Tamara yang sudah menginjakkan kakinya di SMA dan bahkan dia satu sekolah dengan Ajeng. Ajeng yang selalu ingin menyingkirkan Tamara dari hidupnya. karena sejak Tamara berada di rumah nya dan bahkan Tamara sudah di anggap oleh dokter Rivan sebagai putrinya sendiri.
Tamara yang sudah berulang kali untuk izin keluar dari rumah tetapi dokter rivan tidak memperbolehkan Tamara untuk keluar.
"maaf om, Tamara bukannya ngak sayang sama keluarga om. justru Tamara sangat berterima kasih dan bersyukur karena masih ada orang baik yang membantu saya"
ucap Tamara yang mulai menahan air matanya.
dokter Rivan memegang pundak Tamara dengan lembut.
"nak Tamara, om sudah menganggap kamu seperti Ajeng. kamu tidak boleh ngomong seperti itu. kamu sudah om anggap putri om sendiri"
ucap dokter Rivan
Tamara yang melihat ketulusan hati dari Rivan kembali luluh. dia sebenarnya sangat bahagia karena masih dokter Rivan yang masih peduli dengan kehidupan Tamara.
"tapi om..."
ucap Tamara yang langsung di potong oleh Rivan
"apa gara gara istri dan putri saya makanya kamu ngak betah Tamara?"
tanya dokter Rivan tiba tiba hingga Tamara terkejut
"ngakkkkk. kok om. mereka itu baik sama om"
jawab Tamara meskipun sebenarnya Ririn dan Ajeng selalu menyiksa dan bahkan mempermalukan Tamara.
ketika Tamara ingin beranjak tiba tiba saja dokter Rivan memanggil Tamara.
"Tamara...."
panggil dokter Rivan kemudian Tamara menoleh kebelakang.
"Iyah om. ada apa?"
"kamu sudah lulus dari SMP. dan om rencananya ingin mendaftar kan kamu ke sekolah yang elit"
Tamara sangat bahagia tetapi di lain sisi dia merasa tidak pantas untuk mendapatkan itu semua.
tiba tiba saja Tamara tersenyum dengan lembut kepada dokter Rivan.
"ngak om. Tamara ngak pantas sekolah disana"
ucapnya.
"siapa bilang kamu ngak pantas Tamara"
tanya dokter Rivan yang berdiri dan tiba tiba saja Ajeng dan Ririn berada disana.
"Ajeng yang bilang tidak pantas pah"
sahut Ajeng dengan santainya.
dokter Rivan dan Tamara menoleh ke arah sumber dan ternyata itu adalah Ajeng.
"buat apa sih papa capek capek nyekolahin dia ke sekolah yang elit seperti itu. emang dia pantas pah. dia juga sebatang kara"
dengus Ajeng.
"tutup mulutmu ajeng. kamu tidak boleh berkata seperti itu kepada tamara"
"emng kenyataanya begitu kan pah. dia dibesarkan oleh papa, harusnya dia balas Budi kepada papa bukannya malah menyusahkan papa seperti ini"
ucapan demi ucapan dan bahkan Ajeng tidak segan segan mengucapkan kata kata yang membuat Tamara kembali teringat dengan masa lalunya.
dokter Rivan hampir tidak bisa mengontrol emosinya.
"ngak, ini keputusan papa dan tidak boleh di ganggu guat oleh siapapun sekalipun itu tamara. dan Tamara, kamu harus tetap sekolah di sana. karena kamu itu sangat pintar"
ucap dokter Rivan hingga membuat Ajeng tambah kesal.
"mas, sebenarnya Ajeng itu anak mas bukan sih! kenapa selalu anak pungut ini selalu mas yang bela. emang sebegitu berharga mas di matanya"
teriak Ririn dengan kesalnya karena suaminya selalu membela tamara.
dokter Rivan menghela nafasnya dengan panjang.
"saya ngak pernah membela tamara di depan kalian. memang tamara itu pintar dan bahkan dia selalu mendapat ranking di kelasnya. dan mas juga menganggap dia sebagai putri mas sendiri. Dan kamu Ririn harusnya kamu mengajari Ajeng seperti Tamara. jangan cuman happy doang kerjaannya"
jawab dokter Rivan.
Ajeng menghentakkan kakinya dan mengomel dengan keras sambil berkata kasar kepada Tamara.
"dasar anak pungut. ini semua gara gara Kamu. memang tidak tahu malu, harusnya kamu itu sadar di rumah ini siapa. kamu itu cuman anak pungut yang di kasihani oleh papa ku"
sungut Ajeng dengan mata melotot kepada Tamara.
Tamara hanya terdiam sambil meremas tangannya.
"tutup mulut mu Ajeng. papa ngak pernah mengajari kamu untuk menghina orang apalagi Tamara"
teriak dokter Rivan.
"om, udah om. Ajeng ngak salah harusnya Tamara memang harus sadar diri disini om. Tamara sangat sangat bersyukur karena keluarga om sangat baik kepada Tamara"
ucap Tamara yang masih menahan air matanya.
"ngak Tamara. kamu berhak untuk mendapatkan semuanya. dan om harap kamu tetap harus sekolah di sana..tidak ada pengecualian"
ucap dokter Rivan dan meninggalkan mereka di ruang tamu
Ajeng lagi lagi kesal dan mendekati Tamara dengan tatapan membunuh.
"kamu bisa menang untuk saat ini. tapi lihat aja nanti, saya ngak akan segan segan untuk mempermalukan kamu di sekolah atau di mana pun itu nantinya"
ucap ajeng setengah tertawa.
mereka pun meninggalkan Tamara sedangkan Tamara hanya merenungi nasib nya dan dia pun beranjak ke kamarnya.
dan sesampainya di kamar dia kembali menangis dan melihat lihat foto orangtuanya.
"mah, pah. gimna kabar kalian disana? apakah kalian bahagia. Tamara pengen di jemput oleh papa dan mama. Tamara sama sekali tidak kuat untuk menghadapi kehidupan yang pahit ini"
ucap Tamara sambil menangis memeluk foto orangtuanya tersebut.
dan tanpa tersadar Tamara tertidur karena kecapean.
dan seperti biasa Tamara sudah bangun terlebih dahulu dan dia langsung beres beres kedapur dan tidak lupa juga dia masak sebelum kelurga Rivan bangun.
dan sekitar setengah 6 , dokter Rivan, Ririn dan Ajeng bangun dan sudah melihat bahwa rumah nya sudah bersih dan bahkan di atas meja sudah tersedia sarapan.
"wahhh, kamu memang anak yang baik dan bahkan juga rajin Tamara. om sangat berterima kasih kepada kamu Tamara"
Tamara tersenyum karena pujian dari dokter Rivan sedangkan Ririn dan Ajeng mendengus kesal.
"hmm, pagi pagi sudah ada orang yang haus pujian"
ucap Ajeng sambil duduk tanpa ada rasa malunya dan sopannya
Tamara yang mendengar ucapan Ajeng membuat Tamara merasa sedih..dokter Rivan yang melihat Tamara kembali mengelus kepala Tamara.
"nak Tamara. kamu ngak usah peduliin omongan Ajeng yah. sekarang, kamu juga harus siap siap karena om sendiri yang akan mendaftarkan kalian berdua ke sekolah nantinya"
ucap dokter Rivan
Tamara pun kembali tersenyum dan mereka sarapan dan langsung ganti baju.
dan sekitar jam 7 pagi akhirnya dokter Rivan mengantar Tamara dan Ajeng ke sekolah elit tersebut.
Ajeng yang sama sekali tidak mau duduk bersampingan dengan Tamara dan dia pun duduk di depan bersama dengan papanya sedangkan Tamara berada di belakang.
dan sekitar 15 menitan mereka pun akhirnya sudah sampai di sekolah di mana sekolah itu sangat bagus dan luas hingga membuat tamara tersenyum dan sangat senang.
"hayo tamara, Ajeng"
ajak dokter Rivan.
dokter Rivan pun mengajak tamara dan Ajeng untuk ke ruangan supaya mendaftarkan mereka.
petugas yang melihat dokter Rivan yang merupakan teman dari dokter rivan.
"rivannnnn"
panggil Rian
"riannnn bukan"
ucap Rivan. mereka pun berpelukan karena mereka sudah lama tidak pernah bertemu.
"kamu gimana kabarnya. kamu sangat sukses sekarang"
ucap Rian.
Rivan hanya tersenyum.
"seperti yang kamu lihat saya baik baik saja. bagaimana dengan kamu"
"seperti yang kamu lihat juga"
jawab Rian hingga membuat mereka tertawa dengan bahagia.
Tamara yang melihat dokter Rivan tertawa membuat dia pun ikut bahagia sedangkan Ajeng sudah mulai kesal.
"pah,ayo dong pah. Ajeng udah mulai kesal nih pah"
ucap Ajeng.
"oh ini putri saja. ajeng"
ucap dokter Rivan kepada Rian
Ajeng yang merupakan anak yang manja dan tidak ada sopannya sama sekali
"putri kamu cantik Rivan"
puji Rian.
"hmm kalau yang itu, siapa?"
ucap Rian kembali yang melihat Tamara tersenyum
"oh kenalin saya tamara om"
sahut Tamara sambil menyalam tangan Rian.
"wahhh dia sangat cantik. dia juga putri kamu Rivan"
tanya Rian.
"yah bukan lah, cuman saya doang putri nya. dia cuman anak pungut"
sahut Ajeng yang tidak tahu malunya
"Ajeng, tutup mulut mu itu"
teriak dokter Rivan yang sudah mulai habis kesabaran melihat tingkah laku putrinya itu
"oh dia juga putri saya, Rian"
jawab dokter Rivan sambil mengedipkan matanya kepada Rian.
Rian pun mengerti kode yang di berikan oleh dokter Rivan dan tidak memperpanjang masalah tersebut
dan butuh waktu yang agak lama mereka mengonbrol dan akhirnya tamara dan Ajeng pun di daftarkan di sekolah tersebut atas bantuan dari Rian juga.
Tamara yang di tempatkan di kelas unggul sedangkan Ajeng berada di kelas biasa.
Ajeng yang tidak terima dan langsung saja menghina dan mempermalukan Tamara kembali dan bahkan dia juga dengan tidak tahu malunya berkata kasar kepada tamara di depan semua orang.
"dasar anak pungut kamu. tidak tahu malu. harusnya lho itu di kelas biasa kenpaa kamu malah di kelas unggulan. bukan cuman papa doang yang kamu kuasai sekarang di sekolah juga. harusnya kamu itu mati juga sama seperti orangtua kamu itu. atau jangan jangan kamu diajarin oleh kedua orangtua mu seperti ini"
teriak Ajeng. Tamara kembali meneteskan air matanya dan meremas roknya.
dokter Rivan yang sudah habis kesabaran akhirnya memegang tangan Ajeng untuk keluar dari sekolah itu yang disusul oleh Tamara.
"sekali lagi kamu ngomong seperti itu. papa ngak akan segan segan untuk mengeluarkan kamu dari sekolah ini. kamu memang tidak ada sopannya sama sekali ajeng. papa sama sekali ngak pernah ngajarin kamu seperti ini"
ucap dokter Rivan.
tetapi Ajeng hanya melotot kepada Tamara.
" ini semua gara gara anak pungut itu pah. andaikan dia tidak ada di rumah, Ajeng ngak bakalan seperti ini pah. papa bahkan lebih sayang kepada anak pungut itu dibanding anak kandung papa sendiri"
jawab Ajeng dengan sesegukan.
Tamara hanya diam sambil meneteskan air matanya.
dokter Rivan mendekati Tamara.
"Tamara, om minta maaf kepada kamu yah nak. ngak seharusnya kamu mendengar ucapan seperti ini dari anak om"
ucap dokter Rivan yang merasa dirinya telah gagal mengajari putrinya itu.
tetapi Tamara dengan kuatnya sambil tersenyum kepada dokter Rivan
"ngak om. om adalah ayah yang baik, ramah dan bertanggung jawab. Tamara sama sekali tidak mempermasalahkan apa pun yang dikatakan oleh Ajeng om"
sahut Tamara.
dokter Rivan pun terdiam mendengar jawaban dari Tamara.
"nak Tamara. kamu harus bisa bahagia suatu saat nanti. kamu tidak boleh pantang menyerah. om akan selalu ada untuk mu karena om sudah berjanji di depan kuburan orangtua mu kalau om akan selalu ada untuk tamara"
ucapnya.
Tamara pun tersenyum dengan lembut kepada dokter Rivan.
"kalau begitu kita kembali ke rumah. besok kamu harus siap siap lagi sekolah. Tamara harus bisa membuktikan kalau Tamara adalah orang yang bisa di andalkan dan orang pintar"
ucap dokter Rivan
"Iyah om, Tamara ngak akan buat om kecewa. tapi bisa ngak om tamara ke kekuburan papa dan mama dulu. Tamara sudah lumayan ngak pernah menjenguk mereka berdua"
ucap Tamara.
dokter Rivan pun mengangguk
"Iyah ngak apa apa kok nak. nih, nanti ongkos mu"
ucap dokter Rivan sambil memberikan uang kepada Tamara.
"terima kasih om tapi ini kebanyakan"
"ngak Tamara, ini juga sekalian sama beli bunga. nih ambil"
paksa dokter Rivan. dan akhirnya Tamara pun menerima orang tersebut meskipun Tamara sebenarnya punya uang karena dia juga rajin menabung.
"baik om, sekali lagi terima kasih om"
dokter Rivan dan Ajeng pun kembali ke rumah
sedangkan Tamara ingin sekali mengunjungi kuburan kedua orang tuanya.
karena sudah beberapa Minggu itu dia ngak pernah datnag lagi
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments