Dio membuka kunci pintu apartemen sambil satu tangannya menopang tubuh Ayu agar tidak jatuh. Setelah pintu terbuka Ia membawa Ayu masuk lalu mengunci pintu kembali.
Di jatuhkannya tubuh Ayu di atas tempat tidur. Ia juga berbaring di samping Ayu. Capek juga ternyata. Bruk. Tangan Ayu kembali memeluk dan mengelus dadanya.
Dio mencoba menguatkan imannya. Ia menaruh balik tangan Ayu namun saat Ia menghadap Ayu dilihatlah dress merah maroon Ayu yang tersingkap. Kulit Ayu yang putih mulus membuat jiwa lelakinya bangkit.
Dio ingin berbalik badan namun Ayu kembali memeluknya. Dio menatap wanita cantik di sampingnya. Cantik.
Mata Dio mulai gagal fokus saat melihat belahan dada Ayu yang terlihat. Mulus. Tangan Dio perlahan menyentuh dada Ayu. Dio masih sadar, tidak begitu mabuk. Ia sadar akan perbuatannya.
Dio menyentuh bibir ranum Ayu yang memerah. Diciumnya pelan. Entah apa yang Ayu pikirkan namun ternyata Ayu yang mabuk membalas ciumannya. Nafsunya makin membara. Toh tidak ada salahnya one night stand dengan orang yang ditemui di diskotek. Mereka melakukannya atas senang sama senang.
Dio baru pertama kali melakukannya. Biasanya Ia bisa menahan diri saat pacarnya Sheila menggodanya beberapa kali. Namun kali ini Ia menyerah pada hawa nafsunya.
Rasanya mencium Ayu tidak akan pernah habis. Setiap jengkal tubuh Ayu Ia nikmati tak pernah puas. Sampai akhirnya Ia pun menyatukan tubuh mereka berdua.
Terdengar suara Ayu melenguh pelan. Membuat Dio makin yakin melakukannyA. Dio pun menyetubuhi Ayu sampai semua nafsunya tersalurkan. Setelah selesai Dio pun berbaring di samping Ayu.
Atu masih mabuk tidak sadar apa yang sudah terjadi. Dio mengangkat tangannya hendak mengusap pipi Ayu. Dio terkaget saat melihat ada noda darah di tangannya.
Dio langsung duduk dan membuka selimut yang menutupi tubuhnya dan Ayu. Shitt. Ternyata Ayu masih perawan. Dan Dio yang telah merenggut keperawanannya.
*******
Ayu
Aku masih mengusap air mata yang sejak tadi tak berhenti mengalir. Mama Dio bahkan membuatkan teh manis hangat untuk menengkanku. Kami masih menunggu Dio yang sejak tadi di kamar mandi.
"Rumah Ayu dimana?" Papa Dio mulai menginterogasiku.
"Di daerah Cibubur, Om." jawabku sambil meminum air teh hangat yang disediakan Mama Dio. Aku putuskan untuk tidak menangis lagi. Masih banyak masalah yang akan aku hadapi ke depannya.
"Kamu kerja atau masih kuliah?"
"Kerja Om."
"Hmm.. bagus. Om kira kamu masih anak kuliah. Kamu sering ke diskotek?" pertanyaan Papa Dio mulai menjurus ke kejadian semalam.
"Belum pernah, Om. Semalam baru pertama kalinya aku ke diskotek. Itu juga karena ada acara kantor." aku jawab dengan jujur karena memang begitu keadaannya.
Papa Dio terlihat sedang berpikir. Entah apa yang dipikirkannya. Satu yang pasti, hal tersebut bukan sesuatu yang baik untukku karena apa yang sudah kualami.
Terlihat Dio sudah keluar dari kamar mandi. Ia mengenakan kaus berkerah warna hitam dan celana jeans. Terlihat segar sehabis mandi walau wajahnya masih agak bengkak karena bekas ditampol Papanya dan juga tamparan dariku yang lumayan kencang.
"Ayo kita ke rumah kamu, Yu. Dio harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya sama kamu." Papa Dio lalu berdiri. "Cepat, Dio! Kita pergi naik mobil Papa saja!"
Perintah Papa Dio laksana titah Yang Mulia Raja, tidak bisa dibantah oleh siapapun. Dio pun menuruti kemauan Papanya. Dengan digandeng oleh Mama Dio aku berjalan mengikuti mereka sampai ke parkiran mobil di basement.
Mobil Alphard milik Papa Dio sudah terparkir di parkiran. Papa Dio duduk di kursi supir dan Dio di sampingnya. Sementara aku dan Mama Dio duduk di belakang.
Aku tidak tahu apa rencana Papa Dio. Aku hanya menunduk diam dan sesekali menatap pemandangan di luar jendela. Perjalanan dari tengah kota ke pinggiran Jakarta berlangsung agak lama dikarenakan macet.
Hari sabtu pagi. Saat keluarga pergi jalan-jalan menikmati hari libur. Semua mobil yang biasanya terparkir manis di garasi pun dikeluarkan. Jadilah macet yang berkepanjangan.
Air mataku sudah kering sekarang. Percuma aku menangisi terus nasib yang sudah terlanjur menimpaku. Aku harus siap menghadapi kenyataan terburuk.
Yang aku paling pikirkan adalah bagaimana mengatakan semua ini pada Dewa, pacarku. Apa Dewa mau menerimaku yang tidak suci lagi? Apa Dewa akan tetap menikahiku?
Aku sadar diri, jika Dewa memang tidak mau menerimaku, aku bisa apa?
Aku yang asyik dengan pikiranku tanpa sadar kalau mobil yang kutumpangi sudah sampai di depan rumah. Terlihat Papa sedang memandang heran dengan mobil yang berhenti di depan rumahnya. Mobil mewah pula.
Papa Dio membuat seat beltnya lalu turun dari mobil. Mama Dio mengikutinya. Aku juga turun dan terakhir Dio. Terlihat gurat keraguan di wajah Dio. Namun tatapan membunuh Papanya membuatnya ciut nyali.
Tanpa diperintah Ia pun berjalan mengikutiku dan kedua orang tuanya masuk ke dalam rumah.
"Ayu? Kok kamu baru pulang Nak? Semalaman Papa sama Mama nungguin kamu. Papa pikir kamu kemana. Itu siapa Yu?" pertanyaan Papa yang beruntun tak bisa aku jawab. Air mataku kembali menetes.
"Kita masuk dulu ya Pa ke dalam." Aku mengajak Papa dan keluarga Dio masuk ke dalam rumah.
"Silahkan duduk Om...Tante.."
Mama yang melihat ada tamu tidak dikenal datang bersamaku merasa heran. Siapakah mereka? Aku lalu menyuruh Mbak Ida asisten rumah tanggaku menyediakan minuman.
"Sebelumnya saya mau memperkenalkan diri. Nama saya Putra Laksana. Ini istri saya Dewi dan putra saya Dio." Papa Dio memperkenalkan dirinya pada Papa.
"Saya Ridwan dan ini istri saya Ani. Ada maksud apa ya Bapak Putra dan keluarga datang kesini?" Papa langsung to the point agar rasa penasaran dalam dirinya terjawab segera.
"Jadi begini. Semalam kedua anak kita tidak sengaja bertemu di diskotek dan saling berkenalan. Ternyata mereka malah mabuk bersama." Papaku langsung matanya melotot ke arahku. Aku menunduk ketakutan. "Dan tanpa mereka sadari ternyata mereka melakukan hubungan suami istri saat mereka mabuk semalam."
"Apa? Ayu! Benar yang dikatakan Pak Putra?" suara Papa yang bercampur marah membuat aku takut. Aki hanya sanggup menganggukan kepala saja.
"Jadi.. Ayu.. ya Tuhan Nak... Kenapa kamu sampai melakukan hal itu sebelum menikah. Kenapa kamu sampai mabuk nak?" Mama lalu menangis tersedu-sedu. Suara tangisnya sangat menyayat hatiku. Aku pun ikut menangis karena tak tahan melihat Mama sedih.
"Ma... Pa... maafin Ayu..." kuucapkan kata maaf dengan suara bergetar.
"Lalu bagaimana dengan anak saya? Dia yang sudah kami jaga sejak kecil, sudah rusak dalam waktu semalam. Bagaimana nasib anak kami kelak?" Papa pun tak kuat menahan emosi dan tangisnya.
"Kami sekeluarga meminta maaf atas apa yang terjadi. Bapak tidak perlu khawatir, kami bersedia bertanggung-jawab atas semuanya." kata Pak Putra dengan tenang. Ia sudah tidak semenyeramkan tadi lagi. Kali ini Ia bertindak dengan bijak dan meredam segala emosi yang ada.
"Bertanggung-jawab dengan cara apa? Anak Bapak enak laki-laki itu tidak ada bekasnya, namun anak saya perempuan tentulah meninggalkan bekas." kata Papa dengan emosi.
Pak Putra menarik nafas dalam. Ia sudah mempertimbangkan semuanya. Hanya dengan cara inilah masalahnya akan selesai. "Mari kita nikahkan kedua anak kita, Pak."
Keputusan yang sejak tadi aku pertanyakan akhirnya terjawab sudah. Menikah? dengan Dio? Aku?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
𝒩𝓎ᷱ𝑜ͥ𝓃ᷤ𝓎ͤ𝒶 𝑀𝑒𝓃𝑒𝑒𝓇
yalah
emangnya apa lagi selain menikahkan mereka sbg bentuk tanggung jawab atas dosa yg sudah terlanjur mereka buat😶
2023-11-01
1
Ervin ˢᵘᵈᵃʳᵗᵃ 𝐙⃝🦜
keren bijak
2023-10-09
1
Lina aja
lanjut
2023-10-01
0