"Tha, sumpah Azka belum punya pacar?" Tanya Bella antusias. Selain menyukai idol-idol K-pok. Bella juga menyukai Azka, bisa dibilang, Azka menjadi rotasi kehidupan dalam diri Bella. Gadis itu, menjadikan Azka sebagai panutan sekaligus laki-laki yang dia idam-idamkan untuk menjadi pasangan hidup. Pasangan hidup yang akan menemaninya hingga usia senja.
Aretha menatap Bella bosan. Ini bukan kali pertama sahabatnya itu menanyakan perihal status Azka. Bahkan Aretha sendiri tidak dapat menghitung sudah berapa kali, gadis di hadapannya ini menanyakan pertanyaan yang sama dan jawabannya tetap sama. Azka jomblo benar-benar jomblo. "Iya" jawab Aretha singkat.
"Gak percaya aku. Gak mungkin banget Azka jomblo. Bagaimana mungkin orang seganteng dan sesholeh Azka gak ada yang suka" ujar Bella masih dengan ketidak percayaannya.
"Ada kok yang suka, kamu misalnya" celetuk Sisil sembari melanjutkan acara makannya yang sedikit tertunda. Aretha berusaha menahan dirinya untuk tidak menertawakan Bella.
Bella berdecih tidak suka melihat tingkah kedua sahabatnya "nah kalian tahu. Tapi Tha, kamu emangnya gak suka sama Azka gitu?" Tanya Bella penasaran.
Aretha yang sedang melahap bakso miliknya pun, dibuat tersedak akan pertanyaan Bella, dia menatap Bella heran sekaligus tidak percaya. Bagaimana mungkin dia bisa menyukai orang seperti Azka "gak lah. Lagian aku sama Azka sudah berteman dari orok. Seperjuangan suka maupun duka. Gak mungkin saling menyukai sebagai lawan jenis" jawab Aretha dengan kepercayaan dirinya.
"Bohong banget. Antara perempuan dan laki-laki gak mungkin berteman, tanpa ada yang suka salah satunya" Sisil jelas meragukan pertemanan Aretha dan juga Azka, karena kedua sahabat itu sudah seperti sepasang kekasih yang dibungkusi ikatan pertemanan.
"Wah...wah..wah...kalian meragukan persahabatanku dengan Azka? Asal kalian tahu, aku bahkan sangat tahu aib dia yang gak orang-orang tahu, jadi gak mungkin saling suka"
"Seyakin itu? Emangnya kamu yakin kalau Azka berpikiran sama dengan kamu? Kamu yakin, Azka gak pernah suka sama kamu? Walaupun hanya sekali?" Tanya Sisil tidak percaya. Bukan maksud meragukan ucapan Aretha barusan. Sisil sangat tahu jika sahabatnya itu sangat menyukai laki-laki bernama Jovan. Namun, apakah benar kalau Azka tidak pernah menyukai Aretha. Walaupun hanya sekali?
Mereka hidup bersama-sama sedari kecil, bahkan sekarang mereka hidup berdua tanpa pengawasan orang dewasa. Walaupun mereka tinggal dirumah yang berbeda, tapi tetap saja. Gak mungkin Azka ataupun Aretha tidak saling suka. Mau dikatakan bagaimanapun, mereka tetap lawan jenis yang tidak memiliki hubungan darah apapun.
Masih teringat jelas di benaknya kejadian satu bulan yang lalu. Ketika Aretha pingsan di lapangan upacara. Bagaimana wajah khawatir Azka sangat mendominasi saat laki-laki itu membopong Aretha menuju UKS. Azka yang tiba-tiba berlari ke barisan kelas 11 IPA 1 dengan wajah penuh khawatir, mampu menarik perhatian seorang Sisil. Mata khawatir Azka saat itu, membuat Sisil ragu jika salah satu diantara keduanya tidak ada yang mencintai salah satunya.
Bukankah wanita dan laki-laki tidak pernah bisa berteman? Pasti salah satu diantara keduanya memiliki rasa cinta walau hanya sedikit. Namun, fakta jika mereka bersahabat, membuatnya tidak bisa menyatakan perasaannya. Menyembunyikan perasaannya seakan menjadi opsi terbaik, untuk kelangsungan pertemanan mereka. Karena mereka takut kehilangan salah satunya, alasan yang cukup klise namun sangat nyata terjadi.
"Gak mungkin sih. Kalian kan tahu kalau perempuan idaman Azka perempuan yang sholehah, taat dalam beribadah. Lah aku? Jilbab aja kadang masih copot pake. Sholat aja kadang masih bolong-bolong"
"Bener banget. Gak mungkin Azka yang sesholeh itu, mau sama kamu yang seperti ini. Gak mungkin" ucap Bella menyetujui ucapan Aretha.
"Nah bener. Azka gak mungkin mau masuk neraka hanya karena aku" ujar Aretha dengan tidak tahu malunya. Padahal orang lain akan merasa marah jika disebutkan kejelekkannya, tapi Aretha justru merasa bangga dengan kesalahannya.
"Tapi Tha, aku sangat penasaran dengan persahabatan kalian. Azka yang aku tahu adalah laki-laki yang sangat rajin beribadah, dia juga tidak pernah mau bersentuhan dengan perempuan manapun, bahkan guru wanita sekalipun. Tapi dengan kamu, dia bahkan tidak segan untuk memeluk kamu ditempat umum sekalipun. Bukankah itu sangat kontras? Padahal kalian hanya sahabat kecil yang tidak memiliki hubungan darah sedikitpun" tanya Sisil heran. Meluapkan seluruh pertanyaan yang selalu berkecambuk didalam pikirannya selama ini.
Aretha terdiam mendengar semua penuturan Sisil. Sedekat itu dirinya dengan Azka, hingga dia sendiri tidak dapat menyadari segala sikap acuh Azka terhadap orang lain. Aretha seakan lupa bahwa Azka yang orang-orang kenal adalah Azka yang sangat sholeh. Azka yang sangat dingin terhadap wanita.
Sedangkan Azka yang dia kenal justru sebaliknya. Azka yang selalu bersikap ramah. Azka yang tanpa segan memeluknya ketika merasa sedih. Mengenal Azka yang seperti itu, membuatnya tidak dapat menyadari semua poin penting tersebut. Namun, sekeras apapun Aretha mencari jawabannya. Jawaban apapun tidak mampu dia temukan.
Benar dengan apa yang diucapkan Sisil, sikap Azka sangat-sangat kontras. Entah alasan seperti apa yang dimiliki oleh sahabatnya itu. Tapi yang pasti, Aretha merasa sangat bersyukur karena Azka selalu menemaninya kala dia meembutuhkan tempat untuk bersandar.
*****
"Ngapain ngelamun?" Tanya Azka sembari menepuk pundak Aretha.
"Eh- Azka" ujar Aretha sembari tersenyum lebar.
Azka berjalan menuju sepeda motor nya yang terparkir rapi di parkiran sekolah. Bersamaan dengan Aretha yang mengekori nya dari belakang.
"Ngapain diem aja? Naik" Titahnya. Dia tidak mengerti kenapa gadis dihadapannya ini terus saja berdiri disampingnya, tanpa berniat naik ke atas motornya.
"Ka, gini..." Aretha merasa ragu untuk meminta ijin tentang hal ini kepada Azka. Karena Aretha tahu kalau Azka sangat overprotektif terhadap dirinya, jadi dia cukup takut untuk meminta ijin
"Apa?" Tanya Azka penasaran.
"Tadi Jovan ngajak pulang bareng, gak papa kan?"
Azka terdiam sejenak mendengar penuturan Aretha. Kepalanya seketika terasa bleeng. Selama ini, tidak pernah sekalipun Aretha meminta ijin untuk pulang dengan lelaki lain, selalu Azka yang mengantar jemput gadis tersebut, karena memang itu peraturannya. Jadi membutuhkan waktu yang cukup lama baginya untuk mencerna segala ucapan Aretha yang meminta ijin untuk pulang dengan laki-laki lain untuk pertama kalinya.
"Ka?" panggil Aretha karena Azka tidak kunjung menjawab ucapannya.
"Oke. Aku ngerti. Jadi kamu akan pulang bareng dengan Jovan?" Tanya Azka dan dengan cepat Aretha menganggukkan kepalanya.
Azka terkekeh melihat tingkah Aretha. "Baiklah. Tapi jangan pulang kemaleman" pesan Azka.
"Siap kapten" kata Aretha senang sembari memberi tanda hormat. Azka mendadak gemas sendiri dengan tingkah Aretha. Bukankah dia pernah mengatakan kalau Aretha yang marah-marah dan Aretha yang penurut adalah satu kesatuan yang harus diabadikan dan dijaga? Tanpa terasa tangan Azka terulur mengusap puncak kepala Aretha yang tertutup jilbab karena saking gemasnya.
Azka berharap, semoga Aretha akan senantiasa hidup dengan kebahagiaan seperti saat ini. Tidak ada yang jauh lebih membahagiakan, selain melihat adik kita sendiri tersenyum dengan bahagianya. Bagi Azka, Aretha sudah seperti adik kandungnya sendiri, yang akan senantiasa dia jaga hingga maut menjemputnya.
Tanpa keduanya sadari, seseorang menyaksikan interaksi keduanya dengan ekspresi yang sulit diartikan, dengan perlahan dia berjalan kearah keduanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments