Menjadi Kekasih Dadakan

Hari sudah hampir gelap saat Ferdi dan Mia tiba dirumah kecil milik Mia. Rumah sederhana sama seperti perawakan gadis ini.

"Terima kasih ya, Bang. Mia jadi ngerepotin Abang hari ini," ucap Mia sebelum dia turun dari mobil.

Ferdinand tersenyum dan mengangguk pelan, "iya, aku gak apa-apa kok. Nggak ada kerjaan juga. Jadi bisa nganterin kamu." Jawab Ferdinand.

"Kalau gitu Mia turun dulu," pamit Mia kembali.

"Oke," jawab Ferdinand.

Dia tersenyum dan terus memandangi Mia yang berjalan kedalam rumah. Dan setelah gadis itu masuk, Ferdinand meraih ponsel didalam sakunya. Sudah sejak dari restoran tadi ponsel itu tidak pernah berhenti bergetar. Dan bisa dia lihat sudah ada berpuluh-puluh panggilan tidak terjawab dari Michael.

Ferdinand menghela nafas, entah ada apa adiknya ini menghubungi dia sampai puluhan kali. Dengan malas Ferdinand mengangkat panggilan itu.

"Apa?" Tanya Ferdinand.

"Pulanglah, kesehatan papa semakin hari semakin menurun. Dia ingin kamu pulang, Kak!" pinta Michael dari seberang sana.

"Aku akan pulang, tapi tidak sekarang," jawab Ferdinand. Dia masih terlalu kecewa dengan papanya itu.

"Kak, kamu tidak kasihan melihat papa? Sudah berbulan-bulan kamu tidak pulang!" Michael terlihat marah diseberang sana. Namun, sama sekali tidak membuat hati Ferdinand terketuk. Dia bahkan ingin mematikan panggilan itu, namun suara ayahnya membuat niat Ferdinand terhenti.

"Marcel! Aku tidak akan lagi memintamu untuk menikah," ucap Tuan Alex.

Ferdinand terdiam.

"Aku hanya ingin kau pulang, dan mengurus perusahaan. Jika kau memang sudah punya pilihan sendiri, kau bisa membawanya padaku. Umurku sudah tua, Marcel. Kau ingin melihatku mati seperti ini?" Tanya Tuan Alex. Suaranya terdengar lemah. Dan sebenarnya Ferdinand tidak tega, namun rasa kecewa itu masih begitu besar.

Baru saja akan menjawab, tiba-tiba Ferdinand mendengar suara samar-samar dari dalam rumah Mia. Dia mengernyit, apalagi ketika mendengar suara tangisan Mia disana.

"Marcel! Kau mendengar ku, bukan?" Seruan Tuan Alex kembali terdengar.

"Aku akan pulang nanti." Jawab Ferdinand, bahkan tanpa mengucapkan apapun lagi dia langsung mematikan panggilan itu. Pikirannya sudah panik mendengar suara teriakan Mia didalam rumah.

Ferdinand keluar dari mobil dan langsung berlari kerumah Mia. Dia membuat pintu dengan cepat, mencari dimana keberadaan Mia. Hingga ketika melihat pintu kamar yang terbuka, dia bisa melihat jika Mia sedang memeluk ibunya yang sudah tidak berdaya tergeletak di atas lantai.

"Mia ada apa?" Tanya Ferdinand sembari berlutut disamping Mia.

Mia menangis, memandang Ferdinand dengan wajah memelas dan takut. "Abang, tolong ibu. Ibu pingsan. Mia gak tahu kenapa. Tolong, Bang," pinta Mia dengan Isak tangis yang tak bisa dia tahan.

"Iya, kita bawa kerumah sakit." Ferdinand langsung meraih tubuh ibu Mia dan membawanya ke mobil.

Mia menangis, mengikuti Ferdinand untuk membawa ibunya. Dia terlihat sangat panik dan ketakutan. Saat masuk kedalam rumah, dia sudah menemukan ibunya tergeletak di atas lantai.

Hingga akhirnya, malam itu juga Ferdinand membawa ibu Mia kerumah sakit. Keadaan ibu Mia sudah tidak berdaya. Bahkan wajahnya sudah seperti mayat hidup. Sangat pucat dan mulai menguning. Nafasnya juga sudah lemah, hal itu yang membuat Mia sangat cemas. Sepanjang jalan dia terus menangis memeluk ibunya.

Hampir satu jam kemudian, mereka sudah tiba disalah satu rumah sakit terbesar di kota itu. Ibu Mia sudah dibawa keruang pemeriksaan. Sedangkan Mia dan Ferdinand menunggu di depan ruangan itu.

"Tenanglah," ujar Ferdinand. Dia mengusap lembut bahu Mia yang masih terlihat lesu. Tangisnya sudah mereda, hanya tinggal menyisakan wajah cemas saja. Ya, Ferdinand tahu apa yang Mia rasakan, dia sudah pernah berada di posisi ini saat ibunya sakit beberapa tahun yang lalu.

"Mia takut, Bang. Mia takut ibu kenapa-kenapa," ucap Mia.

"Ibu pasti baik-baik aja," jawab Ferdinand berusaha untuk menenangkan Mia. Meski dia sendiri tidak yakin jika Ibu Mia baik-baik saja, mengingat keadaannya yang begitu lemah.

Hampir setengah jam mereka menunggu, hingga seorang dokter keluar dari ruangan itu. "Keluarga Ibu Kasih!" Panggilnya.

"Saya anaknya, Dokter." Mia langsung mendekat kearah dokter wanita paruh baya itu. Begitu pula dengan Ferdinand.

"Keadaan Ibu Kasih cukup buruk, ginjalnya sudah terlalu rusak dan sudah merambat ke organ vital yang lain. Kita harus segera menanganinya, mbak," ungkap dokter wanita itu.

"Dokter, tolong lakukan yang terbaik untuk ibu saya," pinta Mia.

Dokter wanita itu mengangguk, "kami akan melakukan tindakan operasi. Mohon untuk melunasi administrasi lebih dulu," jawab dokter itu.

"Berapa biayanya dokter?" Tanya Mia. Nada suaranya terdengar bergetar.

"Sekitar 150 juta, itu masih prediksi saya. Bisa kurang atau juga bisa lebih."

Deg

Jantung Mia serasa ingin berhenti berdetak mendengar itu. Darimana dia bisa mendapatkan biaya sebanyak itu?

"Apa tidak bisa di operasi dulu, Dokter?" Tanya Mia. Air mata sudah membendung di wajahnya.

"Maaf, Nona. Ini sudah prosedur dari rumah sakit." Jawab Dokter itu.

"Tidak apa-apa, Dokter lakukan yang terbaik. Saya akan melunasi semuanya." Sahut Ferdinand yang sejak tadi hanya diam.

Mia terperangah mendengar itu, "Abang," gumamnya. Ferdinand hanya tersenyum dan mengangguk saja.

"Baik, Mas. Saya permisi." Pamit dokter itu

"Ya," jawab Ferdinand.

"Abang serius? Itu banyak sekali?" Tanya Mia yang sudah tidak bisa untuk tidak menangis.

"Iya, aku punya tabungan," jawab Ferdinand.

"Abang, terima kasih. Terimakasih banyak." Mia langsung memeluk Ferdinand dengan erat. Hingga membuat pria itu seketika membeku.

"Mia janji, Mia bakalan ganti, Bang. Terima kasih banyak," jawab Mia. Dia masih terus memeluk dan menangis dalam pelukan Ferdinand. Betapa senang hatinya ada seseorang yang membantu disaat-saat seperti ini.

Ferdinand tersenyum, dia mengusap pundak Mia dengan lembut. "Jangan menangis lagi, semua pasti baik-baik saja."

"Kakak!"

Tiba-tiba suara seseorang membuat Ferdinand terkesiap, dia menoleh dan sedikit terkejut melihat Michael ada disana.

"Michael," gumam Ferdinand. Dan karena suara itu membuat Mia melepaskan pelukannya. Dia juga memandang seorang lelaki muda yang sedikit mirip dengan Ferdinand.

"Kenapa kamu disini?" Tanya Ferdinand.

"Papa masuk rumah sakit," jawab Michael. Matanya melirik kearah Mia sekilas.

"Kamu tidak berniat untuk melihatnya? Atau hanya ingin berada disini?" Tanya Michael.

Ferdinand menghela nafas, dia menoleh pada Mia sejenak, "aku pergi sebentar. Semua pasti baik-baik saja," pamit Ferdinand.

"Abang mau kemana?" Tanya Mia.

"Papa juga masuk rumah sakit ini, aku harus pergi." Jawab Ferdinand.

Mia mengangguk dan membiarkan Ferdinand menemui ayahnya. Dia hanya bisa memandang kepergian Ferdinand bersama pria itu.

Tapi, ketika melihat raut wajah Michael yang memandang mereka curiga, Mia jadi tidak enak. Dia takut pria itu akan salah paham nantinya.

Oleh karena itu, Mia juga pergi menyusul Ferdi menuju ruangan ayahnya. Awalnya sedikit bingung, tapi beruntungnya ruangan ayahnya masih berada di lantai yang sama dengan ruangan ibu Mia.

Mia cukup ragu untuk masuk kedalam, apalagi ketika mendengar perbincangan mereka yang cukup rumit. Hingga Mia mendengar sesuatu dari sebalik dinding.

"Jika papa masih tetap ingin menjodohkan aku dengan Amira, aku tidak akan pernah pulang kerumah," Ucapan Ferdinand membuat Mia terkejut.

"Umurmu sudah tua nak, papa ingin melihat kamu menikah," pinta Tuan Alex

"Aku akan menikah, tapi bukan dengan Amira!" tegas Ferdinand kembali.

"Sampai saat ini kau bahkan tidak pernah mengenalkan seorang gadis pun padaku," sahut Tuan Alex.

Mia tertegun, tangannya saling meremas. Apalagi ketika mendengar Ferdinand yang merasa terpojok oleh ayahnya. Haruskah dia melakukan sesuatu?

"Papa ingin kamu menikah dalam tahun ini, jika kamu tidak bisa membawa pilihanmu sendiri. Maka Amira, kau harus menikah dengannya!" tegas Tuan Alex tanpa bisa dibantah.

"Tapi, pa.." Ferdinand nampak frustasi.

"Permisi." Mereka semua langsung menoleh kearah pintu saat Mia masuk kedalam. Bahkan Ferdinand cukup terkejut melihat kedatangan Mia.

"Siapa kamu?" Tanya Tuan Alex.

"Maaf, Tuan. Saya, saya kekasih mas Marcel." Jawab Mia dengan segenap keberaniannya. Membuat Ferdinand benar-benar terkejut.

"Maafkan saya, tapi bisakah untuk tidak menjodohkan Mas Marcel dengan wanita itu?" Tanya Mia kembali. Dia menoleh kearah Ferdinand yang langsung tersenyum senang. Bahkan tanpa ragu dia menarik tangan Mia untuk mendekat kearahnya.

"Dia Caramia, kekasihku!" ucap Ferdinand dengan lantang.

Mia hanya bisa menahan nafas, ini benar-benar gila. Tapi ini demi membalas semua kebaikan Ferdinand.

 

Terpopuler

Comments

Erlangga❤

Erlangga❤

ya klo papanya tetep mau jodohin dan gak setuju pergi lagi aja fer.. toh kerja sama arya gak ribet

2023-08-11

2

Farida Wahyuni

Farida Wahyuni

semoga papamya ferdi ga jahat2, kasian liat mia nya.

2023-08-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!