Bab 4. Dika VS Jihan

Bagi Jihan, tak mengapa ia harus kerja keras setiap hari mengumpulkan rupiah sedikit demi sedikit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan juga untuk biaya pengobatan nenek setiap bulan. Ia tak akan mengeluh dan terus menjalani semuanya dengan sikap optimis, karena merasa itu memang sudah seharusnya ia lakukan.

Ia sangat menyayangi neneknya, karena hanya nenek satu-satunya yang ia punya di dunia ini. Nenek yang telah mengajarkan banyak hal pada Jihan dan dengan penuh kasih sayang merawat dirinya selama ini setelah kedua orang tuanya meninggal dunia sejak ia masih kecil.

Apa yang terjadi pada neneknya, tentu saja sangat berpengaruh pada hati dan pikiran Jihan. Bagi Jihan, nenek adalah segalanya.

“Apa Bik, nenek pingsan?” berita itu datang tiba-tiba dan begitu mengejutkan, padahal siang tadi waktu Jihan pergi mengantar kotak makan siang untuk para pekerja, nenek terlihat baik-baik saja.

Wajah Jihan berubah pias setelah mendengar kabar dari tetangganya kalau neneknya tiba-tiba saja jatuh pingsan, Jihan panik dan bergegas hendak pulang ke rumahnya. Jihan memasang helm dan pergi begitu saja dari hadapan Dika yang masih duduk diam di tempatnya mendengarkan saat ia bicara.

Jihan buru-buru menghidupkan mesin motornya yang mendadak tidak mau distater, ia turun dan mulai menginjak engkol motor. Tapi tetap saja tak mau hidup. Dika mengernyit memperhatikan, lalu bangkit berdiri dan berjalan mendekat.

“Kenapa motormu?” tanya Dika, ia mencoba membantu dan mengambil alih setang motor dari tangan Jihan.

“Gak tau, tiba-tiba ngadat gak mau nyala mesinnya.” Sahut Jihan, dengan wajah suram, pikirannya terus tertuju pada neneknya. Takut kalau sesuatu yang buruk terjadi padanya.

“Bensinnya habis kali?” kata Dika, ia memeriksa tangki bensin dan melihat isinya masih penuh.

“Banyak kan, baru tadi pagi diisi pul.”

Dika hanya mengangguk. Ia memutar kunci kontak dan menekan tombol starter, tapi hanya bunyi dreett panjang yang terdengar. Ia mengikuti cara Jihan, sekali engkol mesin langsung menyala. Wajah Jihan kembali cerah.

Dika langsung turun dari motor dan menyerahkannya kembali pada Jihan yang langsung naik dan tanpa bicara apa-apa langsung tancap gas pulang.

“Heii! Kau mau kabur ke mana?!” Dika tersadar melihat Jihan berlalu pergi begitu saja dari hadapannya dan langsung berlari mengejar, ia berhasil menahan motor Jihan saat hendak berbelok ke arah jalan raya kota.

Denis yang sedang berjalan mencari keberadaan Dika karena tak ditemuinya di sekitar taman resto, terkejut melihat bosnya itu tengah berlari mengejar motor di jalan raya. Ia sampai bengong tak percaya melihat Dika berhasil menahan laju motor lalu terlibat adu mulut dengan si pengendara yang dikejarnya.

“Lepasin, Aku harus pulang sekarang!” sentak Jihan menepis tangan Dika di belakang punggungnya yang berusaha menahan laju motornya.

“Gak bisa! Enak aja main kabur gitu aja. Urusan kita belum beres, dan Kamu belum ganti ponsel Aku yang rusak.” Balas Dika sengit. Sebelum Jihan sempat membalas ucapannya, tangan Dika bergerak cepat mencabut kunci motornya.

“Kembalikan kunci motorku!” Teriak Jihan panik. Ia turun dari motornya dan berusaha mengambil kunci motornya kembali dari tangan Dika, tapi laki-laki itu berkelit dan berlari menjauh kembali masuk ke area bangunan resto. Jihan berlari mengejar sambil berteriak marah. “Nenekku pingsan, dan Aku harus buru-buru pulang sekarang!”

“Banyak alasan!” sahut Dika dan langsung menyimpannya dalam saku celana panjangnya. Mereka kini berdiri saling berhadapan dengan saling menatap tajam.

“Kau bilang Aku banyak alasan?” kata Jihan mengulang ucapan Dika dengan wajah memerah, marah karena lelaki itu tak percaya kata-katanya. “Apa Kau tidak mendengar tadi kalau tetanggaku menelepon dan bilang kalau nenekku pingsan?” jerit Jihan lantang.

“Halah! Itu hanya alasanmu saja supaya bisa kabur dan lepas tanggung jawab!” cibir Dika tetap tak percaya, telepon masuk yang didengarnya tadi hanya akal-akalan Jihan saja untuk kabur dan menghindar dari tanggung jawab. Buktinya, begitu mesin motornya menyala, tanpa ba bi bu Jihan langsung kabur melarikan diri.

“Apa Kau bilang? Aku tidak pernah main-main jika itu menyangkut nyawa nenekku!” Jihan melepas helm yang dipakainya dan langsung melemparnya ke arah Dika, dan tepat mengenai punggung laki-laki itu.

“Beraninya Kau!” Dika mendelik marah, ia menendang helm Jihan dan hampir mengenai Denis yang tiba-tiba saja muncul dan sudah berada di dekat mereka berdua.

Lelaki itu terkejut dan langsung berteriak kaget, tapi Dika tak peduli. Denis tampak bingung dan tanpa sadar menggaruk tengkuknya, ia menatap bergantian dua orang di depannya itu dan matanya langsung melebar begitu menyadari kemiripan Jihan dengan Ayra. Ia akhirnya hanya berdiri menonton perseteruan yang terjadi antara keduanya.

“Kalau sampai sesuatu yang buruk terjadi pada nenekku, karena Kau terus menghalangiku pulang menemuinya. Lihat saja, Aku tidak akan tinggal diam dan akan buat perhitungan denganmu.” Kata Jihan dengan suara bergetar, wajahnya memanas dan sudut matanya tampak berembun. Kesal setengah mati pada Dika karena membuatnya harus tetap bertahan melayani rasa tidak percaya laki-laki itu padanya.

“Apa Kau baru saja mengancamku?” tanya Dika dengan nada suara ditekan, ia tak habis pikir wanita di hadapannya itu malah berbalik mengancamnya karena menganggapnya menghalang-halanginya pulang alih-alih kabur melarikan diri darinya.

“Aku tak peduli,” balas Jihan mengibaskan kedua tangannya, benar-benar marah karena terus dihalangi pulang. “Dasar laki-laki mata duitan! Ngakunya dari keluarga kaya raya pemilik resto ternama, padahal cuma alasan buat nipu doang. Bilang saja Kau sengaja menabrakkan diri supaya bisa minta ganti rugi padaku!” sembur Jihan berapi-api, menumpahkan emosinya.

“Apa Kau bilang? Aku penipu katamu?” Dika menatap berang Jihan dan berjalan mendekati wanita itu, tapi Jihan yang terlanjur emosi tak merasa takut sedikit pun.

“Dika, Dika. Please, tahan emosimu.” Denis yang melihat situasi sudah tak terkendali segera bertindak dan melerai keduanya. Ia menghadang langkah Dika dan berdiri di tengah-tengah di antara mereka berdua.

Sedari tadi jadi penonton perseteruan keduanya, Denis sudah bisa menebak akar masalah yang terjadi di antara Dika dan Jihan. Ia berusaha mendamaikan keduanya dengan sebuah solusi yang bisa diterima dengan akal sehat dan kepala dingin, bukan emosi sesaat yang akhirnya malah membuat semuanya makin bertambah kacau.

“Aku hanya ingin wanita ini mengganti ponselku yang rusak, tapi dia malah mengataiku macam-macam.” Kata Dika pada Denis, masih belum terima dikatakan penipu dan mata duitan.

“Dia pikir Aku berbohong saat Aku katakan nenekku pingsan, dan terus menghalangiku pulang.” Sahut Jihan membalas ucapan Dika yang ditujukan padanya.

“STOP!” Denis mengembuskan napas, ia menggeleng tak percaya dan menatap Dika dan Jihan secara bergantian. “Kalian dengarkan baik-baik dan biarkan Aku bicara tanpa seorang pun dari kalian boleh menyela!”

“Oke,” sahut Dika dan Jihan serempak.

“Supaya lebih cepat sampai di rumahmu, bagaimana kalau Aku dan Dika yang akan mengantarmu pulang ke rumahmu sekarang juga. Dan mengenai motormu, biar orangnya Dika yang akan membawanya ke rumahnya terlebih dahulu. Biar kalian berdua tidak saling curiga lagi satu sama lain. Bagaimana, apa kalian setuju?”

Dika dan Jihan saling pandang lalu mengangguk bersamaan. “Oke, Aku setuju!”

▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎

Terpopuler

Comments

Moba Analog

Moba Analog

🤣🤣🤣🤣🤣

2023-08-21

1

Brav Movie

Brav Movie

🤣🤣🤣🤣🤣

2023-08-20

1

Yulia k

Yulia k

😂😂😂

2023-08-20

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!