Happy Reading...
"Melepaskanmu? Bukankah ini yang kau mau? Datang untuk membuatku marah lalu melakukan ini padamu" tersenyum miring.
Rihanna menggeleng mencoba melepaskan cengkraman di lehernya. Wajahnya memerah karena kesulitan bernafas. Rasanya sakit dan berharap siapapun datang menolongnya. Ia sudah tidak tahan. Cengkramannya terlalu kuat.
"Kau sedang melihat siapa?" Calya bertanya dengan nada mencemooh saat Rihanna melirik ke arah pintu yang terbuka. "Seseorang untuk menyelamatkanmu? itu tidak mungkin, Semua orang sudah tidur. Sekalipun aku melenyapkanmu orang-orang tidak akan tau" Seringai kejam membentuk bibirnya.
Itu membuat Rihanna melotot ketakutan. Tangannya berusaha memukul tangan Calya agar melepaskannya. Sungguh nafas serasa ingin habis ditambah ketakutan melihat bagaimana mengerikannya sosok gadis di depannya. Bagaimana jika Ia beneran dihabisi. Melihat sorot mata yang terlihat seperti iblis kematian untuknya.
"Kkuu-moh-hon lepp-paskan ak-ku!" Cairan bening akhirnya mengalir dari pelupuk matanya. Memohon dengan tubuh gemetar. Tidak peduli dengan harga dirinya lagi. Yang utama adalah keselamatannya. Menunggu orang untuk menyelamatkannya tidak akan sempat. Keburu dirinya mati karena kehabisan nafas. Di tambah hanya dia dan Calya yang memiliki kamar di sini, sisanya ada dibawah. pasti tidak akan ada yang menyadari Ia datang ke kamar ini.
Calya terkekeh. Terdengar seperti melodi yang mencekam dalam sunyi. Cengkramannya melemah tapi bukan melepaskan. Tangannya masih berada di perpotongan leher itu. Namun itu sudah memberikan kelonggaran bagi Rihanna. Ia masih bisa bernafas, meraup oksigen dengan rakus.
"Bernafaslah yang banyak! Buat pasokan nafas agar kau dapat bertahan lama nantinya!" masih dengan senyum jahatnya.
Pernafasan belum normal dan Rihanna masih tersengal. Tapi perkataan Calya kembali menghujamnya. Tubuhnya bergetar memberikan reaksi alami. Sangat tau jika bahaya mengancam.
"Kenapa? takut. Hey dimana keberanianmu saat menghina ibuku tadi?" Rihanna tak henti menggelengkan kepala dengan air mata terus mengalir saat merasakan usapan lembut pada kulit lehernya.
Calya mendengus bosan. Merasa tidak tertarik lagi, Rihanna terlihat ingin pingsan karena ketakutan. Padahal permainannya belum seberapa. "Sekarang kembali ke kamarmu! Jangan pernah beri tahu siapapun tentang hal ini. Jika kau tidak patuh maka tangan ini tak akan segan lagi" Dingin. Menekan kembali tangannya namun tidak terlalu kuat. Cukup memberikan peringatan bagi Rihanna untuk tidak main-main padanya.
Hanya anggukan kepala berulang yang bisa Rihanna lakukan. Menjawab dengan kata rasanya sangat sulit. Lidahnya terasa kelu dengan tenggorokan yang masih merasa tercekik.
"Pergilah!"
Detik saat perkataan itu selesai maka detik itu pula Rihanna kabur melepaskan diri. Menghempaskan tangan kejam itu dari lehernya dan bergegas keluar dari kamar. Memaksa kakinya menjauh darisana meski bergetar karena takut yang belum hilang.
Melihat hal itu, Calya hanya menatap dingin. Mencibir kenekatan Rihanna untuk menemuinya seorang diri. Menganggap dirinya paling hebat hingga berani mengganggunya. Padahal hanyalah seorang gadis manja yang hanya bisa bersembunyi dibalik ketiak ibunya.
Di tempat Rihnna. Pintu kamar ditutup dengan suara keras. dilanjutkan dengan tubuhnya yang merosot. Kakinya benar-benar lemas hingga tidak bisa menopang sempurna keseimbangannya. Kedua tangannya sudah bergerak sendiri memegang leher yang baru saja dicekik. Bayang-bayang kejadian tadi masih berkeliaran dikepalanya. Rasa sakit dan kesulitan bernafas masih membekas menggerogoti tenggerokannya.
"Calya, gadis bodoh itu ternyata tidak mudah! Ia berani mencekikku hingga hampir kehabisan nafas! Auranya juga sangat menakutkan, bahkan tubuhku bergetar karena ketakutan!" Merinding seperti melihat hantu.
"Tapi aku tidak akan membiarkannya begitu saja! Aku tidak mudah mengalah. Masih ada mama dan nenek yang akan membantu ku!" Walau sudah mengakui tapi kebenciannya tidak bisa hilang hanya karena kejadian hari ini.
"Tapi bagaimana caraku memberitahu semuanya jika Calya sudah melakukan hal buruk padaku. Ancamannya itu terus menghantui pikiranku!" Frustasi. Semakin diingat, semakin Ia ketakutan melihat kejamnya Calya. Ingin rasanya Ia berlari ke bawah untuk berteriak memberitahu semuanya. Tapi apa Ia bisa?
Arrgghh!
Sudahlah lebih baik Ia tidur saja. Lupakan hari ini. Mungkin jika Ia tidur ketakutannya juga pasti akan menghilang dengan sendirinya. Untuk masalah Calya, biarkan hari ini orangnya berpuas dulu. Masih banyak waktu untuk membalasnya.
Itulah yang Rihanna tanamkan pada pikirannya. Tidak merasa jera dan masih memikirkan renacana lain. Ia lebih memilih untuk tidur. Membaringkan tubuhnya berusaha untuk terpejam.
Namun saat malam semakin larut, Ia belum juga terlelap. Mudah saja Rihanna tutup mata tapi tidak bisa tidur sepenuhnya. Pikirannya masih berkelana seperti kuda berlarian kesana kemari. Dan ini semua disebabkan oleh Calya. Apa yang terjadi hari ini mengguncang dirinya. Hingga tidurpun terasa sulit. Karena baru pertama kalinya ada orang yang menyakitinya dan itupun lehernya yang langsung jadi sasaran sampai hampir kehabisan nafas. Bukankah itu kejam untuk dirinya?
***
Jarum jam terus berpindah, tak terasa waktu menunjukkan pukul 7 pagi. Gelapnya malam sudah memudar tergantikan dengan cahaya terang sinar mentari pagi. Masih di kediaman Lawson, di lantai tiga. Terdapat dua kamar yang terbuka bersaman, memunculkan dua kepala yang berbeda. Satunya tenang dengan poker face dan satunya malah tegang dengan sedikit takut.
Berasa dirinya dikejar, Rihanna mempercepat langkahnya. Jika tidak mengalami kejadian tadi malam, mungkin ia akan mengeluarkan caci maki ketika melihat saudara yang tak di akuinya. Namun yang bisa Ia lakukan saat ini mencoba menghindar untuk sementara. Sampai rasa takutnya musnah dan keberaniannya kembali.
Calya yang berjalan santai dibelakang, mendengus. Sepertinya perbuatannya tadi malam sangat berefek, itulah pikirnya. Melihat Rihanna yang masih ketakutan hingga tidak berani bertatap muka dengannya. Bagaimana jika Ia melakukan hal yang lebih dari itu? Mungkin saja Rihanna tidak berani keluar kamar. Heh, dasar lemah. Permainan sebenarnya akan lebih kejam lagi maka bersiaplah. Seringai licik kemudian muncul dengan tatapan lurus menatap punggung mungil yang terlihat tegang.
Di ruang makan.
"Anna kau sudah bangun sayang. Loh ada apa ini? Kenapa mukamu pucat sekali. Apa kau sakit? Kau tidur nyenyak kan tadi malam?" Baru datang Rihanna sudah mendapat pertanyaan bertubi-tubi dari mamanya. Kebetulan Rose sudah ada di meja makan lebih dulu. Ia memperhatikan wajah Rihanna yang pucat dengan khawatir.
Mendengar kata tadi malam, Rihanna semakin tegang. "Mmm.." Bergumam untuk merangkai kata-kata yang tepat sambil melirik Calya yang terlihat tenang di kursinya. Sial, Bagimana gadis miskin itu terlihat tidak bersalah sedikitpun sedangkan dirinya tidak bisa tidur semalam suntuk, kesalnya dalam hati.
"Anna"
Rihanna terperanjat kaget dan beralih menatap mamanya, "Eh itu ma..tadi malam Anna kerjain tugas sampai begadang. Mungkin itu sebabnya muka Anna jadi pucat. Selain itu Anna juga ga pakek lipstik" Alasan yang logis membuat Rose mengangguk paham.
"Bagus Anna. Kau adalah putri kami yang membanggakan. Tunjukkan bahwa kau adalah satu-satunya putri dari keluarga Lawson yang layak!" Ujar Rose sambil tersenyum bangga. Perkataannya memang ditujukan pada Rihanna tapi secara tidak langsung memberi sindiran pada seseorang.
Tapi orang yang disindir entah tersinggung atau tidak. Karena daritadi hanya duduk tenang tanpa ada reaksi apapun selain datar. Tapi hanya satu hal yang bisa Ia tangkap, yaitu Rihanna takut akan ancamannya. Dan Ia puas akan hal itu.
Bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
vall
salah sasaran kau, Rose
2023-08-21
0
vall
yak,hantam saja si Riri
2023-08-21
0