"Tenang dulu, Yu. Kita bicarakan semua ini baik-baik. Semua masalah pasti ada jalan keluar." Mama Dio mencoba menenangkanku yang sejak tadi hanya menangis saja.
Sial. Apes. Malang. Itu yang aku rasakan saat ini. Kenapa hal ini harus terjadi padaku? Apa yang harus kukatakan pada kedua orang tuaku nanti?
"Yu. Om selaku Papa Dio minta maaf sama Ayu atas apa yang Dio telah lakukan. Om tau maaf dari Om tidak akan mengembalikan segalanya seperti semula. Namun satu yang pasti, Om akan memastikan Dio mempertanggungjawabkan semua perbuatannya sama kamu. Pasti!" Papa Dio yang sejak tadi diam menyaksikanku menangis akhirnya angkat bicara.
"Dio! Cepat mandi dan ganti bajumu sana! Kita ke rumah Ayu sekarang. Pertanggungjawabkan perbuatanmu hari ini!" perintah Papa Dio.
"Tapi Pa..." Dio masih berusaha mengelaknya.
"CEPAT! SEKARANG!" teriak Papa Dio.
Melihat Papanya yang sudah mulai keluar tanduk saking marahnya, Dio langsung berlari ke kamar mandi. Ia tidak mau kena gampar kedua kalinya. Wajahnya masih perih.
*****
Dio
Agdio Permana Putra. Anak satu-satunya keluarga Bapak Putra Laksana, pengusaha ekspor impor kelapa sawit yang lumayan besar di Indonesia.
Sejak kecil, Bapak Putra mendidik Dio dengan sangat disiplin. Sekolah pun mengikuti yang diperintahkan Bapaknya. Otoriter.
Sebagai seorang anak tunggal dari keluarga terpandang, Dio harus mengikuti semua perintah Papanya. Harus.
Jangan dipikir dengan menjadi anak keluarga pengusaha terkenal hidup Dio bergelimang harta. Tidak seperti itu. Papa Dio bahkan menyuruh anaknya bekerja sebagai staff biasa di salah satu anak perusahaannya.
Dengan gaji layaknya kacung kampret, Dio menerima saja takdir hidupnya. Keinginannya untuk menjadi seorang pengusaha furniture home industri harus Ia singkirkan dahulu. Ia harus mengumpulkan modal untuk memulai usahanya tersebut karena itulah Ia tetap bekerja di perusahaan Papanya.
Beruntung Papanya masih baik dan mengijinkannya tinggal di apartemen miliknya. Dengan tinggal sendiri Dio lebih bisa bernafas lega. Ia bisa lebih menikmati hidupnya tidak tinggal dibawah tekanan seperti dulu.
Menjadi kacung kampret di perusahaan Papanya sendiri tanpa ada seorang pun yang mengenali kalau dirinya adalah anak dari pemilik perusahaan. Perlakuan atasannya dan seniornya yang memuakkan membuatnya ingin memblow up statusnya yang sebagai anak pemilik perusahaan.
Tapi teringat ancaman Papanya jika statusnya sampai diketahui oleh orang lain maka Ia akan batal menjadi pewaris perusahaan. Lalu cita-citanya membuat showroom furniture terbesar akan gagal karena tidak ada modal. Terpaksalah Ia menerima perlakuan semena-mena atasannya demi mewujudkan cita-citanya tersebut.
Dio habis diomeli atasannya habis-habisan. Ancaman akan menerima surat teguran membuat pikirannya mumet. Pulang kerja tak tahu apa yang harus dilakukannya lagi. Ia pun mandi dan pergi ke diskotek dekat apartemennya tinggal.
Dentuman musik kencang membuat pikirannya lebih rilexs. Ia tidak suka turun ke lantai diskotek. Ia hanya menikmati para pencari hiburan menghibur dirinya dengan berjoget bebas.
Dio mencari kursi kosong namun karena jumat malam banyak karyawan yang datang sepulang kerja, diskotek lebih ramai dari hari biasanya. Mata Dio melihat ada kursi kosong di samping seorang gadis bergaun merah maroon.
Ia tidak ada niat sekalipun menggoda gadis tersebut. Dalam pikirannya tidak ada wanita baik-baik yang akan main ke diskotek. Kuno memang pemikirannya tapi biarlah toh itu haknya sendiri mau berpikir apa.
Dio berjalan menghampiri gadis bergaun merah maroon itu.
"Aku boleh duduk disini?" tanya Dio terlebih dahulu sebagai bentuk sopan santun. Takutnya gadis itu datang dengan pacarnya. Ia tidak mau menambah masalah dengan menggoda pacar orang lain.
"Iya. Silahkan." jawab gadis itu.
Cantik. Bukan gadis cantik seperti model atau pacarnya Stella. Gadis ini cantik namun enak dilihat dan tidak ngebosenin jika dipandang lama-lama.
"Aku traktir kamu ya. Kan kamu udah bolehin aku duduk disini." Dio merasa Ia harus membalas kebaikan gadis itu dengan membiarkannya duduk di sampingnya. Susah mencari kursi kosong. Daripada terus berdiri lebih baik Ia duduk saja. Dio lalu memesan dua buah minuman yang dulu biasa Ia minum kalau main ke diskotek.
"Aku Dio." Dio pun mulai memperkenalkan dirinya. Tidak ada salahnya kan kenalan dengan gadis cantik?
"Ayu." jawab gadis itu sambil menyambut uluran tangan Dio.
"Sendirian aja?" Dio mulai mencari tahu apakah gadis itu bersama pacarnya atau tidak. Jika bersama pacarnya Dio akan langsung mundur. Ia tidak mau mencari ribut karena dikira menggoda pacar orang. Bukan tidak berani tapi malunya itu loh. Uhh...
"Gak kok. Sama teman satu team."
Oh jadi Dia pergi sama teman-teman kantornya. Orang kantoran ternyata. Gak kaget juga sih. Hari jumat malam memang banyak orang kantoran yang clubbing sepulang kerja.
"Kenapa gak gabung sama teman-teman kamu? Malah asyik mojok disini." komentar Dio lagi.
"Aku gak suka dance gitu. Lebih baik liatin aja dari jauh. Kamu sendiri sendirian aja?" gadis itu mulai bertanya balik tentang Dio.
"Iya. Lagi ngilangin bete aja." minuman yang dipesan Dio pun datang. Dio lalu memberikannya segelas pada Ayu.
Ayu meminum minuman yang Dio berikan. Sepertinya Ia lebih menyukai minuman pesanan Dio dibanding jus yang Ia pesan tadi. "Mau lagi?" Dio menawarkan lagi minuman yang sama. Ayu pun mengangguk. Dio memesankan lagi minuman tadi untuk dirinya sendiri dan Ayu.
"Oh. Biasa kesini kalau bete?" tanya Ayu pada Dio.
"Kalau dulu Ia. Sekarang sudah tidak. Sudah makin tua makin males clubbing." jawab Dio dengan jujur. Dio sudah 28 tahun. Sudah terlalu tua menurut Dio kalau sering ke diskotek.
Dio dan Ayu sama-sama menikmati minuman mereka. Tanpa sadar sudah beberapa gelas yang mereka habiskan. Dio mulai mabuk. Ayu malah sudah sejak tadi mabuk dan menaruh kepalanya di meja.
"Hei.. Yu.. bangun..." Dio menggoyangkan bahu Ayu namun Ayu tidak bergeming.
"Hmm..." jawaban Ayu hanya itu saja.
"Kamu pulang sama siapa? Mana teman team kamu?" Dio menggoyangkan bahu Ayu lagi.
Tangan Ayu menunnjuk ke atas. Menunjuk ke segala arah. Kepalanya pun diangkat dari meja. "Itu....itu....itu... semuanya teman Ayu. he...he..."
"Aduh gawat, Dia mabuk lagi. Gimana antar pulangnya nih? Mana rame banget. Nyari temennya dimana?" gumam Dio. Dia pun menggaruk kepalanya yang tidak gatal berharap masalahnya berkurang saat Ia menggaruk kepalanya.
Dio lalu menopang tubuh Ayu. Untunglah Ia tidak begitu mabuk. Ia membawa Ayu keluar dari diskotek. Ia memesan taksi dan naik taksi bersama Ayu.
"Rumah kamu dimana Yu?" tak ada jawaban. Tidak mau membiarkan supir taksi menunggu lama, Dio pun memberikan alamat apartemennya sebagai rute mereka.
Ayu masih bersandar di dada Dio. Sesekali tangannya mengelus lembut dada Dio seperti mengelus seorang bayi. Bagi Ayu yang mabuk mungkin sedang membayangkan meninabobkkan anak bayi. Namun bagi Dio yang seorang laki-laki normal itu sama saja membangunkan macan tidur.
Taksi pun berhenti di lobby apartemen. Setelah membayar taksi, Dio pun menopang tubuh Ayu dan masuk ke dalam apartemennya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Kasihan sekali Dio,kalo dunia nyata mah gak juga segitu kejamnya Ortu terhadap anaknya,..
2023-09-29
0
𝐙⃝🦜 𝐙𝐈𝐅𝐄𝐈
ga bosen baca berulang ulang
2023-09-29
0
Telik sandi Megantara
aslinya anak² yg manis
2023-09-13
0