Ferdi memandangi kamera yang sudah tergores di beberapa sisi. Kamera yang sudah pernah rusak karena dibanting dengan kuat oleh Ayahnya beberapa waktu lalu. Kamera kesayangan peninggalan Ibu Ferdinand. Beruntungnya kamera ini masih bisa diperbaiki walau kualitas gambar sudah tidak lagi sebagus dulu. Didalam sini, banyak sekali memori dan kenangan yang tersimpan, terutama tentang semua keindahan yang berhasil Ferdinand dapatkan.
Ferdinand tersenyum tipis ketika melihat-lihat beberapa koleksi foto yang masih tersimpan di kamera itu, dan ketika dia memandang beberapa gambar asing, senyumnya semakin mengembang sempurna. Foto-foto seorang gadis asing yang entah dimana dia sekarang.
"Bang, Ferdi!" Seruan seseorang membuat Ferdinand terkesiap. Dia yang sedang bersantai di dalam mobil langsung keluar saat mendengar Pelangi memanggilnya.
"Iya, nona. Sudah siap ya," Ferdinand menyapa sembari membukakan pintu mobil untuk Pelangi. Nona muda tempat dia bekerja sekarang. Ya, tidak terasa sudah hampir tiga bulan Ferdinand keluar dari rumah keluarga Alexander. Dia memilih untuk hidup sendiri dan bekerja sebagai supir salah seorang pengusaha sukses di negeri itu.
"Kita perusahaan ya, bang. Pelangi mau ajak Mas Arya jalan," ujar Pelangi.
"Siap, Nona," jawab Ferdinand. Dia langsung masuk ke dalam mobil dan melajukan mobil itu menuju perusahaan Polie. Perusahaan milik pak Arya, bos Ferdinand. Seorang pewaris perusahaan besar bekerja menjadi supir. Mungkin terdengar aneh, tapi ini lebih baik daripada harus bertahan dibawah kaki Tuan Alex.
Tidak lama, hampir satu jam kemudian mereka sudah tiba di perusahaan Polie. Hari sudah mulai sore saat mereka tiba di sana. Dengan sigap Ferdinand langsung membukakan pintu mobil untuk Pelangi. Dia tersenyum dan berjalan bersama Pelangi ke dalam lobi.
"Bang Ferdi ganteng-ganteng kok mau sih jadi supir? Padahal bisa ngelamar jadi karyawan disini," ujar Pelangi sembari melangkah perlahan menaiki beberapa anak tangga. Perutnya yang besar membuat dia kesulitan untuk berjalan.
"Enak jadi supir, Non. Bisa jalan-jalan. Saya suka bosan kalau di ruangan terus," jawab Ferdinand.
"Iya, tapi tampang Abang itu gak cocok jadi supir," sahut Pelangi lagi.
Mendengar perkataan Pelangi, Ferdinand langsung tertawa. Terkadang, dia saja lucu melihat nasibnya sekarang. Punya harta berlimpah tapi malah memilih menjadi supir.
Ferdinand berjalan tanpa memandang kedepan, dia masih fokus pada Pelangi yang mengajaknya berbicara hingga seorang gadis yang nampak terburu-buru tidak sengaja malah menabrak tubuhnya. Tentu saja itu membuat mereka terkejut. Gadis itu hampir oleng karena menabrak tubuh Ferdinand yang besar, namun dengan sigap Ferdinand menangkap tubuhnya hingga gadis itu jatuh kedalam rangkulan Ferdinand. Hanya berkas-berkas yang dibawa gadis itu yang jatuh berserakan keatas lantai.
Mereka saling pandang dan begitu terkejut saat melihat satu sama lain.
"Kamu," ucap mereka bersamaan. Posisi yang terlalu dekat dan begitu intim seperti ini membuat jantung mereka saling berdetak kencang apalagi mereka memang saling mengenal sebelumnya.
"Caramia, kan?" Ferdinand berucap sembari melepaskan tubuh Mia. Ya, gadis yang menjadi foto model dadakan Ferdinand beberapa bulan lalu. Dan tidak sengaja malah bertemu disini.
"Bang Ferdi," gumam Mia pula. Dia juga terkejut melihat Ferdi disini.
"Kalian saling kenal?" Tanya Pelangi, dia memandang Ferdinand dan Mia bergantian. Membuat mereka berdua langsung terlihat canggung.
Namun belum lagi sempat menjawab, kedatangan Arya bersama karyawannya membuat perhatian mereka teralihkan. "Sayang, kamu sudah datang!" Sapa Arya pada istrinya.
"Udah, Mas. Baru aja sampai." Jawab Pelangi.
"Ini kenapa, Mia? Kok berserakan?" Tanya Rangga memandang Mia dengan heran. Dia langsung berlutut untuk memunguti lembaran berkas itu, namun sayang sudah lebih dulu Ferdinand.
Dan karena merasa tidak enak, Mia pun ikut berlutut disana.
"Tadi gak sengaja ketabrak, jadi berserakan." Jawab Mia sembari memunguti berkas-berkas itu. Meski rasanya dia benar-benar canggung sekarang. Semua orang memperhatikan mereka.
Sisa satu lembar, tangan Mia terjulur untuk mengambil berkas itu, namun tiba tiba dia tertegun saat bukan berkas yang dia raih, melainkan tangan Ferdinand yang lebih dulu mengambilnya. Alhasil, Mia dan Ferdinand langsung saling pandang dan tersenyum getir. Mereka berdua terlihat salah tingkah, membuat Pelangi dan Arya tersenyum simpul memandang mereka.
"Ehem… sudah seperti adegan di sinetron saja ya," goda Arya.
Ferdinand dan Mia langsung berdiri dan tersenyum canggung. Mereka hanya bisa saling memandang tanpa ingin berbicara lebih.
"Yaudah, Mas. Udah mau senja, hari juga mendung. Kita pergi sekarang ya. Pelangi kepengen makan bakso," ajak Pelangi.
"Iya, yasudah. Yuk, Fer!" ajak Arya. Namun Pelangi langsung menggeleng cepat.
"Janganlah, kita berdua aja. Pelangi kan pengen kencan. Bang Ferdi anterin Mia aja ya," ujar Pelangi. Dan tentu saja ucapan Pelangi itu membuat Mia dan Ferdinand sedikit terkejut.
"Eh, jangan dong. Gak enak ngerepotin bang Ferdi. Aku … sama kak Rangga aja," jawab Mia.
Rangga langsung mengangguk setuju. Namun Pelangi malah menggeleng kembali.
"Hari udah mau hujan, nanti kamu kehujanan. Kamu gak bisa kena hujan kan. Jadi mending di anter bang Ferdi. Kak Rangga naik motor," ujar Pelangi kembali.
"Nah, bener juga sih. Yauda, gak apa-apa. Memang lebih baik kamu sama bang Ferdi aja, Mia. Aku juga buru-buru nih. Gak papa ya," sahut Rangga pula.
Sungguh demi apapun Mia tidak enak sekarang. Apalagi disaat mereka bertiga meninggalkan Mia begitu saja. Apa mereka tidak tahu jika Mia dan Ferdi sedikit canggung sekarang. Astaga.
Ferdi menoleh kearah Mia, begitu pula dengan Mia. Mereka tersenyum getir satu sama lain. Bahkan Ferdinand sampai menggaruk kepalanya menahan rasa gugup ini. Entah kenapa jadi secanggung ini padahal hampir setiap hari Ferdinand selalu bertanya-tanya keberadaan Mia. Tapi setelah bertemu, ada rasa aneh yang dia rasakan.
"Kita … pergi sekarang?" ajak Ferdinand.
Mia mengangguk pelan, bahkan sampai berada di dalam mobilpun mereka masih sama-sama terdiam.
"Aku gak nyangka kita ketemu disini, kamu kerja di perusahaan pak Arya ya?" Tanya Ferdinand mencoba basa-basi.
Mia mengangguk pelan, "iya bang, Mia magang disana. Abang gimana?" Tanya Mia pula.
"Oh, kebetulan aku supir yang ditugasin pak Arya untuk nganterin Nona Pelangi," jawab Ferdinand.
Mia terdiam, dia tidak menyangka jika Ferdinand adalah seorang supir. Apalagi ketika melihat perawakan Ferdinand. Bahkan waktu pertama kali mereka bertemu, Ferdinand terlihat seperti orang kantoran.
"Mia pikir Abang kerja kantoran atau fotografer," ucap Mia.
Ferdinand langsung tertawa kecil mendengar itu. "Memotret cuma hobi," jawabnya.
Ferdinand menoleh ke arah Mia sejenak, masih sama seperti beberapa waktu lalu. Wajah gadis ini selalu terlihat sendu. Seperti sedang menyimpan beban masalah saja. "Kita makan dulu mau gak?" tawar Ferdinand.
"Gak usah deh bang, pulang aja." jawab Mia.
"Kamu gak lapar emangnya?" Tanya Ferdinand kembali.
Mia menggeleng pelan, namun beberapa detik kemudian, perutnya malah berbunyi. Tentu saja itu membuat Ferdinand terkekeh kecil. "Tuh kan, perut kamu gak bisa bohong," ucap Ferdinand.
Mia tertunduk malu sambil memegangi perutnya. Keterlaluan memang. Padahal dia sudah menahan sebisa mungkin. Benar-benar malu, bahkan Ferdinand memang membawa Mia ke sebuah rumah makan. Cukup mewah, hingga membuat Mia sedikit heran.
"Yuk, turun," ajak Ferdinand.
"Tapi inikan," perkataan Mia terhenti sambil memandang Ferdinand dengan ragu.
"Udah ayo aja, aku udah laper banget." Sahut Ferdinand.
Hingga mau tidak mau membuat Mia hanya mengangguk pasrah dan mengikuti Ferdinand kesana.
Di Dalam restoran pun Mia banyak terdiam, bahkan yang memesan makanan juga Ferdinand. Tidak banyak yang diucapkan gadis itu selain menjawab apa yang ditanya Ferdinand.
"Kamu melamun terus, lagi ada masalah ya?" Tanya Ferdinand.
Mia menggeleng pelan sembari tersenyum tipis, "enggak kok." Jawabnya.
"Aku perhatikan kamu lagi banyak pikiran, sama seperti waktu pertama kali kita bertemu," ucap Ferdinand kembali.
"Nggak ada, bang. Mungkin karena capek kerja aja," jawab Mia. Namun, Ferdinand tahu jika gadis ini pasti hanya berkilah.
Mereka menikmati makanan mereka dalam diam, sesekali diselingi dengan pertanyaan dari Ferdinand, hingga tidak lama ponsel Ferdinand berdering. Dia meraih ponselnya, dan setelah tahu siapa yang menghubungi, Ferdinand kembali menyimpannya ke dalam saku.
"Kok gak diangkat?" Tanya Mia.
"Bukan siapa-siapa," jawab Ferdinand.
Padahal, Michael yang menghubunginya. Entah ada apa lagi, Ferdinand masih terlalu malas untuk berhubungan dengan mereka.
Dia kembali menikmati makanan itu bersama Mia, hingga akhirnya mereka selesai dan langsung pulang dari restoran sebab Mia sudah ingin cepat pulang.
Tanpa mereka sadari ada seseorang yang melihat mereka keluar dari restoran itu.
Amira, calon tunangan Ferdinand.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Erlangga❤
gpp walaupun cuma 3 bulan mia.. siapa tau ketularan pelangi 3 bulan bisa langsung nikah. asal.nasibnya aja gak sama😁
thor di novel ini ada rangga dan nina gak?
2023-08-11
0
Farida Wahyuni
pacar 3 bulan? kasian bgt deh, cuma pacar, 3 bulan lagi😂😂😂
2023-08-11
0