"Dio... buka pintu!" Suara ketukan di pintu terdengar kencang sekali. Siapa sih yang mengetuk pintu sekencang itu di pagi hari?
"Papa buka paksa kalau kamu gak mau buka." tak lama terdengar suara kunci pintu diputar. Pintu pun terbuka.
Terdengar suara langkah kaki mendekat. Kesadaranku masih belum pulih. Hanya sayup-sayup kudengar. Aku masih memeluk gulingku yang terasa amat hangat dan nyaman.
"DIO! APA YANG KAMU LAKUKAN!!" teriak seseorang yang mengagetkanku. Aku kaget saat guling yang sedang kupeluk tiba-tiba bergerak.
Kubuka mataku. Masih pusing terasa. "Pap... papa." suara seorang pria di sampingku. Tunggu. Pria? Di kamarku? Aku menengok ke samping dan benar saja ada seorang pria yang tak berbusana sedang duduk di sampingku. Wajahnya ketakutan.
Kok bisa ada pria.. tunggu... Aku memeriksa tubuhku yang tertutup selimut. Ya Tuhan aku tidak memakai sehelai benang pun di tubuhku. Buru-buru aku tutupi tubuh telanjangku dan duduk.
Kulihat ada seorang om-om dan istriny yang sedang memegangi tangannya agar tidak melakukan tindakan kekerasan. Aku masih belum mengerti apa yang sedang terjadi. Uh... kepalaku masih pusing.
Aku melihat laki-laki di sampingku yang juga masih nampak kaget dan tak percaya dengan keadaan yang terjadi. Loh, Dia kan laki-laki yang semalam mentraktirku minuman?
Aku melihat tubuhnya juga tanpa busana sama sepertiku. Kesadaranku pun pulih. "Tidak. Apa yang sudah terjadi?" tanyaku kebingungan.
"Apa yang sudah kamu lakukan padaku?" tanyaku sambil menangis histeris. Kehormatan yang telah kujaga selama 22 tahun hilang dalam semalam. Bagaimana ini? Apa yang harus aku katakan pada Dewa yang sudah menunggu untuk menikahiku.
Laki-laki di sampingku menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Ia pun meninju selimut yang menutupi tubuh kami. "Shitt!"
"Dio. Siapa dia? Siapa wanita ini? Jawab Mama sekarang Nak." seorang wanita berusia hampir 50 tahun menangis melihat keadaan anaknya yang kacau seperti ini.
"Dio gak kenal, Ma." jawab laki-laki di sampingku. Iya aku ingat sedikit. Semalam kami minum bersama. Namanya Dio. Ia mentraktirku minuman yang rasanya manis. Aku sampai minum beberapa kali karena rasanya enak. Setelah itu aku tidak tahu apa yang sudah terjadi.
Aku menutupi tubuhku lebih rapat lagi. Aku merasa malu atas apa yang menimpaku.
Laki-laki yang tadi menggedor pintu dan berteriak tiba-tiba bicara setelah sebelumnya hanya diam saja.
"Kamu gak kenal wanita ini tapi kamu menidurinya? Apa kamu sering berbuat seperti ini Dio? Apa Papa selama ini mengajarkan kamu untuk menjadi laki-laki brengsek seperti ini?"
Plakkk... Sebuah tamparan mendarat di pipi Dio. Ia hanya tertunduk diam menerima hukuman yang Ia terima.
"Kamu!" Papa Dio menunjuk ke arahku. "Pakai bajumu. Kita bicara setelah kamu sudah selesai berpakaian."
Aku buru-buru menarik selimut untuk menutupi tubuhku. Setelah tertutup rapat kupunguti pakaianku yang bertebaran di lantai. Aku lalu ke kamar mandi untuk mencuci muka dan memakai baju.
Aku sudah di dalam kamar mandi saat aku mendengar percakapan mereka sayup-sayup.
"Tunggu, darah apa ini?" Mama Dio memeriks bekas seprai yang tadi kutiduri. "Wanita tadi masih perawan, Pa. Anak kita yang sudah merenggut keperawanannya. Ya Tuhan Dio...." suara tangis Mama Dio terdengar mengiris hati.
Kunyalakan kran di wastafel lalu ke basuh wajahku. Tampak wajahku tanpa make up dan lipstik yang semalam kupakai sudah pudar. Gila, apa yang sudah kulakukan. Apa kata Mama dan Papa nanti?
Air mata kembali membasahi wajahku. Aku tak tahu bagaimana hidupku kelak akan kujalani. Duniaku seakan runtuh. Semua cita-cita yang sudah kurangkai dengan Dewa hancur berkeping-keping dalam semalam.
Bagaimana semua ini bisa terjadi? Aku benar-benar tidak ingat sama sekali. Kubuka selimut putih yang menutupi tubuhku. Beberapa bekas kissmark di tubuhku menjadi bukti bahwa perbuatan semalam benar terjadi.
Air mataku tak bisa kutahan lagi. Aku terduduk lemas di kamar mandi apartemen yang bersih dan rapi ini. Pikiranku kosong. Suara ketukan di pintu menyadarkanku.
"Nak, keluarlah. Kita bicarakan semuanya." suara Mama Dio terdengar mulai tenang.
Aku bangun lalu memakai bajuku. Kubasuh wajahku agar mabuk semalam benar-benar hilang. Kuhembuskan nafas berat lalu kubuka pintu kamar mandi.
Mama Dio sudah menunggu di depan pintu. Dengan lembut Ia menuntun lenganku. Tatapannya menyiratkan bahwa semua akan baik-baik saja. Ia membawaku ke ruang tamu.
Dio sudah berpakaian lengkap dan duduk dengan pandangan mata tertunduk. Wajahnya agak bengkak bekas tamparan dari Papanya yang pasti amat menyakitkan.
"Duduklah." Mama Dio menyuruhku duduk di samping Dio.
Papa Dio kembali menatapku dengan selidik. Kemudian pandangannya beralih ke Dio dengan tatapan marah dan kecewa.
"Bagaimana kalian bisa saling kenal?" pandangan Papa Dio ke arahku. Ya, beliau menanyakanku bukan anaknya. Mungkin tadi Dio sudah ditanyakan sebelum aku.
"Mm... semalam kami ketemu di diskotek." jawabku takut-takut.
"Lalu bagaimana kalian sampai bisa tidur bersama seperti ini?" interogasi Papa Dio padaku.
Aku takut menjawabnya. Pandangan matanya begitu tajam seolah menghakimiku. Tiba-tiba tangan Mama Dio memegang tanganku. "Katakan saja Nak. Jangan takut." perkataannya seolah sumber kekuatanku.
"Aku sedang ada acara kantor tapi tidak ikut bergabung dengan yang lain karena baru kali ini aku pergi clubbing. Aku sedang duduk dan.. Dio datang. Kami berkenalan lalu Dio mentraktirku minuman. Karena minumannya enak jadi aku pesan lagi. Aku tidak tahu lagi apa yang terjadi. Begitu aku bangun sudah ada disini dan...." air mataku tak bisa kubendung lagi.
Mama Dio memberikan tissue padaku. Kuambil tissue tersebut lalu menyeka air mata yang menetes di pipiku.
"Kamu, Dio. Kenapa kamu bisa melakukan hal itu?" kali ini Papa Dio menginterogasi anaknya.
Dio hanya diam saja. Ia tetap menunduk tanpa mengeluarkan suara apapun. Sampai suara teriakan Papanya menggelegar barulah membuatnya bicara. "JAWAB PERTANYAAN PAPA!"
Aku makin takut mendengarnya. Seram sekali Papa Dio.
"Sabar, Pa. Kita selesaikan baik-baik." Mama Dio berusaha menenangkan suaminya. "Dio, jawab pertanyaan Papa sebelum Papa kamu makin marah." Mama Dio memperingatkan anaknya.
"Dio... Dio khilaf, Pa." jawaban Dio membuatku mengangkat wajah dan menatapnya. Enak sekali Dia menjawab khilaf. Tidak tahukah Ia konsekuensi yang akan aku hadapi selanjutnya. Bagaimana dengan masa depanku nanti? Aku sudah kotor. Masihkah Dewa mau padaku lagi?
"Awalnya Dio lihat Ia mabuk. Dio mau mengantarnya ke teman-teman teamnya. Namun melihat mereka juga mabuk, Dio tidak percaya. Dio nanya alamatnya dimana Ayu tak jawab. Dia sudah teler berat. Akhirnya Dio bawa saja ke apartemen Dio."
Dio melirik ke arahku. "Dio juga mabuk, Pa. Tidak bisa menahan nafsu. Akhirnya Dio melakukan hal itu."
Plakkk. Tanganku refleks menampar wajah Dio. Betapa bejat perbuatannya padaku. Aku menangis histeris. "Maaf, Yu..." ucap Dio penuh sesal. Ya, sesal. Keperawananku yang telah hilang tidam mungkin akan kembali lagi. Rasanya air mataku tiada habisnya. Terus menetes tanpa bisa kutahan lagi. Hancur sudah masa depanku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
buk e irul
bakal bawang keknya ini
2023-12-06
1
Ervin ˢᵘᵈᵃʳᵗᵃ 𝐙⃝🦜
waduh ckckck anak gadis org main unboxing saja io io khilaf yo kwekwkwkwk
2023-10-09
1
Lina aja
lanjut kita nyimak dulu.....bagus sih alur awalnya....semangat y thor
2023-09-30
0