Langkah kaki Jovan terhenti tatkala retina matanya tidak sengaja melihat pemandangan romantis dari dua sejoli. Dimana, sebuah tangan kekar bergerak mengusap puncak kepala seorang gadis dengan penuh kasih sayang. Walaupun ini bukan kali pertama dirinya melihat pemandangan seperti itu, tapi jujur saja dia masih belum bisa terbiasa dibuatnya. Selalu ada perasaan nyeri dalam hatinya, ketika melihat dua sahabat itu berinteraksi. Entahlah, dia sendiri tidak bisa menjelaskannya.
Walaupun Jovan sangat tahu kalau Aretha dan Azka sudah bersahabat sedari lama, walaupun dia tahu kalau Aretha bukan siapa-siapa baginya. Tapi, rasa cemburu dalam hatinya semakin lama, semakin membuncah. Tidak bohong jika dia merasa cemburu dengan hubungan keduanya, dia bahkan sangat cemburu. Interaksi Azka dengan Aretha memang mampu membuat siapa saja cemburu sekaligus iri, kedua sahabat itu memiliki popularitas yang cukup terkenal di sekolah ini. Jadi, banyak orang yang iri dengan keakraban mereka. Dan Jovan juga menyetujui semua pendapat itu.
"Woy" sapanya. Kedua insan tersebut akhirnya menghentikan obrolannya dan menatap orang yang baru saja menyapa mereka.
"Woy bro" sapa Azka balik. Keduanya melakukan tos ala laki-laki, tidak ada rasa canggung diantara mereka karena memang, mereka sudah berteman cukup lama.
"Bolehkan Aretha pulang bareng gue?" Izin nya kepada Azka.
"Boleh sih, tapi lo berani bayar berapa Van?" Tanya Azka menantang.
Aretha yang mendengar hal tersebut, repleks memukul perut Azka yang mampu membuat laki-laki tersebut mengaduh kesakitan "Azka!!" peringat Aretha kesal.
"Heheh, bercanda kali Tha...." ujar Azka dengan tangan yang masih bertengger pada perutnya yang baru saja dipukul oleh Aretha "boleh kok, jangan lupa pulangnya jangan kemaleman" pesan Azka kepada Jovan. Dan Jovan menganggukkan kepalanya setuju.
"Siap"
Akhirnya Aretha dan Jovan berjalan menuju tempat dimana mobil laki-laki itu di parkirkan, tidak jauh dengan tempat ketiganya berdiri sebelumnya. Sebelum masuk ke dalam mobil, Aretha menyempatkan diri untuk melambaikan tangannya kepada Azka dan dibalas lambaian tangan juga oleh sahabatnya itu.
Ini kali pertama, Jovan dan Aretha duduk bersebelahan didalam mobil tanpa siapapun. Sebelumnya bahkan mereka tidak pernah berinteraksi, mereka kerap kali saling menghindar dan menjauh. Namun, Jovan sadar akan satu hal, walaupun dia tahu dan mengakui bahwa tidak akan pernah ada harapan dalam cintanya, walaupun dia mengetahui semua itu. Tapi, Jovan sangat berharap besar.
Dia berharap, walaupun dirinya bukan orang yang baik, walaupun dirinya memiliki perbedaan yang sangat-sangat berbeda dengan Aretha, tapi pasti ada celah. Pasti ada celah baginya dan Aretha untuk bisa bersama. Bukankah perbedaan bisa memenuhi kekurangan setiap orang? Bukankah seperti itu?
Walaupun Jovan sadar bahwa menyerah adalah solusi terbaik supaya dia tidak terluka. Namun dia tidak mau itu, dia tidak mau menyerah sebelum berusaha berjuang. Setidaknya, jika suatu saat nanti dia benar-benar terluka dengan keputusan yang dia ambil saat ini, dia tidak akan merasa penasaran ataupun menyesal.
"Tha?" Panggilnya dengan pandangan yang masih fokus kearah depan, menatap jalanan sekaligus mobil-mobil dihadapannya.
"Iya?" Jawab Aretha, dia mengalihkan pandangannya menjadi menatap kearah Jovan.
"Tentang Azka, kalian hanya sahabat atau lebih?"
Aretha spontan terdiam mendengar pertanyaan Jovan. Kenapa orang-orang selalu menanyakan kepastian hubungannya dengan Azka? Kenapa mereka tidak pernah percaya saat dia bilang kalau Azka hanya sahabatnya, tidak lebih. Bahkan Aretha telah menganggap Azka sebagai kakaknya sendiri.
"Sahabat. Memangnya kenapa?"
"Enggak, soalnya Azka--"
"Jangan bilang kalau kamu percaya dengan bercandaannya Azka? Azka gak suka sama aku, dia hanya bercanda" potong Aretha cepat, dia berusaha sebisa mungkin menjelaskan bercandaan Azka beberapa hari yang lalu. Karena Aretha tidak ingin Jovan salah paham mengenai hubungannya dengan Azka. Dan jangan lupakan kalau pria yang berada di hadapannya saat ini, adalah laki-laki yang sangat dia cintai.
Sebuah gelak tawa mampu mengejutkan Aretha. dia menatap Jovan heran. Kenapa pula Jovan tertawa sampai terbahak seperti itu? Apakah ada yang salah dengan ucapannya barusan?
"Kenapa?" Tanya Aretha bingung.
Jovan menghentikan tawanya dan menatap Aretha dengan senyuman, yang mampu menggetarkan iman siapapun yang melihatnya "hahah, enggak. Aku hanya bercanda. Lagian Azka sudah menjelaskan semuanya" ujar Jovan dengan diselingi sedikit tawa dalam setiap kalimatnya.
"Alhamdulillah" kata Aretha merasa bersyukur karena Jovan tidak salah paham akan hubungannya dengan Azka.
"Hah apa?" Tanya Jovan. Pemud itu tidak dapat mendengar apa yang baru saja Aretha ucapkan, karena saking pelannya suara Aretha, bahkan dibandingkan berbicara, suara Aretha barusan terkesan seperti bisikan.
"Eh enggak"
Dengan arahan dari Aretha, akhirnya keduanya sampai di depan rumah gadis tersebut. Sebenarnya Aretha sedikit kecewa, dia pikir Jovan akan mengajaknya kesuatu tempat terlebih dahulu. Tapi ternyata laki-laki itu malah langsung membawanya pulang kerumah. Namun harus bagaimana lagi, dirinya dan Jovan tidak memiliki hubungan apa-apa. Jadi, apa yang dia harapkan dari laki-laki yang bahkan baru mengenalnya. Jadi pulang bareng saja sudah menjadi keberuntungan besar baginya.
"Makasih" ujar Aretha berterima kasih. Pergerakan tangan Aretha yang semula hendak membuka pintu, kini tertahan dikarenakan Jovan yang mencekal tangannya. Aretha menatap Jovan heran. Kenapa dengan pria dihadapannya ini? Apakah dia hendak menahan dirinya untuk tidak langsung turun? Apakah mungkin ada hal penting yang akan pria itu bicarakan dengannya? Ataukah, apakah pemuda itu akan mengakui perasaannya, bahwa dia menyukai nya juga? Aretha seketika menepis pemikiran terakhirnya. Konyol sekali, kenapa otaknya bisa sehalu itu, apakah karena dia sudah terlalu lama menjomblo? Hingga tidak tahan dengan rayuan-rayuan kecil.
"Kenapa?" Tanya Aretha karena Jovan tidak kunjung mengeluarkan kalimat sepatah kata pun.
"Nanti malam kamu ada waktu?" Tanya Jovan
"Ada, memangnya kenapa?"
"kalau gitu, nanti malam aku jemput"
"Hah? Gimana?" Tanya Aretha tidak mengerti.
"Nanti malam aku jemput. Kita jalan yah. Bisa?"
"Emm, oke" ujar Aretha mengiyakan
"Jam berapa?" Tanya Aretha setelahnya.
"Setengah 8" jawab Jovan.
"Kenapa harus jam setengah 8? Bukannya itu terlalu malam?" Tanya Aretha lagi.
Aretha sendiri jarang sekali keluar malam. Kalaupun keluar malam pasti ditemani oleh Azka, jadi jam setengah 8 sudah terlalu malam dan terlalu singkat. Karena pasti Azka akan menyuruhnya pulang cepat-cepat.
"Supaya kamu bisa sholat isya dulu"
"Baiklah" Akhirnya Aretha mengiyakan ucapan Jovan dan langsung turun dari mobil laki-laki tersebut, setelah dia melepaskan genggaman tangannya.
Uwahhhhhhh....rasanya Aretha ingin sekali berteriak dan melompat-lompat karena saking senangnya. Namun, dia mengurungkan pikiran tersebut, bisa-bisa tingkah anehnya itu akan merusak image nya di hadapan Jovan.
Setelah mobil yang dikendarai oleh Jovan menghilang di tikungan, dengan langkah sedikit tergesa-gesa, Aretha berlari masuk kedalam rumah. Lebih tepatnya rumah Azka sahabatnya.
"Azka!!" Teriaknya sembari membuka pintu, saking tidak sopannya, dia bahkan tidak mengetuk terlebih dahulu pintu rumah tersebut.
"Kenapa?" Tanya Azka panik, pemuda itu berlari keluar dari kamarnya dan menghampiri Aretha yang sedang berdiri di depan pintu.
"Ada apa?" Tanyanya lagi.
"Tolongin aku"
Mendengar penuturan tersebut, membuat Azka menjadi panik. "Ada apa? Jovan nyakitin kamu?".
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments