Sam terbangun dari tidurnya. Kepalanya terasa begitu luar biasa sakit. Sepertinya ia tidak sadar sudah menghabiskan, 10 buah botol alkohol sekaligus.
"Sayang apa kau tidak berencana untuk pulang? Kau sudah pergi terlalu lama, istrimu pasti akan curiga nanti." Seorang wanita dengan pakaian hitam pendek, berdiri di depan pintu kamar Sam. "Terlalu lama menginap di sini akan bahaya untukmu."
"Ah kau benar. Maaf, sepertinya aku terlalu berlebihan." Sam sadar diri, bahwa ia sudah menginap di vila milik Flora terlalu lama.
"Hm tidak apa. Aku mengerti, situasimu saat ini memang sulit. Meski kita harus bermain di belakang Madelin, dalam keadaan sulit, kau bahkan tidak menyerah dengan hubungan kita." Flora menatap Sam penuh arti. "Apa aku sangat berharga di matamu?"
"Tentu." Sam tersenyum.
"Lantas mengapa kau memilih Madelin, dan tidak ingin menceraikannya saja?"
"Aku menyukaimu. Tapi Madelin terlalu berarti untukku, aku tidak bisa berpisah dengannya." Sam kembali terlihat sedih. Dia bangkit dari tempat tidur. "Kita bahas saja masalah ini lain kali. Aku ingin mandi," katanya berjalan menuju kamar mandi.
"Iya."
Setelah Sam masuk ke kamar mandi, Flora kemudian pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan.
***
"Jus apel buatanmu selalu menjadi yang terenak," puji Sam.
Flora tertawa, "Sam itu hanya jus jangan berlebihan." Namun sebenarnya yang membuat Flora merasa senang, bukanlah karena pujian yang diberikan oleh Sam, melainkan karena ia yakin bahwa Sam, sudah mulai mengalami ketergantungan. Itu terbukti dari Sam, yang terus menuangkan jus buatannya berkali-kali ke dalam gelasnya.
Bukankah narkoba selalu terasa enak, di lidah orang yang sudah mengalami ketergantungan? pikir Flora senang. Tentu saja itu bukanlah jus buah sembarangan, Flora sudah mencampurkan sebuah obat di dalamnya, tanpa sepengetahuan Sam.
***
Madelin menghisap rokoknya dalam-dalam. Setelah itu ia menghembuskan asap itu dengan cepat.
"Harusnya dia memiliki selera yang lebih bagus." Madelin mendecak dia memperhatikan sebuah tayangan dari layar ponsel pintar miliknya.
***
Sam merapikan pakaiannya yang kusut. Ia baru saja turun dari taksi, dan hendak masuk ke dalam. Sudah cukup lama ia meninggalkan Madelin, dan jujur saja itu membuat hatinya tidak tenang.
"Madelin, Sayang," panggil Sam.
Madelin muncul entah dari mana, ia lalu menarik tangan Sam lembut dan membawanya ke dapur. "Kau pasti lapar bukan? Apa kau tidak merindukan masakan buatanku, selama beberapa hari ini?"
Sam mengangguk semangat. "Kau selalu tahu, cara terbaik untuk menyambutku pulang. Aku benar-benar beruntung memiliki istri sepertimu." Dia menarik Madelin ke dalam pelukannya.
"Huh ... kau ini baru bersikap manis, kalau aku yang memulai lebih dulu. Tidak adil." Madelin pura-pura kesal.
Sam mengusap-usap puncak kepala Madelin. "Hei ... hei tidak seperti itu tahu. Kau ini pintar mengada-ngada," candanya.
Madelin mengeratkan pelukannya pada Sam. Dan Sam membalas pelukan itu semakin erat.
Tentu saja aromamu itu tidak bisa dibohongi, ucap Madelin dalam hati.
***
"Sup buatanmu memang yang terbaik Madelin," puji Sam.
"Kau pintar membual Sam." Madelin kemudian berjalan mendekati Sam lalu menjulurkan gelas berisikan jus apel. "Oh ya ... kebetulan aku membeli buah apel, jadi aku membuatkanmu jus sekalian."
Sam tersenyum, mengecup pipi Madelin cepat. "Astaga, kau tahu dari mana, aku menyukai jus apel? Apa kau mencoba membaca pikiranku?" Meski berlagak ceria, Sam sebenarnya merasa agak takut di dalam hatinya.
Madelin tertawa kecil. "Itu hanya kebetulan. Nikmati saja jusnya, Sam."
Sam berusaha menutupi rasa takutnya dengan santai. Ia berusaha untuk tidak menarik perhatian Madelin.
"Bagaimana apa kau ingin melakukan kerja sama dengan Mark Zen?" tanya Madelin tiba-tiba. Beberapa hari yang lalu, Madelin memberitahu Sam, bahwa seorang temannya ingin mengenalkan Mark Zen padanya.
"Mungkin sebaiknya, aku menerima tawaran tersebut. Aku sudah memikirkannya dengan matang."
"Aku tidak menyangka bahwa kau berubah pikiran secepat itu. Apa ada sesuatu yang membuatmu ingin mengambil keputusan ini?" tanya Madelin penasaran.
"Maksudmu?"
"Hmm ... misalnya saja seperti ada seseorang yang memberimu motivasi untuk melakukan ini? Aku yakin, Brown teman dekatmu itu pasti yang bisa membuatmu merasa yakin, bukankah tebakanku itu benar?" Mata Madelin terlihat berbinar, ia berharap jawabannya benar.
"Uh ... iya tentu saja. Brown adalah teman dekatku, apa pun urusan bisnisnya hanya dia orang yang bisa aku percaya dan membuatku yakin." Sam menjawab dengan sedikit gelagapan. Ada apa dengan mulutku ini? ucap Sam dalam hatinya khawatir.
Madelin menyodorkan gelas berisikan jus apel pada Sam. "Sam kau kenapa? Apa kau sedang merasa tidak enak badan? Aku khawatir, karena kau terus mengeluarkan keringat dingin terus." Madelin kemudian menempelkan punggung tangannya di kening Sam. "Sebaiknya kau pergi istirahat, kau pasti kelelahan."
"Kau benar mungkin sebaiknya, aku harus segera istirahat. Pergi bekerja benar-benar membuat tubuhku terasa sedikit lemas," ujar Sam sebelum ia meninggalkan meja makan. Namun sebelum ia pergi, ia menyempatkan diri untuk mengusap-usap puncak kepala Madelin, dan mengucapkan terima kasih pada wanita itu.
Sepeninggalan Sam, Madelin mengambil gelas berisikan jus apel milik Sam yang belum habis. "Aku pikir, jus apel tidak terlalu enak ketimbang jus persik. Ah ... aku tidak menyukai jus apel terlalu asam, rasanya terlalu menyebalkan di lidah membuatku jadi ingin memuntahkannya," gumam Madelin sembari memperhatikan gelas tersebut lekat.
***
"Nyonya, ini yang termahal dan merupakan edisi terakhir, apa Anda ingin membelinya?" ujar salah satu pegawai toko langganannya.
"Terlalu norak. Cari yang lain!" perintah Nyonya Lily pada pegawai toko tersebut.
Pegawai tersebut hanya bisa menunduk, mengikuti perintah wanita angkuh tersebut.
"Saya pikir juga begitu. Harganya memang mahal, tapi lihat warnanya sangat buruk. Wanita kaya tidak perlu memakai sesuatu untuk membuatnya terlihat norak." Seorang wanita muda, tiba-tiba muncul dan dia menunjuk ke salah satu sudut rak toko. "Yang itu saja, bagaimana? Saya rasa itu lebih pantas untuk Anda. Itu jauh lebih elegan dan menawan." Wanita itu menunjuk ke salah satu tas mahal, berwarna putih dengan desain elegan. "Jika Anda mau memilih itu, saya akan membayarnya untuk Anda. Bagaimana?" tawarnya.
Nyonya Lily terkejut. Namun ketika ia memperhatikan dengan seksama, wanita muda itu dari bawah sampai atas. Dia sekarang yakin, bahwa orang yang sedang berbicara dengannya saat ini merupakan seorang putri tunggal dari Nyonya Kim yang merupakan, pengusaha wanita terkenal.
"Kau putri dari Nyonya Kim yang bernama Flora Mackel itu bukan?" Nyonya Lily langsung merasa heboh begitu melihat sosok Flora.
Flora tersenyum bangga. Ia membusungkan dadanya. "Tanpa perlu menjawabnya, Anda pasti sudah mengetahui jawabannya bukan?"
"Bagaimana jika kita pergi ke restoran di bawah untuk bicara. Ngomong-ngomong aku sangat menyukai ibumu sebagai, wanita karir yang hebat." Nyonya Lily terlihat berapi-api. Baginya ini merupakan keuntungan besar yang bisa ia dapat, jika berdekatan dengan putri dari sosok wanita paling berpengaruh yaitu Kim Jackel.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Sewindu
Halo kak👋👋👋😊
2023-10-14
0