Bukan Salah Jodoh
Bulan sabit menggantung di langit malam yang cerah.
Malam akhir pekan, jalanan ibukota masih terlihat ramai oleh kerlap-kerlip lampu kendaraan.
Mall dan pusat hiburan masih terlihat ramai lalu lalang pengunjung.
Dan di sebuah rumah sakit ibu kota Di ruangan Unit Gawat darurat, laki laki paruh baya terbaring lemah, dengan selang infus di tangannya.
Suasana hening.
Dokter yang memeriksa kondisi dan perkembangan pasien laki-laki paruh baya itu sudah berpamitan dari tadi.
Menyisakan Pasien dan seorang wanita yang tertunduk dalam.
Lenggang, suara ketukan sepatu membentur lantai rumah sakit samar-samar terdengar dari luar.
"Menikahlah An , tidak ada orang tua yang ingin melihat anaknya terus terjebak dengan masa lalu."
Hening, Deru napas terdengar berat.
Kemudian mulutnya kembali terbuka untuk melanjutkan kalimat.
"Lihatlah An, Ayah sudah tua, bahkan untuk sekedar menunggu kau lembur di kantor saja, Ayah sudah tak sanggup."
Mata tua itu menerawang jauh, tersenyum kaku.
Wajah yang selalu terlihat menyenangkan itu kini terlihat pucat dan lemah.
"Semakin tua, ayahmu ini semakin sering merasakan gelisah. Ayah takut, Nak"
Suaranya tercekat, terdengar sedikit bergetar, untuk beberapa saat laki laki itu terdiam, mencari kekuatan untuk kembali melanjutkan kata katanya.
"Ayah takut, kejadian itu kembali terulang, Ayah takut ada yang kembali berani menyakitimu."
Bulir bening mengalir di pipi yang sudah tergambar gurat usia senja itu.
"Ayah, hanya ingin melihat mu hidup bahagia dengan orang terbaik pilihan Ayah."
Perempuan itu hanya terdiam.
Tubuhnya bergetar, Ia hanya bisa tertunduk dalam, mencengkram kuat pinggiran ranjang rumah sakit tempat Ayahnya berbaring.
Untuk saat ini perempuan itu tak berani membantah kata kata Ayahnya atau lebih tepatnya perempuan itu mulai bosan dengan perdebatan ini.
Sebelum Ayah-nya masuk rumah sakit pun hampir setiap hari yang mereka perdebatkan hanya tentang pernikahan.
"Baik yah, akan aku, fikirkan." Mendongakkan wajah tersenyum menatap kedua bola mata yang selalu terlihat teduh itu.
Setelah beberapa saat terdiam mengumpulkan kekuatan untuk tersenyum. Lagi pula dirinya sudah tidak punya kekuatan apapun, melihat Ayah-nya terbaring lemah, ditambah dengan permintaannya yang selalu membahas tentang pernikahan.
"Sekarang Ayah istirahat ya." Menarik selimut sampai ke dada sang Ayah.
"Aku, keluar sebentar. Mau beli minum."
Hanya di balas dengan anggukan oleh laki-laki itu.
Perempuan itu mencoba berdiri dari kursi tempat ia duduk, menatap lekat sang Ayah.
Aku benci pria yang sudah beberapa bulan ini selalu disebut-sebut oleh Ayah!
Berjalan perlahan, menarik handle pintu. Sebelum benar benar keluar dari ruangan perempuan itu kembali melihat ayahnya yang sudah terlelap.
Bagaimana kalau ketakutan yang selama beberapa hari ini menghantuinya benar benar terjadi.
Bulir-bulir bening yang sebisa mungkin ditahan untuk tidak keluar, meluncur begitu saja ketika perkataan dokter kembali terngiang di telinganya.
**
Aulia aftani, biasa di panggil Taani dibesarkan tanpa adanya seorang Ibu.
Ibunya meninggal dunia setelah melahirkannya, karena pendarahan yang tidak kunjung berhenti. Betapa mengagumkan nya sosok ibu. Dia rela menukar nyawanya demi mengeluarkan nyawa lain dalam perutnya.
Semua perjuangan ibu sama, hanya saja terkadang balasan yang mereka dapatkan tidak semua sama.
Begitu banyak Ibu yang ketika tua dengan begitu tega di kirim ke panti jompo oleh darah daging mereka sendiri, dengan alasan mereka terlalu sibuk dengan pekerjaannya.
Padahal orang tua rela mengorbankan segala kesibukannya hanya untuk merawat sang anak.
Taani kecil harus mengalami pedihnya ditinggalkan. Meski begitu
Taani merasa beruntung mempunyai sosok laki-laki terbaik. Ayah yang sekaligus merangkap menjadi ibu untuknya. Cinta pertama dalam hidupnya, tempat Taani menggantungkan hidup dan juga semua harapan nya.
Masih teringat jelas dalam ingatannya.
Dulu saat masih di sekolah dasar, sekolahnya selalu ada acara tahunan yang diselenggarakan untuk memperingati hari ibu.
Semua teman temannya tersenyum bahagia menggandeng lengan ibunya, hanya Taani yang akan duduk di pojokan menunggu Ayah nya yang tidak bisa menemani dari awal acara dimulai karena harus bekerja, dengan air menggenang di pelupuk mata Taani yang dengan susah payah ditahannya.
Taani benci acara itu.
Karena dia berbeda, hanya Taani yang tidak punya Ibu.
Tapi setiap Taani menanyakan kenapa ibunya pergi lebih dulu, kenapa Ibu tidak bisa hidup lagi? pertanyaan polos yang selalu keluar dari bibir mungil itu seolah menggetarkan penduduk langit.
Tapi, dengan tenang Ayah-nya akan selalu mengatakan bahwa Tuhan amat menyayangi ibu, oleh karena itu ibu dipanggil oleh-Nya lebih dulu..
Satu kata yang membuat hati kecil Taani tenang adalah Ayah-nya akan selalu mengatakan bahwa saat ini ibunya sudah berada di surga menunggunya.
"Ibu pasti bangga punya anak yang cantik dan pintar seperti kamu, An." Mengusak rambut putrinya gemas.
Hatinya sakit, dadanya terasa begitu sesak ketika acara peringatan hari Ibu di sekolahnya Putrinya tiba.
Putrinya itu terpilih untuk membacakan puisi yang bertemakan Ibu, menceritakan semua perjuangan dan pengorbanan seorang ibu.
Putrinya tidak pernah melihat langsung wajah ibunya sejak ia dilahirkan.
Apakah putrinya mampu membacakan puisi itu?
Dengan perasaan yang berkecamuk pria itu kembali membujuk putrinya, seperti tahun tahun sebelumnya untuk tidak menghadiri acara itu.
Dengan gelengan kepala putrinya menjawab,
"Ayah, aku anak hebat, aku pasti bisa."
Taani kecil nyengir memperlihatkan barisan gigi nya yang ompong di beberapa bagian, karena terlalu sering makan coklat atau permen.
"Ini puisi tentang Ibu. Ibu juga pasti lihat aku kan?"
Mendengar jawaban dari putrinya seketika hatinya kembali sakit, bulir-bulir air mata mengalir di pipinya.
Menganggukkan kepala, merentangkan tangan agar putrinya mendekat untuk masuk kedalam pelukannya.
Menciumi puncak kepala putrinya, mengalirkan kekuatan.
Bahwa hidupnya bertahan hanya untuk putrinya.
Bertahan dari segala kerinduan yang terus menggerogoti hatinya.
Kau lihat ini, yang? putri kita sangat mirip denganmu. Mengusap punggung putrinya dengan sayang.
Merawat dan membesarkan Taani untuk menjadi anak yang tumbuh tanpa suatu kekurangan adalah janjinya pada istri yang sangat di cintai nya itu.
Aku mencintaimu yang, sungguh.
Putri kita dan juga aku merindukanmu mu yang.
[Yang, adalah panggilan khusus Ayah-nya Taani untuk istrinya]
Kisah Akan Dimulai 🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Andi Sam Sam
awal yg menarik
2021-04-17
0
Nanda Khusuma
baru mulai baca aku ny dah mewek dg kisah ny.. 😭😭
2021-02-03
1
ika tisnawati
ayah yg baik,suami yg setia demi anak😍
2021-01-14
1