengangguk pasti, paham dengan apa yang Farida nasihatkan. Dan dalam hati ia juga memang membenarkan dan akan menuruti nasihat Farida. Untuk apa memikirkan lelaki yang tak setia, memangnya dunia ini akan berakhir kalau ada dia…
“Terima kasih, Ibu…” ucap Maya. “Terima kasih sudah menjadi tempat curhat saya, juga sudah bersedia menasehati saya, juga untuk tumpangannya…” lanjutnya. Kemudian ia beranjak turun.
“Ah… sebenarnya aku tadi sudah mau menculik dan menjualmu, tapi sayang tubuhmu terlalu kurus, tidak akan laku dijual,” guraunya setelah Maya turun, membuat Maya menganga, dan Farida malah tertawa, dan Maya yang malu setengah mati sudah berburuk sangka padanya. “Ya sudah, aku pulang dulu,” ucap Farida. Maya pun mengangguk.
“Hati-hati di jalan, Bu…” ucap Maya sambil membungkuk hormat, yang hanya dibalas senyuman.
“Jalan, Pak…!!” perintah Farida pada sopir. “Eh…” kenapa Maya baru menyadari kalau mereka tadi diantar sopir, ke mana saja otaknya jalan-jalan tadi, ia pukul-pukul kepalanya pelan. Apakah segitu frustasinya ia tadi karena melihat perselingkuhan Arman sampai otaknya jadi nge-blank…?? Ah… entahlah… ia segera bergegas masuk gang sempit menuju tempat kosnya, sepertinya ia harus segera mengguyur kepalanya dengan air dingin agar otaknya kembali normal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
niktut ugis
menarik cerita nya Thor...lanjut dulu
2024-06-04
1
Bilqies
anak angkat maksudnya
2024-05-18
1
Bilqies
tenangkan pikiranmu dan cobalah untuk positif thinking ☺️
2024-05-18
1