Salah paham?

"Ini Neng. Maaf ya baru kasihin sekarang." Mang Juki akhirnya menyerahkan bunga itu.

"Terimakasih Mang, maaf jadi ngerepotin."

"Sama-sama May. Nggak ngerepotin kok. Yaudah saya tinggal dulu ya mau narik angkot soalnya."

"Iya Mang"

Tangan ini menyambar buket bunga yang sudah mengering. Namun di dalamnya, kertas kecil berwarna pink masih terselip menertawakan nasib bunga yang tercampakkan. Saya meringis melihatnya, saat tahu kalimat apa yang tertoreh di atas kertas. Tulisannya gini,

Sayangku, apa kamu selalu menanam bunga pemberian Aa? Aa kasih kamu bunga, kamu tanam bunga ini. Aa kasih kamu cinta, kamu pupuk cinta ini. Eheeii So sweet banget kita.

Jawabannya iya, Saya selalu menanam bunga pemberian Aa. Tapi yang ini, saya telah gagal untuk menyelematkan nya bahkan sebelum tangan ini menyentuh.

"Astaghfirullah" Saya baru ingat, dua minggu yang lalu, bertepatan dengan datangnya bunga ini. Saya kedatangan tamu. Saat itu,

(Flashback dua minggu yang lalu)

Tok.. tok.. tok..

Pintu berbunyi tanpa salam. Tadinya ibu yang mau membukakan pintunya. Tak sampai hati ibu lelah, saya pun menghalau dan membukakan pintu.

Saya terdiam, karena tidak mengenali yang datang. Kirain saya Aa, tapi ternyata bukan.

"Maya?" kata laki-laki itu.

"I-ya.. Memang Mas nya ini siapa ya?"

"Kamu nggak ingat saya?"

Saya langsung mengerutkan dahi. Apa seseorang yang dihadapan saya ini adalah artis? ah, tapi gak mungkin. Lalu dia ini siapa yang harus menuntut saya untuk ingat dengan dirinya.

"Nggak ingat Mas. Memang kita pernah ketemu ya?"

Laki-laki itu tersenyum, lalu tanpa aba-aba lagi, dia mengulurkan tangan. Saya parno waktu itu, belum kenal harus berjabat tangan dengan orang misterius. Maka alih-alih berjabat, saya mengatupkan kedua tangan tanpa mengurangj rasa hormat.

Dia tersenyum lagi. Memaklumi tingkah saya.

"Maaf. Nama Saya Padmana, orang yang kamu tolong waktu itu. Kalau tidak di dorong kamu, mungkin saya sudah mati tertabrak." Paparnya. Saya langsung mengingat dan memperhatikan secara seksama wajahnya. Iya benar, ternyata dia.

"Oh iya ya. Kamu kok bisa tau nama saya Maya dan alamat saya disini?" gimana pun, kebetulan ini tetap diselidiki karena Padmana ini tidak pernah saya beritahu apapun saat kejadian. Eh iya lupa, waktu itu dompet saya juga hilang.

"Nih, Saya kembalikan dompet kamu. Isinya ada KTP. Jadi saya bisa tahu dari situ." Padmana menyurukkan sebuah dompet yang memang benar itu milik saya.

"Terimakasih"

Padmana senyum lagi. Dan dia berjalan ke arah bangku malas tempat favorit Aa. Saya memicingkan mata, ini orang kenapa luwes sekali menjelajah rumah orang. Kalau sampai dia duduk disana tanpa permisi, saya akan ambil tindakan.

"Maya, boleh saya duduk?"

Jujur saya nggak mau bangku malas Aa tempat nangkring di malam minggu itu di duduki laki-laki lain. Kesannya, kaya saya lagi di apelin si Padmana ini.

Tapi setelah diedarkan pandangan, tidak ada tempat duduk lagi selain disitu. Ada juga kursi milik ibu untuk menjahit, dan itupun berada di balik rolling door.

"May?" Dia manggil lagi karena saya masih belum jawab.

"Duduk aja" Akhirnya saya menyetujui.

Ber menit-menit berlalu kami hanya diam membisu. Tidak membisu juga sih masih ada sedikit obrolan tentang tanya jawab di antara kami. Yang pasti dia yang selalu bertanya duluan. Karena saya risih jika harus terlibat banyak obrolan dengan laki-laki asing.

"Mas Padmana, Maaf nih sebelumnya. Saya sudah mengantuk."

"Oh maaf ya May, keasyikan ngobrol jadi lupa waktu. May, boleh nggak saya jadi teman kamu?"Ini pertanyaan sulit untuk saya. Teman saya banyak tapi tidak terlalu yang sampai akrab sekali. Padmana ini maksudnya temen yang gimana ya? yang biasa-biasa saja atau yang malah kaya TTM? Saya nggak mau. Tapi juga tidak harus menjadi manusia sombong yang tidak mau berteman.

"Ya, siapapun bisa berteman. Tapi saya tipe orang yang tidak sampai besti sekali dengan teman." Saya harap dia bisa mengerti maksud saya.

"Oh itu, hehehe iya May. Saya ngerti. Dan saya mau bilang satu hal sama kamu. Tapi jangan kaget."

??

"Tidak usah bilang terimakasih atas pengembalian dompet kamu. Saya yang nyopet kamu waktu itu. Eh ternyata skenario berkata lain. Malah kamu si korban yang menyelamatkan saya dari petaka. Seharunya kamu laporin saya ke polisi May." Tutur Padmana.

Saya spechless, gak tau harus berkata apa.

"May, seseorang boleh berubah kan jika ada kesempatan? dan itu yang sedang saya alami."

"Asalkan berubahnya tulus." Saya jawab begitu. Lalu membuang muka tidak mau menatapnya. Bukan takut terpesona bukan juga benci padanya. Hanya saja, saya masih kaget dengan pengakuan laki-laki itu.

Padmana berdiri, saya juga ikut berdiri. Lalu dia pamit pulang tak lama setelahnya. Katanya, kapan-kapan dia mau main lagi. Saya sarankan saja kapan-kapan kalau main itu siang. Jangan malam apalagi malam minggu gini.

Bagaimana saya bisa berteman dengan seseorang yang mau jahat sama saya?

Oh ya pemirsa, Saya juga sisipkan kalimat di tengah-tengah obrolan kami, kalau saya sudah memiliki calon suami. Momentnya sangat pas tadi. Padmana bertanya 'pacarnya malam minggu nggak main May?'

Lantas saya jawab, 'Calon suami saya selalu kesini, tapi belum datang.' Kami menunggu Aa malam itu, tapi yang di tunggu tidak kunjung datang. Rupanya, saya baru tersadar sekarang. Aa sebenarnya datang tapi tidak menghampiri saya. Ia kembali pulang membawa segenap kekecewaan.

Fix, kami sedang salah paham.

Saya juga tersadar kalau kecewanya Aa itu adalah diam. Saya harus banyak belajar memahami, agar Saya dan Dia tidak terpisahkan oleh kesalah pahaman.

Saya mengambil HP dan mengetikkan sebuah pesan. Tapi saya hapus lagi, karena menurut saya tidak efisien kalau jika lewat pesan. Masalahnya seperti ada yang janggal jika lewat ketikan. Saya sedang berkomunikasi dengan dua orang yang berbeda

Btw, pesan Aa yang subuh itu sudah saya balas. Tapi belum ada balasan lagi darinya. Mungkin saja Aa tertidur karena baru pulang pagi. Dia sedang shift malam.

Nanti sore saya akan ke rumah Aa untuk meluruskan kesalahpahaman.

.

.

.

.

Bersambung...

Karena cerita menggunakan sudut pandang Maya, maka pembaca akan ter posisikan sama seperti Maya. Bingung, dan akan menerka-nerka apa yang terjadi. Zenun disini tidak bisa berbuat apa-apa karena konsisten tidak mau ganti POV. Misalnya POV nya Fais gitu apa yang dia alami. Jikalau cerita ini menggunakan point of view narator, udah pasti kalian tahu ini penyebabnya apa hehe. Zenun disini hanya mengawasi ceritanya Maya kekekekeke.

Kadang-kadang Zenun muncul untuk bernyanyi sebagai ungkapan yang terkandung dalam episode.

Terpopuler

Comments

Sena judifa

Sena judifa

oalah salah paham

2023-10-11

1

Maya●●●

Maya●●●

kayaknya padmana tertarik sama maya

2023-09-18

1

🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻

🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻

Hwaiting Kk
Fai cemburu nih
PaMud mampir

2023-08-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!