Menikah. Impian semua anak perempuan adalah menikah dengan pangeran yang dicintainya. Mengenakan gaun pengantin berwarna putih yang indah. Menjadi ratu dan raja sehari yang dipajang di pelaminan.
Apa jadinya jika pernikahan yang dilakukan tanpa cinta? Tanpa saling mengenal sebelumnya. Tanpa tahu bagaimana sifat dan perangai calon pasangannya. Dan yang paling penting adalah bagaimana pernikahan jika dilakukan dengan terpaksa dan tanpa keikhlasan hati?
Berat. Awalnya saja sudah terpaksa melakukannya. Menjalaninya pun akan semakin berat karena tanpa adanya keikhlasan dalam menjalaninya.
Begitulah yang terjadi padaku. Aku sudah punya pacar dan 6 bulan lagi berencana menikah. Tapi hari ini aku akan melangsungkan pernikahan dengan orang lain. Calon suamiku adalah orang yang baru aku kenal kurang dari 24 jam lalu.
Rasanya aku ingin berteriak menolak pernikahan ini. Tapi aku bisa apa? Hanya dengan cara inilah Dio bisa bertanggung-jawab atas perbuatannya padaku.
Papaku akhirnya menyetujui rencana pernikahan dadakanku ini. Ia tidak mau anaknya ditinggalkan laki-laki yang telah menodainya tanpa bertanggung-jawab.
"Baiklah. Pernikahan memang jalan keluar satu-satunya untuk mengatasi masalah ini. Dengan pernikahan mereka akan bertanggung-jawab akan kesalahannya. Kapan mereka akan melangsungkan pernikahan?" Papa langsung to the point karena Ia tidak mau pihak laki-laki akhirnya mengulur waktu dan lalu kabur tanpa bertanggung-jawab. Anaknya yang akan sangat dirugikan kalau hal itu sampai terjadi.
"Hari ini juga." jawab Pak Putra dengan yakin.
Aku dan Dio sama-sama kaget dengan jawaban Pak Putra. "Hari ini?" tanya aku dan Dio bersamaan.
"Iya. Kenapa? Masalah?" tantang balik Pak Putra pada anaknya.
"Gak apa-apa kok, Pa." Dio langsung menurut.
Loh kok? Dio manut saja sama Papanya. Aku pikir Dia akan melawan seperti anak lain?
"Ayu, kita harus mengadakan pernikahan secepatnya. Semua demi kebaikan kamu juga." Pak Putra bicara padaku dengan penuh wibawa. Aku pun menurut tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Memang ini untuk kebaikanku juga.
"Iya, Om." hanya itu yang bisa kuucapkan.
"Saya anggap semua setuju. Bagaimana Pak?" Pak Putra meminta persetujuan Papa.
"Saya setuju saja. Tapi bagaimana melaksanakan pernikahan tanpa persiapan begini?"
"Bapak tidak usah khawatir. Anak kita nikah secara agama dahulu baru nanti saya yang urus buat dicatat secara hukum. Masalah prosesnya biar orang saya yang urus."
"Baiklah kalau begitu. Saya percayakan sama Pak Putra saja." jawab Papa yakin. Kulihat Mama yang sejak tadi menangis pun akhirnya bisa bernafas lega.
Pak Putra mengambil Hp-nya lalu menelepon seseorang di ujung sana. Semuanya berlangsung dengan kilat. Pernikahan kilat.
Upacara pernikahan berlangsung. Orang suruhan Pak Putra bahkan membawakanku gaun putih dan merias wajahku. Semua persiapan pernikahan pun siap dalam waktu 2 jam, bahkan cincin pernikahan pun ada. Itulah hebatnya, the power of money.
Dengan dibawah tekanan Papanya, Dio pun menikahiku dan sekarang sudah resmi menjadi suamiku. Bahkan surat untuk mengurus nikah secara hukum pun sudah diurus hanya perlu pengesahan negara saja.
Resmi sudah aku menjadi istri Agdio Permana Putra. Pernikahan kilat. Hanya kedua orang tua, adikku, asisten rumah tangga dan orang suruhan Pak Putra yang tahu tentang pernikahan kami.
Setelah menikah aku diminta membereskan barang-barangku untuk tinggal bersama Dio. Awalnya aku mau menolak. Namun jika tinggal di rumahku, nanti Dio akan tidur dimana? Kamar di rumah kecil Papa hanya ada 2 dan 1 kamar untuk asisten rumah tangga. Aku saja tidur berdua dengan Alya adikku.
Lagi-lagi aku menurut tanpa bisa melawan. Entah kekuatan sakti apa yang dimiliki Pak Putra sampai semua perintahnya selalu kami turuti.
Barang-barang keperluanku pun sudah siap. Setelah berpamitan pada kedua orang tuaku, aku pun pergi mengikuti kemanapun suamiku berada. Berat bagi kedua orang tuaku. Tapi mau bagaimana lagi. Seorang istri harus mengikuti kemanapun suami berada.
Dengan berlinang air mata Mama dan Papa melepas kepergianku. Aku pun tak kuasa menahan air mata karena harus pergi meninggalkan rumah yang sudah kutinggali sejak lahir ini.
Aku kembali naik mobil Pak Putra, namun kali ini dengan koper yang kutaruh di bagasi mobil. Kuperhatikan sejak tadi Dio hanya diam saja. Jujur, aku membencinya. Namun di satu sisi aku kasihan melihatnya tertekan seperti itu.
Tidak ada yang bersuara selama di dalam mobil. Semua sibuk dengan pikiran masing-masing. Sampai akhirnya kami sampai di apartemen Dio.
"Kalian berdua tidak usah turun. Papa sama Dio saja yang turun." Dio menatap Papanya dengan pandangan bingung. "Kamu ikut Papa bereskan barang-barang kamu diatas. Setelah kalian menikah, kamu tidak boleh lagi tinggal di apartemen Papa."
Keputusan Pak Putra membuat Dio dan aku kaget. Lalu kami akan tinggal dimana?
"Kami akan tinggal dimana Pa?" Dio yang akhirnya menyuarakan isi hatiku.
"Kalian tinggal di rumah kontrakan saja. Toh dulu waktu Papa baru menikah juga awalnya ngontrak. Belajar hidup dari tidak punya apa-apa." sepertinya ini hukuman atas perbuatan kami semalam. Masih belum selesai ternyata. Seram sekali Papa mertuaku kalau marah ternyata.
"Tapi Pa, mana cukup uang gaji aku buat hidup selama sebulan? Sendiri saja aku pas-pasan apalagi sekarang harus menanggung Ayu?" protes Dio. Aku sebal dengan perkataan Dio. Kesannya tuh aku bakalan jadi benalu saja dalam hidupnya. Hello... aku juga punya kerjaan kali. Aku masih bisa menghidupi diriku sendiri. Sombong banget jadi laki-laki.
Dio menatap padaku lewat kaca spion. Aku memelototkan mataku sebagai bentuk sebal karena perkataannya.
"Itu bukan urusan Papa. Kalian yang melewati batas sampai kalian harus menikah. Sekarang hidup setelah menikah bukan tanggung-jawab Papa lagi." kata Pak Putra dengan acuh.
"Tapi Pa-" ucapan Dio dipotong langsung oleh Papanya.
"Cepat turun!" Dio tak bisa melawan perintah Papanya lagi.
Dio mengikuti langkah Papanya ke atas. Aku hanya menunggu diam di mobil bersama Mama Dio yang sejak tadi sedang melamun.
"Yu." panggilan Mama Dio membuyarkan lamunanku.
"Iya Tante."
"Panggil Mama ya mulai sekarang."
"Iya Tan, eh Ma." jawabku gugup.
"Kamu sekarang sudah menjadi istri Dio. Tolong kamu urus dan jaga Dia seperti Mama yang menjaganya sejak kecil. Dio itu aslinya anak yang baik. Karena sikap Papanya yang keras membuat Dio jadi sering membangkang. Papanya juga keras dalam mendidik karena tak mau Dio menjadi anak laki-laki yang lemah."
Mama lalu menggenggam tanganku. "Jagalah rumah tanggamu. Suatu saat cinta akan hadir diantara kalian. Jadilah istri yang baik, yang selalu mendukung suami. Yang mensupport suami. Yang menjadi tempat berlabuh diantara kejamnya dunia. Mama yakin kalian akan bisa menghadapi semua ini."
Nasehat Mama amat bijaksana. Akan aku ingat selalu nasehat yang diberikan. Setidaknya diantara kesialan yang menimpaku hari ini aku mendapat Mama mertua yang baik dan sabar serta mendukungku.
"Iya Ma. Nasehat Mama akan Ayu ingat dan lakukan. Makasih ya Ma sudah menguatkanku dalam menghadapi cobaan ini." Mama mengangguk dan tersenyum padaku.
Pak Putra dan Gio sudah kembali dengan dua buah koper di tangannya. Terlihat wajah Dio ditekuk kesal. Sepertinya Pak Putra habis mengomelinya di atas.
Gio lalu memasukkan kopernya di bagasi, bersamaan dengan koper yang kubawa tadi. "Baiklah, mulai sekarang kalian akan tinggal di rumah kontrakan kecil. Untuk uang kontrakkan selama 1 tahun ke depan sudah Papa bayarkan. Selanjutnya untuk biaya tempat tinggal dan sehari-hari kalian pikirkan sendiri. Papa akan mengantar kalian kesana."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Dewa Rana
sadis bener bapaknya
2024-06-30
0
buk e irul
sadis uyy
2023-12-10
0
Yunia Afida
ternyata papa dio berjuang dari nol
2023-10-26
1