Bab 5 : bayar hutang

Pukul 11 malam, bagas pun menemui Qaisya yang ada di belakang, ia merasa kelelahan karena hanya sendiri bekerja malam ini, Celine sakit dan Qaisya sedang bersedih.

"Jadi gimana?" tanya Bagas.

"Ya terpaksa harus bayar, tapi. . . . " Qaisya terdiam.

"Gini, aku punya tabungan yang bisa kamu gunakan, cuma 10 juta, kamu bilang saja sama orang itu kalau kamu bayarnya per tahap, bagaimana?" Bagas memberikan ide.

"Emang dia mau? aku takut dia akan protes. Lagian sampai kapan aku harus lunasin hutang ke kamu." Ucap Qaisya yang frustasi.

"Masalah lunasin itu urusan belakangan, yang penting kamu ganti dulu ponsel orang itu." Ucap Bagas lagi.

"Coba sini aku lihat kartu nama orang itu." Ucap Bagas meminta kartu nama itu. Qaisya pun langsung memberikannya.

"Alva Geotara? seorang pengusaha?" Bagas sedikit kaget.

"Gimana nih." Ucap Qaisya lagi.

"Sudah, pokonya besok aku temanin kamu ke sini deh." Ucap Bagas ingin menemani Qaisya.

"Duh. . . makasi banyak ya." Ucap Qaisya sangat berterima kasih pada Bagas.

"Iya, sekarang kamu pulang, besok aku temenin ya." Ucap Bagas sambil tersenyum. Qaisya pun mengangguk.

_____________________

Pukul 4 sore, bagas menemani Qaisya ke rumah Alva, mereka mengendarai motor Bagas.

"Tadi kamu masuk sekolah?" tanya Bagas.

"Hah? ngomong apa kamu?" Qaisya tak mendengar perkataan Bagas.

"Tadi kamu masuk sekolah?" tanya Bagas lagi.

"Apa sih? coba ngomong yang kenceng, angin sama helm ni bikin aku tungkikk." Ucap Qaisya yang merasa kupingnya budek. Seketika Bagas pun langsung tertawa renyah, entah kenapa itu sangat lucu baginya.

"Tadi kamu ada masuk sekolah!!" Bagas berbicara sekuat mungkin. Qaisya pun langsung mencubit pinggang Bagas, qaisya kaget saat mendengar Bagas berbicara.

"Ih. . . kok di cubit sih?" Bagas protes.

"Jangan kenceng-kenceng, malu di dengar orang." Ucap Qaisya lagi.

"Tadi kamu bilang ngomong yang kenceng, sekarang gue malah di cubit, maunya apa sih." Ucap Bagas yang tetap fokus mengendarai motornya.

"Iya, tapi gak gitu juga kencengnya. Yang jelas gue sekolah, karena hari ini bukan hari minggu." Ucap Qaisya. Bagas pun hanya manggut-manggut aja.

Tak lama kemudian mereka pun sampai ke tempat tujuan, mereka sontak kaget melihat perumahan yang di sana cukup besar-besar. Bagas mematikan motornya di depan rumah yang cukup besar.

"Buset, ini alamatnya?" qaisya menelan saliva nya, melihat wajah pria itu saja Qaisya deg-degan, apalagi melihat rumah pria itu, sungguh Qaisya ingin menghilang dari muka bumi ini akibat malu.

"Iya ini, yuk kita tanya dulu sama satpamnya." Ucap Bagas yang langsung turun dari motornya. Qaisya pun hanya mengikuti langkah Bagas.

"Pak mau tanya ini rumah pak Alva Geotara?" tanya Bagas.

"Oh ya pak, ada apa ya?" tanya satpam itu balik.

"Pak Alva nya ada?" tanya Bagas.

"Ada, ini dengan siapa ya?" tanyanya.

"Saya Bagas dan ini teman saya Qaisya." Ucap Bagas. Satpam itu melihat mereka berdua dari atas hingga bawah, yang jelas satpam itu tak pernah melihat orang seperti itu datang ke rumah tuannya.

"Sebentar tunggu di sini ya." Ucap satpam itu. Qaisya dan Bagas pun mengangguk.

Jantung Qaisya berdetak lebih kencang dari biasanya, ia sangat takut jika harus bertatapan lagi dengan pria itu. Tak lama kemudian seorang pria yang tak asing lagi di mata Qaisya pun muncul, qaisya semakin deg-degan melihatnya.

"Ini mereka pak, apa ini tamu bapak?" tanya satpam itu pada Alva. Alva menatap datar ke arah Qaisya sedangkan Qaisya hanya bisa menunduk.

"Yang perempuan ini tamu ku, yang pria ini bukan." Ucap Alva dingin.

"Hmm. . . . sa. . . saya teman Qaisya pak." Ucap Bagas memperkenalkan diri.

"Saya tak peduli mau kamu teman atau siapanya, silahkan pergi dari sini. Saya tak ada urusan dengan anda." Ucap Alva dingin. Sontak Bagas dan Qaisya terkejut, bagas di usir secara halus, dengan terpaksa ia pun harus pergi dari sana. Qaisya sangat ketakutan, ia memberi kode kepada Bagas agar tidak pergi dari sana, tapi apa mau buat Bagas harus pergi dari sana.

"Siapa nama mu?" tanya Alva dingin setelah Bagas pergi dari sana.

"Qaisya Hinata." Ucap Qaisya pelan.

"Ikuti aku." Ucap Alva langsung berjalan menuju rumahnya. Dengan rasa yang takut Qaisya pun mengikuti langkah pria itu.

Saat masuk ke dalam rumah itu Qaisya merasa takjub, rumah yang sangat mewah sekali, tapi pria itu malah membawa Qaisya ke arah belakang, qaisya kaget saat melihat belakang rumah itu yang di penuhi bunga dan tanaman yang lain, jelas ini adalah selera Qaisya banget.

"Duduk lah." Ucap Alva sampai di sebuah pondok kecil yang ada di sana.

"Wah teman ini bagus sekali, ini sangat bagus." Ucap Qaisya yang sangat senang melihat taman mini itu, entah kenapa ketakutannya hilang saat melihat bunga-bunga yang ada di sana.

"Kamu ke sini harus membayar hutang bukan malah asik melihat taman ku." Ucap Alva dingin, ia tak ingin melihat ke arah Qaisya yang ada di sampingnya.

"Oh ya, maaf." Ucap Qaisya.

"Jadi, berapa saya harus membayar pak?" tanya Qaisya deg-degan.

"25 juta saja, itu sudah saya kurangi dari harga asli." Ucap Alva. Qaisya pun langsung melihat ke arah Alva dengan tatapan yang kaget.

"25 juta pak? dari mana saya bawa, saya masih anak SMA mana mungkin ada uang sebanyak itu." Qaisya berbicara sambil melihat pria itu. Alva pun langsung melihat ke arah Qaisya dengan tatapan yang datar.

"Dari mana kamu bawa uangnya? mana saya tau, saya tak peduli apa pun kamu harus bayar sekarang." Ucap Alva serius.

"Tapi. . . . saya hanya bawa uang 13 juta, itu juga minjam." Ucap Qaisya jujur. Alva hampir tertawa tapi ia menahan hal itu di hadapan Qaisya.

"Saya tak peduli mau kamu ngutang, mau jual tanah pun saya tak peduli." Ucap Alva lagi.

"Saya gak ada tanah pak, yang ada panci bolong di rumah saya, kalau pun di jual ke tukang barang bekas paling duitnya hanya 10 ribu." Ucap Qaisya dengan ekspresi yang menyedihkan. Lagi-lagi Alva menahan tawanya, entah kenapa itu sangat lucu baginya, gadis itu menceritakan panci bolong dengan ekspresi yang sangat menggemaskan bagi Alva.

"Saya tak peduli." Ucapnya lagi.

"Pak, bagaimana kalau saya bayarnya per tahap, saya bayar 13 juta dulu selebihnya akan saya usahakan." Ucap Qaisya memberikan solusi yang mudah untuk dia lakukan.

"Tidak, saya tidak mau." Ucap Alva tak melihat ke arah wanita itu.

"Is bapak ini kok tampan-tampan malah songong sih." Ucap Qaisya yang mulai kesal, antara takut dan kesal sudah bercampur menjadi satu.

Terima kasih udah mampir di novel author semoga ceritanya menarik perhatian teman teman ya 🤗

Jangan lupa untuk like vote dan komen ya biar author nya tambah semangat ni wkwkkwkw 🥴

Happy Reading

Episodes
Episodes

Updated 46 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!