Bab 5. Meski itu menjadi kekasihku?

Mobil melaju cepat membelah jalanan kota, menuju rumah kediaman Jihan yang berada di pinggiran pantai tepatnya di perkampungan nelayan. Denis menyetir dan sesekali melirik ke belakang, pada Jihan yang duduk diam di samping Dika dengan wajah tegang.

Sepuluh menit kemudian mereka sampai di depan rumah Jihan, ramai orang berkerumun di sana. Jihan bergegas turun dari mobil dan berlari masuk ke dalam rumahnya.

“Neneek!” Jerit Jihan kencang, melihat neneknya pingsan dan terbaring di lantai rumahnya. “Nenek, bangun!” Jihan menangis sambil memeluk neneknya, menepuk-nepuk pipinya mencoba membangunkan neneknya.

“Permisi, permisi.” Denis bergerak maju, mengurai kerumunan warga yang berada di depan pintu masuk rumah Jihan.

Dika tertegun menyaksikan pemandangan di hadapannya itu, ia kasihan dan merasa bersalah karena sudah menuduh Jihan berbohong tentang keadaan neneknya. Ia berjalan mendekat dan berjongkok di samping Jihan.

“Apa yang terjadi dengannya?” tanya Dika pada Jihan, yang hanya menggelengkan kepala sambil terus menangis mengusap-usap pipi neneknya.

Menurut keterangan tetangganya, nenek saat itu sedang berada di dapur membereskan sisa makan siang. Tiba-tiba saja nenek jatuh dan langsung tak sadarkan diri. Tetangga yang mendengar bergerak cepat menolong dan segera menelepon Jihan.

“Sebaiknya kita bawa segera nenekmu ke rumah sakit,” kata Dika menawarkan pertolongan, dengan dibantu warga mereka memindahkan nenek yang pingsan ke dalam mobil Dika dan segera membawanya ke rumah sakit.

Sepanjang perjalanan Jihan terus menangis, menyesali apa yang terjadi pada neneknya. Jihan takut sesuatu yang buruk terjadi dan ia harus kehilangan neneknya.

Mereka sampai di rumah sakit dan Jihan meminta dokter yang berjaga di sana untuk segera menangani neneknya.

“Dokter, tolong selamatkan nenekku.” Pinta Jihan menahan langkah sang dokter yang hendak berjalan memeriksa pasien lain.

Dokter itu menoleh ke arah nenek yang terbaring di atas brankar rumah sakit, ia berjalan mendekat lalu memeriksa keadaan nenek.

“Silakan ke bagian administrasi terlebih dahulu, setelah itu pasien akan segera mendapat penanganan dokter.” Katanya pada Jihan, ia hendak pergi dari sana tapi Jihan kembali menahannya.

“Bukankah Anda juga seorang dokter, tidak bisakah menolong nenekku terlebih dahulu. Aku pasti akan membayar biayanya, tapi tolong selamatkan nenekku dulu. Tolong Dokter, selamatkan nenekku.” Pinta Jihan, menangis dan memohon. Tapi dokter itu bergeming dan hanya menatap nenek sekilas, lalu mengembuskan napas kasar.

“Maaf, ini sudah menjadi prosedur di rumah sakit ini. Silakan ke bagian administrasi terlebih dahulu,” katanya lagi.

“Katakan di mana letak bagian administrasinya, biar Aku yang akan menyelesaikan semuanya.” Sela Dika yang tak tahan melihat Jihan terus memohon.

Jihan yang mendengar ucapan Dika pun terkejut. Ia tak menyangka Dika mau berbaik hati menolong biaya perawatan neneknya. Dibalik matanya yang basah, tersirat ucapan terima kasih pada Dika.

Dokter lalu menunjukkan arah ruang yang dimaksud pada Dika, setelah itu ia berlalu pergi dari hadapan mereka semua.

“Kalian tunggu saja di sini, biar Aku yang akan mengurusnya. Oh ya, siapa nama nenekmu?” tanya Dika pada Jihan lalu memberi isyarat pada Denis untuk tetap bersama Jihan.

“Soraya, usianya 65 tahun.”

Dika berbalik setelah mendengar jawaban Rani dan berjalan menyusuri koridor menuju bagian administrasi rumah sakit. Ia mengatakan pada mereka yang bertugas di sana, hendak membayar biaya perawatan atas nama nenek Soraya.

Seorang dokter yang kebetulan sedang berada di sana langsung mengenali Dika. Ia bertanya tentang riwayat pasien yang kini bersama Dika, dan kebetulan pula ia dokter yang akan menangani nenek Jihan.

Hanya dalam waktu sepuluh menit, semua urusan administrasi perawatan nenek Jihan telah diselesaikan Dika. Lelaki itu kembali menemui Jihan di ruang gawat darurat bersama dokter yang akan menangani neneknya. Melihat kedatangan Dika, Denis pun berpamitan membeli minuman untuk mereka.

“Apa yang sudah Kau lakukan?” tanya Jihan menggeleng tak percaya.

Hanya dalam hitungan detik, petugas rumah sakit langsung bergerak menangani nenek dan memasukkannya ke ruang perawatan. Tidak tanggung-tanggung, Dika menempatkan nenek di ruang VIP yang ada di rumah sakit itu.

“Aku hanya ingin membantumu dan memastikan nenekmu akan mendapat perawatan terbaik di rumah sakit ini,” jawab Dika.

Tangis Jihan pecah seketika, ia terduduk di kursi ruang tunggu. Merasa kecil di hadapan Dika, lelaki itu tidak hanya menolong mengantar neneknya ke rumah sakit. Tapi juga membayar semua biaya perawatan neneknya.

“Mengapa Kau terus saja menangis, nenekmu sudah ditangani dokter dan dia pasti akan baik-baik saja.” Kata Dika tak tahan melihat Jihan terus menangis.

“Terima kasih,” kata Jihan sembari menyeka air matanya. “Aku sangat senang melihat nenekku selamat.”

“Lalu kenapa Kau masih saja terus menangis?”

Jihan tertawa, wajahnya tampak lucu saat itu. Matanya sembab dan hidungnya memerah seperti tomat karena terlalu banyak menangis. “Sepertinya Aku memang menghabiskan hidupku dengan banyak menangis, susah senang selalu kulalui dengan menangis.”

Denis datang membawakan minuman dan dua kotak roti berukuran besar, ia memberikannya ke tangan Jihan setelah mengambil satu kotak untuk dirinya dan Dika.

“Terima kasih,” kata Jihan seraya menundukkan kepalanya. “Kalian berdua terlalu baik padaku.”

Denis tersenyum menanggapi, ia memilih duduk di sudut dan mulai menikmati makanannya. Membiarkan Dika duduk berdua bersama Jihan.

“Makanlah, dan hapus air matamu itu. Bukankah Kau tak ingin saat nenekmu terbangun dan melihat wajahmu bengkak seperti itu,” kata Dika sambil menatap wajah Jihan.

Jihan tertawa dan mengusap wajahnya lagi, air mata sudah benar-benar hilang dari wajahnya. “Aku benar-benar berterima kasih padamu. Kalau Kau tidak membantu nenekku tadi, Aku tidak yakin akan terus melihatnya ada bersamaku lagi. Dan Aku juga minta maaf atas peristiwa yang terjadi siang tadi, Aku terlalu panik setelah mendengar kabar kalau nenekku pingsan. Aku tidak akan lari dari tanggung jawab, dan Aku berjanji akan mengganti ponselmu yang rusak itu.”

Dika tersenyum mendengarnya, ia justru lupa dengan ponselnya itu. Setelah melihat langsung keadaan nenek Jihan, ia malah berbalik kasihan dan tak yakin akan terus menuntut ganti rugi pada wanita itu.

“Aku juga akan mengganti semua biaya yang sudah Kau keluarkan untuk perawatan sakit nenekku. Anggap saja saat ini Aku berhutang padamu karena Aku tidak dapat melunasinya sekarang, tapi Aku akan mencicil setiap bulannya sampai lunas.” Imbuh Jihan lagi.

Dika mengusap mulutnya dengan sapu tangannya, ia sudah menghabiskan minumannya dan bersiap membuangnya ke tempat sampah yang berada tidak jauh dari tempat duduk mereka.

“Aku memang bukan orang kaya yang hidup berkecukupan, Aku hanya gadis miskin yang harus terus bekerja keras demi memenuhi kebutuhan hidup. Tapi jika Kau membutuhkan bantuan dariku, apa pun itu, Kau bisa mengandalkanku.”

Dika terdiam sesaat, ucapan Jihan mengingatkan dirinya kembali pada masalah yang sedang dihadapinya saat ini. Jihan yang memiliki kemiripan wajah dengan Ayra, mungkin bisa membantunya keluar dari masalah.

“Benarkah? Kau yakin akan melakukan apa pun untuk membantuku?” tanya Dika.

Jihan mengangguk kuat, “Selama Aku mampu melakukannya, kenapa tidak?”

“Meski itu menjadi kekasihku?”

▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎

Terpopuler

Comments

MrsJuna

MrsJuna

sebuah permintaan yang cukup menyulitkan 🤭

2023-08-27

1

Juna murat

Juna murat

apa pun itu termasuk jadi kekasih dika

2023-08-27

1

wong

wong

😯😯😯

2023-08-26

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!