Pesta resepsi berlangsung hingga pukul sepuluh malam, para tamu undangan juga sudah membubarkan diri dari hotel untuk pulang.
Kedua pengantin kini beranjak menuju kamar hotel yang sudah di siapkan sesuai permintaan Barra, kamar tersebut sudah di hias sedemikian rupa ala kamar pengantin baru.
Raqilla di paksa untuk satu kamar dengan sang suami karena awalnya ia berniat tidur di kamar berbeda dengan Barra, tetapi Aron mendesaknya sehingga Raqilla menyetujui nya dengan terpaksa.
Di dalam kamar, gadis yang sudah berganti sebutan dengan wanita itu duduk di sofa, melepas perhiasan di kepala kemudian lanjut menghapus make up di wajahnya.
Barra baru saja keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada dan handuk yang melilit di pinggangnya, pria itu mendekati sang istri yang masih asik dengan kegiatannya.
"Ekhem," Barra berdiri tepat di samping Raqilla.
Raqilla meliriknya dan terkejut melihat pemandangan di hadapannya, dengan cepat ia menutup wajah menggunakan tangannya.
"Akh! Kenapa tidak pakai baju?" teriaknya terasa memekikkan telinga.
Barra menutup kedua telinganya mendengar teriakan sang istri. "kenapa kamu berteriak?"
"I-itu kenapa bajunya tidak di pakai?"
"Memang kenapa?aku baru selesai mandi, sayang," balas Barra dengan suara lembut.
Raqilla merinding mendengar sebutan tersebut.
"Sana pakai baju dulu," suruh Raqilla.
Barra diam tak bergeming, ia tersenyum miring bermaksud menggoda sang istri.
"Ini bukannya malam pertama kita?"
Raqilla diam mendengarnya, ia jadi takut sendiri.
"Aku belum pakai baju agar lebih mudah." Barra berucap seraya mendekatkan tubuhnya kepada Raqilla.
Merasa ada menyentuh kakinya, Raqilla langsung membuka mata dan melotot melihat Barra dengan jarak yang begitu dekat.
"ish dasar! mundur."
Barra tak bergeming, pria bernetra hitam itu mencondongkan tubuhnya.
"Mau apa, hah?jangan macam-macam!" ancam Raqilla.
Barra tidak mendengar dan terus mencondongkan tubuhnya, tubuh Raqilla perlahan menyender ke sofa. Gadis itu menahan Barra dengan menekan dada bidang pria itu.
"Ngapain sih?"
Barra dengan wajah menyebalkan di mata Raqilla menyeringai. "mau kamu," jawabnya dengan suara berat.
"Saya sudah bilang yah, jangan macam-macam!" tegas Raqilla.
"Macam-macam dengan istri sendiri tidak masalah bukan?" Barra semakin gencar menggoda sang istri.
Dengan nafas memburu karena kesal, Raqilla memukul kepala Barra membuat sang empunya meringis dan reflek berdiri. Melihat kesempatan itu, dengan cepat Raqilla bangkit dan menjauh dari Barra.
"Saya peringatkan, jangan dekat-dekat atau saya laporkan Anda!" ancam Raqilla.
Barra masih mengusap kepala nya. "Laporkan apa?laporkan kalau suamimu sendiri hendak menyentuhmu, iya?"
"Lalu kamu akan merasa malu dengan laporan mu sendiri." Barra mengejek.
Raqilla diam dengan wajah cemberutnya. "pokoknya jangan dekat-dekat!"
Raqilla memilih masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang terasa berkeringat.
Barra tersenyum manis melihat tingkah sang istri yang terlihat menggemaskan, pria jangkung itu membuka tas nya mengambil kaus polos berwarna putih dan langsung memakainya.
Di sisi Raqilla, wanita itu kesulitan membuka gaun pengantin nya, resletingnya terletak di belakang dan ia kesulitan menggapainya.
"Ribet banget ini!" gerutunya sebal.
Tangannya terus berusaha menggapai resleting. Namun, tetap tidak bisa. Ia berpikir sejenak, apa harus meminta tolong pada pria yang sudah jadi suaminya itu.
"Nanti dia curi-curi kesempatan lagi," ucapnya lalu kembali berusaha.
Hasilnya masih sama ia kesulitan, dengan terpaksa Raqilla meminta bantuan Barra. Wanita itu menyembulkan sedikit kepalanya, mencari sosok Barra dan menemukannya sedang menyisir rambut.
"Sstt," panggilnya.
Barra menghentikan aktivitas nya dan membalikan badan, melihat ada sang istri yang terlihat wajahnya saja.
"Hei!" panggil Raqilla agak keras.
"Ada apa?"
Raqilla menunduk sebentar lalu kembali mendongak. "Sa-saya mau minta tolong," cicitnya pelan
"Apa?" Barra mendekat karena tidak bisa mendengar dengan jelas.
"Hih, tolongin."
"Tolong apa?" tanya Barra lembut.
Raqilla ragu untuk mengatakan, tetapi ia juga tidak bisa terus memakai gaun ini yang terasa panas di tubuhnya.
"Saya kesulitan membuka resleting gaun ini, jadi tolong bantu buka," pinta nya cepat sekali.
Barra mendengar nya, tetapi jiwa jahil nya muncul melihat wajah gemas sang istri.
"Apa, aku tidak mendengar?" tanya nya mendekatkan telinganya kepada Raqilla.
"Tolong bukakan resleting gaunku,"
"Aku tidak mendengar, Istriku. Katakan lebih keras." Dengan sekuat tenaga Barra menahan tawa melihat wajah kesal sang istri.
"TOLONG BUKAKAN GAUNKU!" teriak Raqilla.
Barra menutup telinganya karena suara Raqilla begitu keras.
"Tidak perlu berteriak, nanti mengganggu tamu lain," cetus Barra.
"Tadi minta katakan dengan keras,"
Barra tertawa kecil. "baiklah, kemari aku bantu,"
"Kenapa diam saja? katanya mau di bukain gaunnya," ucap Barra melihat sang istri yang masih bersembunyi di balik pintu kamar mandi.
Raqilla mengangguk kecil, dengan pelan ia membuka pintu kamar mandi membiarkan Barra masuk.
Raqilla membalikkan tubuh dan tangan Barra mulai menyentuh ujung resleting gaun Raqilla. Dengan perlahan resleting tersebut turun kebawah hingga bagian belakang nya terbuka, punggung putih Raqilla mulai terlihat oleh mata telanjang Barra.
Raqilla tersentak saat ada yang mengusap punggungnya dan itu adalah tangan Barra.
"Ngapain?" tanya Raqilla.
Wanita itu menjauh dari Barra dengan tatapan waspada.
"Kenapa?apa aku tidak boleh menyentuh tubuh istriku sendiri?" tanya balik Barra santai.
"Jangan berani-berani! Sana pergi." Raqilla mendorong tubuh Barra keluar lalu menutup pintunya dengan keras.
...
Beberapa menit berlalu, Raqilla keluar dengan tubuh yang terasa segar, ia sudah mengenakan baju yang tadi ia bawa masuk ke dalam kamar mandi.
Raqilla mengedarkan pandangan tidak melihat sosok Barra, tetapi ia tidak peduli. Justru ia merasa senang karena pria itu tidak ada.
Raqilla perlahan naik ke atas tempat tidur dan mulai berbaring menutup tubuhnya dengan selimut berniat tidur. Namun, sebelum itu, Barra masuk tiba-tiba membuatnya tidak jadi menutup mata.
"Sudah mau tidur?" tanya Barra mendekati tempat tidur.
Raqilla masih diam dengan tatapan waspada melihat pergerakan sang suami.
"Kalau begitu kita tidur." Barra ikut membaringkan tubuhnya di samping Raqilla dan berniat memeluk tubuh sang istri.
Melihat itu, Raqilla reflek mendorong tubuh Barra membuat pria itu terjatuh.
Brak.
"Maaf, Anda tidak boleh tidur di sini," tutur Raqilla. "di sofa sana."
Barra mengusap tangan kirinya yang terasa sakit, menatap sang istri dengan tatapan jengah.
"Kenapa?"
"Pokoknya tidak boleh! Jangan dekat-dekat."
"Kamu ini kenapa?sejak tadi selalu memintaku jangan dekat denganmu. Kita ini suami istri," papar Barra menjelaskan.
"Bahkan seharusnya ini jadi malam pertama kita," tambahnya.
Raqilla melebarkan mata. "Tidak! jangan sebut itu, ini bukan malam pertama!"
Barra kembali naik ke atas tempat tidur mencoba mendekati Raqilla, wanita itu melebarkan matanya melihat Barra.
"Jangan mendekat aku bilang!" Raqilla tersudut saat Barra dengan gerakan cepat mengukungnya.
Barra mendekatkan wajahnya membuat Raqilla gugup karena jarak keduanya hanya beberapa senti saja.
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments