Maya berlari keluar dari gang di depan kos Arman, berlari terus hingga sampai di sebuah taman. Ia baru sadar telah berada jauh dari kos Arman.
Walaupun berusaha terlihat baik-baik saja, ia merasa rapuh. Rasa nyeri memenuhi dadanya. Ia jatuh tertunduk, menelungkupkan wajah di atas lutut, kedua tangan bertumpu di rerumputan. Air mata yang ditahannya sejak tadi akhirnya tumpah. Ia menangis menyesali apa yang terjadi dalam hidupnya, kebodohannya, dan ketidakpekaannya atas sikap Arman dan Regita yang sudah nampak aneh selama sebulan belakangan.
“Nduk...” Maya tersentak kaget saat merasa ada tangan menyentuh pundaknya. Ia mendongakkan kepala dan melihat seorang wanita paruh baya dengan wajah cantik sedang menunduk menghampirinya. Maya menyeka air matanya lalu berdiri. Wanita itu mundur selangkah dan tersenyum manis.
“Ada apa, Nduk? Kenapa menangis di sini? Apa ada barangmu yang hilang...?” tanya wanita itu. Maya masih terisak, tak bisa menjawab. Ia hanya mengamati wanita itu dari ujung rambut sampai ujung kaki. Siapa gerangan nyonya yang cantik ini? pikir Maya. Wanita itu tampak kaya raya.
“Nduk...” ucap wanita itu lagi sambil menyentuh tangan Maya. Maya tersadar dari lamunannya dan mundur karena merasa malu.
“Iya, Nyonya...” jawab Maya.
“Kenapa sore-sore menangis sendirian di taman? Apa yang terjadi?” Wanita itu mengulang pertanyaannya.
“Tidak ada apa-apa, Nyonya... Maaf, Nyonya, siapa...?” tanya Maya. Ia baru pertama kali bertemu wanita ini di lingkungannya, atau mungkin ia yang lupa.
“Kamu Maya kan...? Yang bekerja di toko pakaian Sumber Rejeki yang ada di Jalan Mangga Muda itu...?” Wanita itu malah bertanya lagi sambil tersenyum.
Maya kaget dan mundur lagi. Siapa Nyonya ini? Kenapa beliau mengenalku sedangkan aku tidak tahu siapa dia? pikir Maya. Wanita itu tersenyum lagi.
“Ayo, kita duduk di bangku sana...” Wanita itu menunjuk sebuah bangku taman dan menggenggam tangan Maya. Maya menurut saja.
“Cerita pada Ibu, Nduk... Apa yang terjadi padamu? Kenapa menangis di sini...?” Setelah duduk, wanita itu kembali bertanya.
“Tidak ada apa-apa, Nyonya...” jawab Maya. “Apakah Nyonya mengenal saya? Bagaimana Nyonya tahu saya bekerja di toko pakaian? Apa Nyonya adalah pelanggan di toko itu...?”
Wanita itu hanya tersenyum.
“Bagaimana kalau kita buat kesepakatan? Aku akan menjawab pertanyaanmu setelah kamu menjawab pertanyaanku. Bagaimana...?” Wanita itu tersenyum sambil bernegosiasi. “Tidak apa-apa, Nduk. Ceritakan pada Ibu apa yang terjadi padamu. Barangkali saja Ibu bisa membantumu...” Wanita itu mengelus tangan Maya. “Beban akan lebih ringan setelah dibagikan, Nduk...”
Maya menunduk. Air matanya kembali jatuh. Ia mendongakkan wajahnya, menatap wanita itu, lalu menunduk lagi. Ia menarik napas panjang.
“Kekasih saya berselingkuh, Nyonya,” jawab Maya akhirnya. “Dia mengkhianati saya, dan sakitnya lagi itu dengan teman saya, teman sekampung yang dulu saya ajak ke kota ini.” Maya mengambil jeda. “Yang menyakitkan adalah alasannya yang sangat tidak masuk akal. Hanya karena... hanya karena...” Maya menarik napas menahan sesak. Wanita itu diam mendengarkan. “Hanya karena... saya selalu menolak ketika diajak berhubungan badan.” Tangis Maya semakin deras. Wanita itu masih diam, sambil mengelus punggung Maya.
“Padahal selama ini saya sangat mencintainya. Saya menuruti apa pun permintaannya jika itu berhubungan dengan uang. Saya relakan hampir seluruh gaji saya dari toko pakaian untuk kebutuhannya. Bahkan dari gaji saya, saya hanya menyisihkan sedikit untuk keperluan sehari-hari saya dan untuk makan saja. Dan bodohnya saya, saya menurut saja waktu dia berjanji kalau gajinya yang dia dapat dari pabrik tekstil akan ditabung untuk biaya pernikahan kami kelak, dan juga untuk membeli rumah kecil yang akan kami tempati setelah menikah,” lanjut Maya sambil terus menangis. Ia menepuk-nepuk dadanya yang sesak. Ia tak lagi mampu bicara.
Setelah beberapa saat terdiam, wanita itu berucap lirih sambil mengelus punggung Maya.
“Sudah cukup, Nduk... Sekarang berhentilah menangis. Jangan buang air matamu dengan percuma untuk laki-laki seperti itu... Bukankah lebih baik bagimu kalau kau mengetahui ini sekarang daripada kau mengetahuinya setelah kalian terlanjur menikah? Harusnya kau bersyukur dia belum berhasil mengambil mahkotamu yang paling berharga...?” Wanita itu memegang dagu Maya agar menghadap padanya. Mereka bertatapan beberapa saat. Wanita itu tersenyum, senyum yang menyejukkan hati.
“Nyonya benar...” Maya mengangguk, lalu menundukkan wajah. Ia terdiam beberapa saat. “Aku tidak akan menangisinya...!”
“Kau sudah lega setelah berbagi...?” tanya wanita itu sambil tersenyum. Maya mengangguk. “Sekarang tersenyumlah! Jangan buat dia bahagia dengan melihatmu menangis!”
Wanita itu mengajak Maya berdiri. Maya memandang sekeliling yang hampir gelap. Ia tersentak saat menyadari wanita itu sudah tidak ada di sampingnya. Ada sesuatu yang hilang.
“Ah...” Maya tersentak mengingat sesuatu. “Ah, benar. Nyonya itu kan belum menjelaskan siapa dirinya...” gumam Maya. “Nyonya... Tunggu...” teriak Maya sambil mengejarnya. Wanita itu berhenti sebentar, menoleh, dan tersenyum, lalu melangkah lagi.
“Nyonya...... Tunggu......!” teriak Maya lebih keras, mengejarnya hingga berhasil menyamai langkahnya dan menangkap tangan wanita itu.
“Ada apa...?” tanya wanita itu dengan wajah tanpa dosa. Maya berhenti, memegang perutnya yang sakit karena berlari. Ia mengatur napasnya yang terengah-engah.
“Nyonya kan belum menjelaskan siapa diri Nyonya...?” tanya Maya setelah napasnya kembali teratur. Wanita itu tertawa tergelak.
“Aku pikir kamu lupa...?” jawabnya sambil tertawa. Maya merengut.
“Nyonya curang! Nyonya mau mengingkari kesepakatan kita...?” tanya Maya sambil merajuk. Wanita itu tertawa lebih lebar.
“Baiklah... Aku tidak akan berbuat curang. Aku akan menjelaskannya sambil mengantarmu pulang. Ayo...” Wanita itu berjalan mendahului Maya. Maya mengikutinya, dan masuk ke dalam mobil wanita itu.
“Naiklah... Aku akan mengantarmu pulang!” ajak wanita itu. “Tenang saja, aku tidak akan menjualmu. Tubuhmu terlalu kurus, tidak akan laku untuk dijual...!” Wanita itu tertawa ketika Maya masih termangu di samping mobil.
Maya menurut saja. Dia sudah pasrah. Toh tidak akan ada orang yang menangisinya seandainya dia benar-benar dijual
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
aphrodite
betul..bersyukur karena tau lebih awal juga bersyukur kamu masih bisa jaga diri
2024-11-22
1
〈⎳Mama Mia✍️⃞⃟𝑹𝑨
terima kasih, mampir juga di selepas talak tiga ya .
itu yang sedang di up sekarang
2024-05-16
1
Bilqies
aku mampir di karyamu Thor /Smile/
2024-05-16
1