Jihan baru saja selesai mengantarkan kotak makan siang untuk para pekerja bangunan. Ia berbincang sejenak dan bertanya, apakah mereka suka dengan masakan dari kedainya.
Acungan jempol dan senyum puas tampak dari raut wajah para pekerja, mereka memuji hasil masakan kedainya. Selain harganya terbilang murah, rasanya pun tidak kalah dengan makanan resto ternama. Itu kata para pekerja padanya.
“Terima kasih, terima kasih.” Jihan membungkukkan setengah badannya, lalu melambaikan tangannya dan bergegas pulang ke rumahnya. Rasanya senang luar biasa karena masakannya disukai dan cocok dengan lidah para pekerja.
“Kalau terus-terusan seperti ini, Aku bisa menabung untuk biaya berobat nenek.” Pikir Jihan, berjalan menuju motornya terparkir, sambil tersenyum membayangkan rupiah yang mengalir masuk ke dompetnya karena usaha kulinernya berjalan lancar.
Di tempat berbeda, Dika masih berada di resto. Ia melambaikan tangan pada Denis yang duduk tak jauh darinya, sedari tadi memperhatikan pertengkaran dirinya dengan Ayra.
“Kita pulang sekarang,” ajak Dika kemudian setelah ia mengeluarkan kartu miliknya dan Denis menyelesaikan pembayaran.
Di dalam mobil hanya tinggal Dika dan Denis yang mengambil alih tugas untuk mengantar Dika pulang.
“Kau masih saja terus bertahan dengannya, padahal yang Kau lakukan bersamanya jelas-jelas membuatmu tak suka dan semakin membencinya.” Kata Denis ketika melihat Dika merebahkan kepalanya sembari memejamkan rapat matanya.
Dika mendengkus sebal, ia membuka matanya dan menepuk keras bahu Denis yang langsung mengaduh. Meski di kantor mereka terlihat sebagai atasan dan bawahan, tapi di luar kantor mereka adalah sahabat.
“Aku benci dengan perjodohan ini.” Dika mengembuskan napas kasar. “Kau tahu bagaimana mama memperlakukan dirinya. Meski papa terkesan tak peduli, tapi Aku tahu sekali mereka berdua sangat senang melihatku memiliki pasangan.”
“Apa yang terjadi pada kalian tadi, sudah cukup membuktikan kalau kalian memang pasangan paling sensasional saat ini. Apa Kau tak menyadari banyak pasang mata yang melihat perdebatan kalian?” tanya Denis lagi.
“Dan besok akan tersebar berita kalau Dika dan kekasihnya terlibat cekcok satu jam setelah kepulangan mereka dari liburan bersama di luar negeri.” Dika tergelak, membayangkan apa yang terjadi esok.
Denis hanya menggelengkan kepalanya melihat Dika yang menanggapi santai masalahnya, ia kembali fokus menatap jalanan di depannya hingga tak lama kemudian terdengar ponsel Dika berbunyi.
“Ya, Al. Aku masih di jalan dalam perjalanan pulang. Ada apa?” Dika memberi isyarat jari di bibirnya pada Denis, menyuruhnya untuk diam.
“What!” Dika terlonjak di kursinya, lalu mengepalkan tangan kuat di depan wajahnya.
Denis spontan menoleh, terkejut mendengar teriakan Dika. Ia segera menepikan mobilnya. “Ada apa?”
“Al bilang kalau besok malam di rumah akan ada pesta, mama dan papa mengundang banyak orang dan akan mengumumkan pertunanganku dengan Ayra.” Jelas Dika, sembari mengempaskan punggungnya ke sandaran kursi di belakangnya.
“Lalu apa masalahnya?” Satu alis Denis terangkat, heran menatap Dika yang terlihat kebingungan. “Kau hanya tinggal menghubungi Ayra dan bilang padanya kalau kedua orang tuamu ingin bertemu dengannya dan mereka akan mengadakan pesta untuk kalian besok malam. Beres kan?” imbuh Denis lagi.
Dika menyugar rambutnya kasar, ia mendelik sebal pada Denis. “Apa Kau pura-pura tak mendengar apa yang dikatakan Ayra padaku tadi?”
“Aku memang tidak mendengar, yang Aku tahu Ayra pergi dalam keadaan marah setelah bertengkar denganmu tadi. Itu saja,” jawab Denis. “Sekarang lebih baik Kau coba telepon dia.”
Dengan berat hati Dika menuruti ucapan Denis, ia menghubungi nomor telepon Ayra tapi tak diangkat. “Tidak diangkat.”
“Coba lagi, mungkin sedang sibuk.”
Dika menurut, ia mencoba menghubungi Ayra lagi. Tapi tetap saja tak diangkat. “Bagaimana ini,” Dika mengingat ancaman Ayra. “Sepertinya ia benar-benar membuktikan ucapannya.”
“Tenang, setiap masalah pasti ada solusinya. Kita harus tetap tenang biar bisa berpikir dengan jernih dan tidak melakukan tindakan ge ga bah,” kata Denis sengaja memanjangkan nada bicaranya di ujung kalimat.
“Oke, oke. Aku akan bersikap tenang!” kata Dika seraya menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. “Sekarang kita cari tempat yang tenang, sambil memikirkan bagaimana caranya agar Ayra bisa Aku ajak ke pesta besok malam!”
Denis memutar arah, melajukan mobilnya melewati proyek pembangunan resto milik keluarga Hutama yang baru.
“Stop! Kita berhenti di sini saja,” perintah Dika pada Denis, yang langsung menepikan mobilnya di depan pintu utama bagian resto yang masih berupa rangka baja.
Dika bergegas turun, sementara Denis memilih menunggu di mobil. Dika terus mencoba menghubungi nomor Ayra lagi, tapi tetap saja tak diangkat. Tak berapa lama, adiknya Al menelepon dan menanyakan keberadaannya saat ini.
“Abang di mana, mereka bilang Abang sudah pulang sejak tadi. Tapi sampai sekarang, kenapa belum datang juga. Mama sama papa pingin ketemu sama kak Ayra, dari tadi nanyain terus.” Kata Al, yang membuat Dika panik tak keruan.
“Iya, nanti Abang pulang. Kalian tunggu saja, toh acara pestanya juga besok malam. Sekarang Abang lagi antar Ayra ke salon. Mau rileks dulu katanya, capek habis perjalanan jauh.” Kata Dika beralasan, ia hampir saja muntah membayangkan dirinya menunggu Ayra di salon.
“Ya udah, kabari Al kalau kak Ayra sudah selesai,” sahut Al, dan Dika menutup teleponnya.
“Huuh!” Dika mengusap kasar wajahnya, ia lalu duduk di pinggir trotoar dekat pintu keluar.
Tiba-tiba ponselnya berbunyi, Dika tersentak dan sontak berdiri sambil menutup mulutnya begitu melihat nomor Ayra menghubunginya.
“Halo,” kata Dika sambil berjalan menyeberang jalan tanpa melihat kiri dan kanan dengan ponsel menempel di telinga, tak menyadari ada motor Jihan yang sedang melaju ke arahnya.
Jihan yang terkejut melihat Dika secara tiba-tiba muncul di depannya, tak mampu lagi menahan laju motornya.
Bruaak!
Tabrakan tak dapat dihindari. Dika terguling ke lantai beton, ponsel dalam genggaman tangannya terlempar jatuh dan hancur berantakan. Sementara kaki Jihan tertindih badan motornya sendiri.
“Ya, Tuhan!” Jihan berusaha bangkit, ia berhasil keluar dan mendirikan motornya lagi lalu berlari mendatangi Dika yang terduduk di tengah jalan tengah meringis kesakitan.
“Bisa nyetir gak, sih. Gak liat apa, orang segede gaban lewat main tabrak aja!” sembur Dika marah, melirik sekilas pada Jihan yang masih menggunakan helm.
“Ya, maaf. Aku juga gak sengaja nabrak Kamu. Lagian Kamu nyebrang jalan sambil telponan gitu,” sahut Jihan sambil melirik lelaki di hadapannya itu, melihat apakah ada luka serius di tubuhnya. Syukurlah, sepertinya tak ada luka serius. Jihan sedikit lega.
“Kalau mau minta maaf itu minta maaf aja, gak usah pake banyak alasan!” balas Dika lagi, ia berusaha berdiri dan mencari ponselnya yang terlepas dari tangannya.
“OMG!” seru Dika mendapati ponsel miliknya hancur berantakan. Ia terduduk lemas bertumpu pada lututnya, musnah sudah harapannya bisa bicara dengan Ayra dan membujuk wanita itu agar mau datang ke pesta bersamanya.
“Astaga, kenapa bisa hancur begitu?”
Dika menoleh cepat ke asal suara di belakangnya, wajahnya berkilat-kilat marah. Ditatapnya tajam mata Jihan yang balas menatapnya sambil menunjuk ponsel di tangannya yang sudah tak berbentuk itu.
“Ganti! Aku gak mau tau, Kamu harus ganti ponselku yang remuk ini!”
▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Moba Analog
😯😯😯
2023-08-21
1
Brav Movie
😮😮😮
2023-08-20
1
Yulia k
emosi berat 🤭
2023-08-20
1