Taani berlari menyusuri lorong rumah sakit, dengan air mata yang sudah membanjiri wajahnya.
Jantungnya seperti berhenti berdetak saat mendapatkan telfon dari rumah sakit yang mengabarkan kondisi Ayahnya semakin memburuk.
Aku mohon, Jangan sekarang.
Ya tuhan, aku belum bisa.
Terus berlari tak memperdulikan orang orang yang menatapnya.
Taani berdiri di depan pintu kamar tempat Ayahnya di rawat mengatur nafas dan juga menghapus sisa air mata.
Menarik handle pintu berjalan mendekati sosok yang sedang terbaring lemah.
Jangan lupakan pria pendiam yang terus tertunduk di samping ayahnya itu.
Rizwan yang menyadari kehadiran Taani beranjak dari duduknya dan melangkah agak menjauh.
"AYAH!!"
Taani menghambur kedalam pelukan sang Ayah yang terbaring dengan beberapa selang infus di tangannya.
"Jangan membuatku takut." Air mata yang sudah tidak bisa dibendung itu kembali mengalir deras.
Ketakutan demi ketakutan terus menggerayangi perasaan wanita yang beberapa hari ini terlihat rapuh itu.
"Hei, gadis ceroboh. Ayahmu baik baik saja." Menjawab dengan kekehan pelan, mengusap kepala putrinya.
"Jangan menangis, kau terlihat seribu kali lebih jelek kalau menangis." Mengeratkan pelukannya, seolah dari pelukan itu ia ingin menunjukkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Aku merindukanmu, yang.
Setelah beberapa saat hening.
"Ayah." Taani melirik sebentar ke arah pria yang berdiri di depan monitor ICU dengan kepala tertunduk dalam.
Ya Tuhan, tolong aku.
Taani masih terisak mengambil nafas mengumpulkan kekuatan untuk berbicara karena ini benar-benar keputusannya.
Keputusan yang ia ambil hanya dengan satu syaratnya.
"Apakah Ayah bahagia jika aku menikah?"
"Tentu saja, kenapa kau bertanya begitu?"
Jantung Taani terasa di remas kuat saat menatap senyum bahagia pada wajah keriput itu.
"Baiklah, aku mau menikah dengannya. Tapi sebagai hadiahnya, aku ingin Ayah sembuh. Ayo sudahi semua ini, aku benci bau ruangan ini, aku benci alat-alat sialan ini." Taani menunjuk selang yang menempel di lengan ayahnya
"Tentu saja, Lagipula Ayah sudah bosan melihatmu menangis, kemari peluk laki-laki tua yang sebentar lagi akan mempunyai menantu ini."
Keduanya kembali berpelukan, matanya menatap pria yang kini tengah menatapnya. Saling melempar senyum, yang hanya mampu di artikan oleh keduanya.
******
Hari pernikahan, adalah hari yang paling bahagia dan juga yang paling di nantikan oleh setiap pasangan mana pun.
Karena desakan sanga ayah untuk melangsungkan pernikahan secepatnya.
Taani dan Rizwan menikah lima hari setelah perempuan itu menyampaikan keputusannya.
Tidak ada kemewahan dan keramaian di hari pernikahan itu. Karena permintaan Taani juga
pernikahan ini hanya boleh di hadiri oleh sanak saudara dan beberapa orang dari panti asuhan tempat dulu Rizwan tumbuh besar.
Senyum bahagia terus tercetak di wajah laki-laki paruh baya yang duduk di kursi roda.
Apa kau lihat itu, yang?
Putri kita sudah besar.
Hari ini dia sudah menjadi seorang istri.
Menatap putrinya yang semakin dewasa semakin terlihat mirip dengan ibunya
Terharu sekaligus bahagia, karena telah menikahkan putrinya dengan laki-laki pilihannya.
Laki-laki yang akan menggantikannya menjaga dan melindungi putrinya.
Taani hanya menggunakan make-up tipis di wajahnya, dan menggunakan gaun sederhana. Namun tidak menghilangkan aura kecantikan yang melekat di wajahnya.
Tersenyum getir ketika ada beberapa orang yang menyapanya. Sesekali menatap lekat sang Ayah yang terus memandangnya dengan binar bahagia.
"Akhirnya kita menjadi besan." Dini tersenyum sumringah, acara sudah selesai kini keduanya berada di dalam kamar Taani, oh bukan. Ini adalah kamar pengantin. Ruangan itu sudah di dekor dengan tema yang membuat perut Taani terasa mual. Tempat tidur dengan taburan kelopak bunga, dan pernak-pernik lainnya. Ini pasti ulah wanita hamil itu.
"Apa kau tidak akan meminum racun setelah ini?"
Taani mengambil bantal dan berpura-pura hendak melemparkan ke wajah wanita yang kini tengah terbahak-bahak itu.
"Aku masih ingin hidup, menyaksikan bagaimana lucunya tuyul yang ada di dalam perutmu itu." Taani duduk mendekat.
"Hei, berhenti menyebut bayiku tuyul!"
Keduanya terbahak.
"Taani, apa kau bahagia?" kini tatapan Dini benar-benar sendu, bagaimanapun Taani adalah separuh hidupnya.
"Aku harus bahagia, karena Ayahku pun begitu. Taani tersenyum getir, ia ingin menangis, tapi air matanya seolah di sumpal dan tidak ada setetes pun yang keluar.
"Hanya saja aku masih takut, aku takut ini sungguhan, aku hanya ingin ini hanyalah mimpi. Jika ini mimpi tolong jangan bangunkan aku, Din."
***
"Apakah kau bahagia?" pertanyaan pertama setelah keduanya sah menjadi menantu dan mertua.
Rizwan berjongkok di hadapan sang mertua yang kini tengah duduk di kursi roda, suasana di ruang tamu hening, hanya ada beberapa sanak-saudara yang kini tengah duduk di ruang utama.
"Kau harus bahagia, karena dengan begitu kau bisa membahagiakan wanita yang kau cintai."
Inilah pertanyaan yang juga terus di tanyakan oleh hatinya.
Tentu saja ia bahagia.
Tapi bagaimana dengan gadis itu? bagaimana dengan kehidupan rumah tangga mereka. Pernikahan ini sungguh mendadak.
Hatinya berdenyut nyeri ketika wajah murung gadis yang baru saja dinikahinya terlintas.
"Rizwan.." Mengguncang pelan bahu menantunya.
"Iya Pak, tentu saja aku bahagia." Rizwan menggenggam tangan yang ada di pundaknya mengangkat wajah untuk ia pertemukan dengan wajah mertuanya mencoba untuk tersenyum.
"Aku percaya padamu, kalau tidak bagaimana mungkin aku menyerahkan separuh nyawaku padamu. Berjanjilah bagaimanapun keadaanmu kau harus selalu ada disampingnya."
"Aku sungguh bahagia Rizwan, tidakkah kau lihat wajahku seperti sepuluh tahun lebih muda?" Tersenyum lemah, tanpa Rizwan sadari genggaman tangan itu mulai mengendur.
Ya Tuhan, Taani sekarang menjadi istriku.
"AYAH!!"
Perempuan yang baru saja keluar dari pintu kamarnya itu menjerit berlari menghampiri sang Ayah yang terpejam lemah di kursi roda.
Seketika suasana berubah menjadi panik. Dengan sigap Rizwan segera membopong tubuh lemah itu ke dalam mobil untuk di bawa ke rumah sakit.
******
Taani terus menangis di pelukan sang Bibi.
Perasaan takut sedih bercampur panik menghiasi wajah wajah yang terus menunduk itu dengan hati yang terus berdoa.
Taani segera berdiri ketika mendengar suara pintu ruangan terbuka.
"Gimana, Din?" Menghampiri Dini yang baru saja keluar dari pintu ruangan tempat ayahnya di rawat.
Dini menarik nafas pelan ada senyum menguatkan yang terasa berat di wajah nya.
"Aku minta maaf." Meraih tubuh Taani agar masuk kedalam pelukannya.
Mengusap bahu sahabatnya memberikan kekuatan. Saat ini hanya itu yang mampu Dini lakukan.
"Kenapa minta maaf?" mengangkat wajahnya untuk ia pertemukan dengan wajah Dini.
" Tan-" Dini menggenggam jemari Taani kuat.
"Aku bertanya padamu, bagaimana keadaan ayahku!" Melepaskan genggaman tangan menarik handle pintu ruangan itu diikuti oleh Rizwan.
Untuk beberapa saat Taani hanya diam mematung dengan tangan menutup mulut untuk meredam isak tangisnya.
Hatinya hancur darah nya seolah membeku. Seketika bumi terasa berhenti berputar ketika melihat tubuh terbaring kaku tertutup kain putih.
Ya Tuhan ini mimpikan.
Aku ingin segera bangun dari mimpi ini.
Aku tak sanggup.
Tolong bangunkan aku.!
"AYAH!"
Taani berlari mengambur memeluk tubuh kaku itu.
Untuk pertama kalinya tubuh yang selalu membalas pelukan, tangan yang selalu mengusap kepalanya terdiam kaku tak membalas.
Ya Tuhan, aku mohon!
"Ayah, bangun. Ini sungguh tidak lucu." Mengguncang bahu Ayah-nya yang sama sekali sudah tidak bergerak.
"Ayah harus menepati janji-" wanita yang sudah benar-benar kehilangan kedua sayapnya itu menjeda kalimatnya.
Siapapun tolong ambilkan benda yang bisa membuat Taani terbangun dari mimpi buruk ini!
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Baiq Dwi Yunita Ratmawa
😭😭😭😭😭😭😭😭
2020-11-08
0
Joko Jokoo
nyeseeeeekkk
2020-10-25
1
dinda
siapa yang naruh bawang sih😭😭
2020-10-25
2