Apa pantas meminta perhatiannya?

"Gibran, sebenernya gue-"

"Bentar, ada telepon masuk."

Aku masih belum mengutarakan apa yang ingin aku katakan padanya, tapi Gibran sudah lebih dulu melangkah menjauh sambil mengangkat panggilan teleponnya.

Sekali lagi hatiku merasa sesak karena sebelumnya Gibran tidak pernah menjauh saat menerima telepon.

Aku merasa perasaanku semakin aneh setiap harinya.

Apa yang salah?

Kenapa setiap hal yang berkaitan dengan Gibran selalu menyesakkan dadaku sekarang?

Tidak lama setelah itu Gibran kembali dengan wajah sumringah, "Lo harus makan ya, gue pergi dulu. Bye!" Dia begitu cepat dan terburu-buru.

Dia hanya berpamitan, tapi rasanya seperti dia membawa pergi semua ketenangan hatiku.

Aku kembali mengintip kepergiannya dari balik jendela kamarku, dia berjalan lebih cepat dari biasanya. Apa yang membuatnya sampai seperti itu?

Kulihat dia berhenti sejenak lalu mengangkat panggilan teleponnya dan ekspresi sumringah yang sebelumnya terpancar darinya kini hilang.

Apa yang sebenarnya terjadi? Dia kemudian melangkah kembali memasuki rumahku dan dengan cepat aku kembali menuju meja belajarku karena aku tidak ingin dia sampai tahu kalau aku mengintip kepergiannya.

Sayangnya aku tidak tahu harus melakukan apa, aku menjadi panik sampai saat Gibran membuka pintu kamarku hingga aku begitu terkejut dan akhirnya membuat piring yang terletak tidak jauh dari jangkauanku terjatuh pecah dan menumpahkan segala isinya hingga berserakan di lantai.

"Jasmine!" Gibran begitu terkejut. Ia langsung menghampiriku yang dengan panik mengumpulkan serpihan beling itu dan akhirnya membuat jariku terluka dan mengeluarkan banyak darah.

Darah itu menjadi alasan untukku menangis padahal rasa sakit yang disebabkan oleh pecahan piring itu tidaklah sebanyak rasa sesak di dadaku yang kini sudah tidak mampu lagi menahannya.

"Lo kenapa sih? Udah duduk aja disini, biar gue yang beresin." Dari omelannya, aku masih dapat menangkap getaran khawatir dari sorot mata Gibran yang membawaku duduk di tepi tempat tidur lalu memberikanku sapu tangannya untuk menutup lukaku setelah itu ia dengan sigap membersihkan sisa serpihan piring sekaligus makanan yang sudah kotor.

"Ada apa?" Nenekku datang dengan wajah khawatir, ia masih mengenakan mukena-nya tanda ia baru saja menyelesaikan sholat Ashar. "Nenek denger suara piring jatuh tadi," sambungnya yang terburu-buru melangkah menghampiriku dan langsung memelukku yang masih menangis.

"Sakit, Nek ..." Aku merintih dalam tangisanku dan Nenek langsung menyeka darahku yang terus mengalir dengan sapu tangan milik Gibran.

Sakit sekali, Nek ... Hanya saja sakitnya berasal dari dalam hatiku dan aku tidak tahu kenapa aku kesakitan begini?

"Tunggu disini, Nenek ambilkan kotak obat. Mas Gibran, maaf ya jadi ngerepotin," ucap Nenekku yang langsung melangkah keluar dari kamarku.

Gibran hanya tersenyum menanggapi ucapan Nenekku dan setelah selesai, ia kembali menghampiriku.

Kedatangannya membuat rasa sesak dalam dadaku semakin mencekik, dia yang biasanya selalu menjadi penenang handal yang meredam kegelisahanku saat terkadang merindukan Ayahku kini menjadi bumerang yang seakan membawa rasa sakit yang semakin banyak memasuki hatiku yang sedang kacau ini.

Gibran menghela nafas. "Maaf karena gue udah marah-marah tadi," ucapnya menyesal.

Aku tidak dapat menjawab permintaan maafnya bukan karena aku masih menangis, tapi aku bingung kesalahan apa yang sudah Gibran perbuat padaku hingga aku harus merasa sesak berada di dekatnya karena aku tahu kemarahannya tadi di sebabkan oleh rasa khawatir.

Apa mungkin karena aku merasa Gibran mengabaikanku belakang ini? Apa aku berhak meminta perhatiannya?

"Di cuci dulu nanti infeksi," ucap Gibran yang langsung menggandengku dan membawaku keluar dari dalam kamar berbarengan dengan Nenekku yang baru akan kembali ke kamarku.

Gibran lantas membantuku mencuci tangan, "Sakit, Gibran ..." aku meringis ketika ia tidak sengaja menekan lukaku.

"Maaf, makanya bersihin yang bener."

"Ya makanya gak usah ikut campur sok bantu cuci. Emangnya tangan gue ini cucian kotor main pencet-pencet aja!"

Nenekku hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah ku dengan Gibran yang kembali bertengkar hanya karena hal sepele.

Dia tidak akan menginterupsi pertengkaranku dengan Gibran karena kami memang selalu begini sejak kecil.

"Ini obatnya, Nenek letakan disini, habis itu kalian makan ya. Nenek mau siram tanaman di belakang bentar," ucap Nenekku yang memilih meninggalkan kami berdua daripada pusing terus menerus mendengar kami bertengkar.

Aku yang merasa sedikit jengkel pada Gibran segera melangkah meninggalkannya yang masih belum selesai mencuci sapu tangannya yang terkena noda darahku.

Tanpa meminta bantuan Gibran, aku mengobati lukaku sendiri walaupun sedikit merepotkan dan membuat obatnya berceceran di meja, tapi aku tetap melakukannya, toh Gibran sudah sering mengabaikanku, dia tidak akan mungkin peduli pada hal seperti ini.

Dan sekali lagi hatiku sakit ...

"Gibran yang ganteng tolong dong bantuin obatin ... Kan bisa bilang gitu jadi obatnya gak tercecer kemana-mana. Lo seneng ya buat Nenek cape beresin rumah," ucap Gibran yang kembali marah-marah padaku sambil menyeka tetesan obat yang menetes di meja dengan tissue lalu setelah itu tanpa permisi dan masih dengan mengomel. Ia mengobati luka di tangan ku hingga memasangkan plester untuk menutupi luka ku agar darahnya tidak lagi keluar.

"Ini tuh rumah gue, nenek juga nenek gue! Jangan sok perduli macem lo aja yang bantu nenek bersihin rumah! Lo kan cuma asik numpang makan aja disini."

"Eh ... Eh ... Mulut lo butuh di laundry, ya? Gue itu gak cuma numpang makan ya, gue kan antar jemput lo ke sekolah ya wajar lah nenek kasih gue makan soalnya gue udah bersusah payah jagain cucunya yang nyebelin ini biar pulang-pergi selamat."

"Ya udah kalau begitu gak usah anter jemput lagi kalau gak ikhlas!"

"Bener-bener lo, ya!" Gibran sepertinya sudah habis sabar menghadapi ku hingga melayangkan jitakkan-nya ke atas kepalaku seperti apa yang biasa ia lakukan kalau kalah berdebat dengan ku.

"Dah lah dari pada lo marah-marah gak jelas padahal gak lagi PMS, mending kita makan yuk ...," ajak Gibran yang tersenyum penuh makna diakhir kalimatnya.

"Bilang aja lo itu kemari karena mau makan masakan Nenek bukan mau tanya gue kenapa kan? Lo mana bisa bener-bener peduli sama gue. Marah-marah aja terus kaya cewe PMS!" tukas ku yang langsung melangkah pergi meninggalkan Gibran dan mengurung diriku di dalam kamar.

Tanpa aku tahu respon apa yang Gibran tunjukkan setelah aku mengatakan hal seperti itu.

***

Keesokan harinya aku sengaja berangkat sekolah lebih pagi dari biasanya supaya aku tidak bertemu dengan Gibran, tapi entah kenapa aku tidak bisa berhenti kesal padanya.

Mungkin terlalu pagi aku datang ke sekolah hingga masih belum ada satu orang pun murid yang datang. Hanya ada aku di kelas. Dulu biasanya kalau aku dan Gibran datang sepagi ini meskipun hanya pernah beberapa kali sih, tapi kami selalu melakukan permainan XOX. Permainan sederhana mencoret-coret buku dengan huruf X dan O dan setiap kali yang kalah harus melakukan hal konyol sesuai permintaan yang menang, tapi karena Gibran sudah lulus duluan jadi kami sudah tidak pernah lagi melakukan permainan itu.

Aku merindukan saat-saat itu, saat dimana hanya ada Jasmine dan Gibran.

Apa mungkin kami bisa seperti itu lagi sekarang bila selalu ada Ruby diantara kami?

Aku menghela nafas sekali lagi, rasa sesaknya masih belum juga hilang sejak beberapa hari belakang hingga membuat semangatku juga ikut redup sambil membaringkan kepalaku di atas meja. Aku menatap kosong ke arah jendela yang menampilkan langit pagi yang sedikit mendung, mungkin itulah salah satu penyebabnya kenapa pagi ini terasa lebih gelap dari biasanya.

“Jasmine!!!”

***

Episodes
1 Sahabat yang lebih baik dariku
2 Retak
3 Jarak diantara kita
4 Apa pantas meminta perhatiannya?
5 Ada kamu diantara aku dan dia
6 Kehilangan kamu yang dulu
7 Rindu
8 Kembali menjadi hangat
9 Menebus Rindu
10 Diantara kami
11 Yang paling perduli
12 Ciuman pertamaku milikmu
13 Menyuapiku dengan rasa sakit
14 Satu kenangan manis
15 Orang ketiga
16 Gadis terdekat Gibran
17 Caranya memandangku
18 Pemenangnya
19 Situasi yang salah
20 Rindu yang menyiksa
21 Lelah
22 Luka dalam jiwa
23 Lupa bahagia
24 Pupus
25 Hancur harapan
26 Cinta dan rasa sakit
27 Kesalahan yang tidak termaafkan
28 Bila mencintai yang lain
29 Getaran berbeda
30 Titik terburuk
31 Akhir bahagia
32 Berhenti di titik yang sama
33 Si Pencuri Perhatian
34 Meninggalkan masa lalu
35 Ikatan batin
36 Cara menjalani hidup
37 Permintaan terakhir
38 Garis takdir
39 Kehilangan
40 Bukan ibu pengganti
41 Saling menyakiti
42 Tetap menjadi sandaran
43 Rencana semesta
44 Diam-diam bahagia
45 Terbuai
46 Egois
47 Tidak bisa kembali seperti dulu
48 Nostalgia
49 Tentang perasaan
50 Milik ku
51 Hukuman atau kecemburuan?
52 Jatuh dalam permainan sendiri
53 Kembali dijalan yang sama denganmu
54 Cinta itu seperti apa?
55 Muak
56 Pecundang
57 Terlalu terlambat
58 Mati rasa
59 Sebelum garis takdir terputus
60 Tidak ingin berpisah
61 Terkait
62 Berpaling
63 Mengejar cinta
64 Bayang-bayang
65 Tertelan perasaan
66 Dia yang berbahaya
67 Resah
68 Terjerumus perasaan
69 Egois
70 Kelabu
71 Saling menyakiti
72 Tersiksa batin
73 Berhenti di kamu
74 Manipulatif
75 Selalu salah
76 Pemilik hati
77 Mulai dari awal
78 Cinta dan benci
79 Nakal
80 Sedikit berusaha
81 Kesalahan terbesar
82 Pria jahat
83 Jangan terluka lagi
84 Kencan
85 Melati
86 Hentikan aku jika bisa
87 Damai
88 Tanggung jawab
89 Tegar
90 Dilema
91 Rantai Beracun
92 Mencintai hingga muak
93 Kekasih
94 Wanita jahat
95 Hukuman Dan Kerinduan
96 Cahaya Redup Masa Lalu
97 Monster
98 Menarik Jarak
99 Kotak kenangan
100 Fantasi
101 Denganmu
102 Keluarga Utuh
103 Waktu
104 Our Love Story
105 Satu-satunya Cinta
106 Separuh Nafas (End)
Episodes

Updated 106 Episodes

1
Sahabat yang lebih baik dariku
2
Retak
3
Jarak diantara kita
4
Apa pantas meminta perhatiannya?
5
Ada kamu diantara aku dan dia
6
Kehilangan kamu yang dulu
7
Rindu
8
Kembali menjadi hangat
9
Menebus Rindu
10
Diantara kami
11
Yang paling perduli
12
Ciuman pertamaku milikmu
13
Menyuapiku dengan rasa sakit
14
Satu kenangan manis
15
Orang ketiga
16
Gadis terdekat Gibran
17
Caranya memandangku
18
Pemenangnya
19
Situasi yang salah
20
Rindu yang menyiksa
21
Lelah
22
Luka dalam jiwa
23
Lupa bahagia
24
Pupus
25
Hancur harapan
26
Cinta dan rasa sakit
27
Kesalahan yang tidak termaafkan
28
Bila mencintai yang lain
29
Getaran berbeda
30
Titik terburuk
31
Akhir bahagia
32
Berhenti di titik yang sama
33
Si Pencuri Perhatian
34
Meninggalkan masa lalu
35
Ikatan batin
36
Cara menjalani hidup
37
Permintaan terakhir
38
Garis takdir
39
Kehilangan
40
Bukan ibu pengganti
41
Saling menyakiti
42
Tetap menjadi sandaran
43
Rencana semesta
44
Diam-diam bahagia
45
Terbuai
46
Egois
47
Tidak bisa kembali seperti dulu
48
Nostalgia
49
Tentang perasaan
50
Milik ku
51
Hukuman atau kecemburuan?
52
Jatuh dalam permainan sendiri
53
Kembali dijalan yang sama denganmu
54
Cinta itu seperti apa?
55
Muak
56
Pecundang
57
Terlalu terlambat
58
Mati rasa
59
Sebelum garis takdir terputus
60
Tidak ingin berpisah
61
Terkait
62
Berpaling
63
Mengejar cinta
64
Bayang-bayang
65
Tertelan perasaan
66
Dia yang berbahaya
67
Resah
68
Terjerumus perasaan
69
Egois
70
Kelabu
71
Saling menyakiti
72
Tersiksa batin
73
Berhenti di kamu
74
Manipulatif
75
Selalu salah
76
Pemilik hati
77
Mulai dari awal
78
Cinta dan benci
79
Nakal
80
Sedikit berusaha
81
Kesalahan terbesar
82
Pria jahat
83
Jangan terluka lagi
84
Kencan
85
Melati
86
Hentikan aku jika bisa
87
Damai
88
Tanggung jawab
89
Tegar
90
Dilema
91
Rantai Beracun
92
Mencintai hingga muak
93
Kekasih
94
Wanita jahat
95
Hukuman Dan Kerinduan
96
Cahaya Redup Masa Lalu
97
Monster
98
Menarik Jarak
99
Kotak kenangan
100
Fantasi
101
Denganmu
102
Keluarga Utuh
103
Waktu
104
Our Love Story
105
Satu-satunya Cinta
106
Separuh Nafas (End)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!