Sudah tiga hari, Sam tidak pulang. Madelin berakhir seorang diri di rumah sendirian. Sejujurnya Madelin paling tidak menyukai keadaannya saat ini. Namun ia sadar, ia tidak bisa menghalangi Sam bekerja.
Di tengah rasa sunyi sepinya ini, Madelin teringat akan tawaran Jonatan. Madelin berusaha untuk mengabaikan hal tersebut. Madelin tidak ingin sedikit pun, terlibat lebih jauh dengan Jonatan. Ia berusaha mengalihkan perhatiannya dengan pergi ke dapur untuk membuat kue.
Namun begitu kakinya hendak melangkah pergi ke dapur. Terdengar suara notifikasi dari ponsel pintarnya. Madelin memutar badannya dan menggapai meja utuk mengambil ponsel pintarnya. Dan betapa terkejutnya, dirinya mendapatkan sebuah foto dari yang dikirimkan oleh seorang anonim.
Foto itu berisikan suaminya Sam yang sedang berpelukan erat dengan seorang wanita cantik di sebuah pantai.
Madelin merasa dadanya sesak sekali ketika melihat foto tersebut. Pemandangan Sam dalam pelukan wanita lain di pantai membuat hatinya terasa hancur berkeping-keping. Rasa cemas dan kebingungan melanda pikirannya. Ia duduk di sofa, matanya terpaku pada layar ponsel pintarnya.
Pikiran Madelin bergejolak. Ia ingin segera menghubungi Sam dan meminta penjelasan. Namun, bagaimana jika penjelasan itu hanya akan membuat semuanya lebih buruk? Dalam keadaan hati yang kacau, Madelin merasa seperti ada dua suara dalam kepalanya yang saling bertentangan.
Tiba-tiba ponselnya berdering lagi, kali ini panggilan dari Jonatan. Madelin ragu-ragu sejenak, lalu memutuskan untuk mengangkat panggilan tersebut.
"Ada apa, Jonatan?" tanyanya dengan suara yang bergetar.
Jonatan merasakan ada yang tidak beres dari nada suara Madelin. "Madelin, apa yang sedang terjadi? Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres. Apa kau baik-baik saja?"
Madelin berusaha menahan air matanya yang sudah hampir meluber. "Jonatan, aku... aku baru saja menerima foto Sam yang sedang... bersama wanita lain di pantai."
Suara Jonatan terdengar kaget begitu mendengar pengakuan Madelin. "Oh, Madelin, maafkan aku. Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan."
Madelin menggigit bibirnya, mencoba untuk menahan tangisnya. "Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku ingin menghubungi Sam, tapi aku takut dengan kenyataan yang mungkin akan ku dengar."
Jonatan berbicara dengan lembut, "Kau bisa membicarakan hal ini denganku. Aku akan membantumu dengan tulus tanpa niat apa pun. Tolong percaya padaku, karena sepertinya hal ini berkaitan dengan beberapa hal yang aku ketahui."
"Kau sungguh ingin membantuku?" tanya Madelin ragu.
"Kau bisa percaya padaku. Jika kau mau membicarakan hal ini denganku, kita bisa bertemu sore nanti pada pukul 5 di kafe, bagaimana?"
"Baiklah. Aku akan menghubungimu lagi." Madelin memutuskan panggilan. Ia terlihat sangat frustasi dan juga kacau.
***
Sisa hari berlalu dalam kegelisahan Madelin. Ia tidak tahu harus berbuat apa, apakah ia harus tetap menunggu penjelasan dari Sam atau mengikuti saran Jonatan. Pertemuan dengan Jonatan tampak seperti satu-satunya harapan untuk mendapatkan kejelasan dalam situasi ini, namun Madelin juga tidak ingin terjebak dalam situasi ini. Sejujurnya Madelin merasa ada yang janggal dengan kejadian ini.
Saat matahari hampir terbenam, Madelin bersiap-siap untuk berangkat. Hati Madelin berdebar kencang, pikirannya penuh dengan pertanyaan dan keraguan.
Ketika pukul 5 sore tiba, Madelin masuk ke dalam kafe dengan perasaan cemas yang masih terasa di dadanya. Jonatan sudah menunggu di sudut kafe, menatapnya dengan ekspresi simpati.
"Terima kasih sudah mau datang, Madelin," ucap Jonatan lembut.
Madelin mengangguk pelan, "Aku benar-benar tidak mengerti dengan situasi ini. Entah mengapa tiba-tiba saja seorang anonim, mengirimkan foto tersebut padaku," ujar Madelin.
"Tentu saja itu untuk membuatmu merasa goyah pada Sam." Jonatan tersenyum mengejek. "Aku percaya ada seseorang yang tengah bermain-main di sini," katanya.
Madelin mengerutkan keningnya. Ia mencoba memahami situasinya saat ini. "Apa yang harus aku lakukan saat ini Jo?" tanya Madelin ragu.
"Abaikan saja. Toh, Sam bukan tipe laki-laki yang akan berselingkuh. Aku berani bicara seperti ini, karena sudah pernah merasakan bersaing dengannya saat memperebutkanmu dulu." Jonatan menatap Madelin lekat-lekat. "Aku jamin Sam, tidak akan berselingkuh darimu." Dan entah mengapa kata-kata itu terdengar, seperti sedang mengejek Sam secara halus. Alih-alih terdengar untuk menenangkan Madelin, kata-kata itu lebih seperti berusaha untuk Madelin terpancing rasa khawatirnya.
Apa dia mencoba membuatku merasa terpancing? pikir Madelin. Meski hatinya merasa tidak nyaman, Madelin masih mengandalkan logikanya.
"Sam kau sebelumnya bilang padaku, bahwa masalah ini berhubungan dengan rahasia yang kau ketahui. Apa kau tidak ingin memberitahukan rahasia itu padaku?" tanya Madelin penasaran.
Sam mendecak, tiba-tiba saja raut wajahnya mendadak berubah terlihat kesal. "Tidak perlu kau pikirkan. Lagi pula kau sendiri tidak berniat untuk menerima tawaranku waktu itu."
"Lantas mengapa kau mencoba memanggilku kemari, jika pada akhirnya kau tidak ingin membicarakan hal tersebut padaku?" Madelin tidak bisa memahami pola pikir Sam. "Apa kau sengaja melakukan ini, hanya untuk menemuiku? Atau jangan-jangan kau adalah sosok yang mengirimkan foto itu dengan sengaja padaku?" tuduh Madelin jengkel.
"Aku tidak bisa memberimu jawaban yang bagus. Namun aku tegaskan padamu, bahwa aku bukanlah orang yang mengirimkan foto tersebut padamu."
"Jangan bermain-main Jonatan!" bentak Madelin tidak sabar. Ia sudah lelah dengan tingkah laku Jonatan.
Jonatan menghela nafas. "Baik ... baik. Aku akan memberitahukan padamu, apa yang aku ketahui namun, aku tidak bisa memberitahukan ini semuanya padamu."
"Cepat beritahu aku!"
"Aku akan memberitahukannya padamu. Tapi tolong jaga emosimu Madelin," ujar Jonatan dengan wajah serius.
***
Setelah Madelin pergi, Jonatan terlihat frustasi. Namun tidak lama kemudian muncu sedikit senyum tipis di wajahnya.
Meski membutuhkan sedikit perjuangan, akhirnya Jonatan bisa meyakinkan Madelin untuk menerima tawarannya waktu itu.
"Kau terlihat begitu senang. Apa kau sudah berhasil membuat wanita itu yakin padamu?" ujar seorang wanita yang tiba-tiba saja muncul entah dari mana, langsung duduk di depan Madelin.
"Bukan pekerjaan mudah untuk membuatnya mengiyakan tawaranku waktu itu," keluh Jonatan masih dengan wajah terlihat kelelahan.
"Hahaha ... wajar saja kau merasa kewalahan. Madelin memang sangat keras kepala, pasti sulit bagimu untuk membuatnya menerima tawaranmu itu." Wanita itu kemudian memanggil pelayan untuk memesan minumannya.
"Kau terlihat santai sekali, ketika aku harus berusaha keras untuk membuat Madelin menjauh dari Sam. Padahal kau sendiri juga memiliki urusan yang serupa denganku, Flora," gerutu Jonatan.
Flora wanita itu kembali tertawa. "Sam ada di genggaman tanganku. Kau cukup, mengurusi Madelin saja. Lalu biarkan waktu berjalan dan semuanya ... akan berjalan sesuai rencana. Aku tidak suka buang-buang tenaga Jonatan," kata Flora santai.
"Sebaiknya kau jangan terlalu meremehkan situasi ini. Firasatku mengatakan bahwa semua ini tidak berjalan dengan mudah." Jonatan memperingatkan Flora agar lebih berhati-hati.
Dan benar saja, bahwa rasa was-was yang dimiliki Jonatan memang terbukti adanya. Seseorang dengan jaket bertudung hitam, tengah merekam pembicaraan kedua orang itu secara diam-diam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments