"Kayaknya Gibran nemuin sahabat yang lebih baik dari aku, Nek ..."
Hatiku pilu mengatakannya, tapi nenekku menenangkanku dengan pelukannya sambil mengusap-usap punggungku.
"Nak, kamu mungkin hanya belum terbiasa ada orang lain di antara kamu dan mas Gibran," ucap nenekku yang berusaha menenangkan.
"Tapi Gibran gak ajak aku bicara dari tadi, Nek. Dia terus asik bicara sama Ruby, kalau Ruby gak coba ajak aku ngomong aku cuma bisa diam aja diantara mereka." Dan aku menanggapinya dengan sebuah rengekan menyesakan dada.
Aku tidak pernah seperti ini sebelumnya, merasa menjadi seperti anak kecil yang terabaikan karena biasanya Gibran selalu mengisi kekosongan itu tiap kali aku merasa diabaikan.
"Coba kamu cari topik lain yang bisa kalian bahas bertiga." Nenekku memberi saran. Aku kemudian melepaskan pelukannya dan menyeka air mataku.
Sepertinya nenek benar, aku mungkin terlalu sensitif karena belum terbiasa dengan kehadiran Ruby, tapi Ruby adalah gadis yang baik, aku menyukainya hanya saja aku merasa terganggu setiap kali ia dan Gibran terlihat akrab.
Apa ini yang namanya cemburu? Tapi apa kata cemburu bisa ada dalam sebuah persahabatan?
Aku kemudian kembali ke ruang tamu di mana Gibran dan Ruby berada dengan membawa sekeranjang jeruk, tapi suara mereka tidak terdengar lagi atau mungkin aku terlalu lama di dapur? Aku hanya menunggu sebentar sampai kedua mataku tidak memerah lagi agar mereka tidak menyadari kalau aku habis menangis sekaligus mencari topik yang pas agar kami bertiga bisa mengobrol akrab tanpa ada yang merasa tersingkirkan.
Sekeranjang jeruk sudah aku letakkan di atas meja, anehnya mereka yang berisik kini menjadi sangat damai. Aku kemudian menoleh ke arah mereka berada tadi dan aku baru sadar jika mereka tertidur dengan posisi saling bersandar satu sama lain.
Kedua mataku memanas lagi, kenapa rasanya aku ingin menangis melihat pemandangan yang harusnya terlihat manis? Apa karena biasanya bahu itu adalah tempatku dan kini Ruby menempatinya?
Apa aku sungguh merasa cemburu? Tapi kenapa aku cemburu pada persahabatan sahabat-sahabat ku sendiri?
Aku berusaha untuk tidak mengikuti perasan ku yang kacau, aku berusaha untuk mengabaikan rasa sesak dalam hati ku yang terus mendesak ku untuk menangis.
Tapi kenapa tangan ku sampai gemetaran saat merapikan buku-buku kami diatas meja? Kenapa aku terguncang seperti ini?
Air mataku akhirnya menetes saat melihat buku gambar milik Gibran, biasanya satu sisi bukunya akan di isi oleh tulisanku sementara sisi yang lain akan di isi dengan gambar yang Gibran buat tapi tempat itu kini di isi oleh lukisan bunga dengan logo R sebagai penanda jika pelukis itu adalah Ruby.
"Jasmine?"
Aku langsung menyeka air mataku cepat-cepat, sebisa mungkin agar Gibran tidak menyadarinya.
"Apa?" Jawabku dengan nada ketus hanya agar suaraku tidak terdengar bergetar.
"Duduklah, di sini ..."
"Gak mau ah, sempit."
Aku hanya berusaha menghindar karena sepertinya Ruby masih tertidur sementara suara Gibran juga seperti orang yang sedang mengigau. Aku kemudian beranjak bangun, aku memutuskan untuk pergi tapi Gibran mencekal pergelangan tangan ku dan menahan langkah ku.
"Jangan bandel, lo kan selalu sakit kepala kalau gak tidur siang."
"Gue udah bukan bayi lagi."
Hanya dengan menjadi ketus aku bisa bertahan dari rasa sesak ini tapi Gibran tetap memaksa ku. Dia menarik pergelangan tanganku hingga akhirnya aku terjatuh duduk di sebelahnya.
"Ayo tidur ..." Gibran merangkulku, dia menyentuh kepalaku agar aku bersandar di bahunya lalu tangannya bergerak mengusap-usap puncak kepalaku.
Semua ini tidak terasa nyaman seperti hari-hari libur sebelumnya yang pernah kami lewati. Gibran mungkin mengusap-usap kepalaku dan menunjukkan kepeduliannya tapi kepalanya condong pada Ruby, itu artinya ia lebih menyukai dekat dengan Ruby kan?
Air mataku menetes lagi, aku menangis dalam diam. Aku ingin hari ini cepat berlalu agar aku hanya berdua dengan Gibran, berbicara sambil bertengkar di atas motornya dan memperebutkan masakan nenek saat kami pulang.
***
Sayangnya setelah hari Minggu itu, selalu ada Ruby dimanapun ada aku dan Gibran. Aku mencoba terbiasa dengan situasi ini dan seperti yang nenekku saran kan, aku selalu mencari topik pembicaraan yang cocok untuk kami bertiga tapi Gibran mulai mengganti motornya dengan mobil.
"Wow ... Wow ... Wow ... Sudah bukan Abang tukang ojek lagi tapi Abang tukang taksi?" Aku sengaja mengejek Gibran saat ia tiba di depan rumah ku dengan mobil barunya.
"Jangan bawel deh, dah ayo naik tar telat gue yang di salahin."
"Dih, siapa yang telat dateng emang?" cibirku, meskipun kami bertetangga tapi rumah Gibran berbeda blok dengan rumah ku jadi aku tidak bisa benar-benar memastikan dia sudah berangkat atau belum hanya saja dia akan selalu mengabari ku jika dia tidak sempat mengantar ku ke sekolah dan hari ini dia datang lebih telat tapi dia tidak mengatakan tidak bisa mengantar ku hari ini jadi aku tetap menunggunya walaupun aku nyaris telat.
"Eh ..."
Aku tertegun saat Gibran melarang ku membuka pintu depan.
"Kenapa?" tanyaku bingung.
"Duduk di belakang aja ya ..."
"Dih, bener-bener mau jadi supir ya bang?"
Gibran hanya berdecak mendengar ucapan ku tapi karena ini adalah mobil Gibran aku tidak bisa memaksa untuk duduk di sebelahnya.
Aku kemudian memasuki mobil dan duduk di kursi belakang.
"Kejutan!!!"
Aku tertegun, aku mungkin terkejut, tapi kejutan ini tidak terasa menyenangkan bagiku.
"Ruby ..."
Aku sungguh kebingungan karena rumah Ruby berlawanan arah dengan komplek perumahan ini tapi dia sudah berada di dalam mobil Gibran dan duduk di sebelah Gibran. Apa itu artinya Gibran menjemput Ruby lebih dulu?
"Kasian Ruby katanya supir yang biasa anter dia lagi sakit jadi daripada dia naik angkot mending sekalian kita kan?"
Wow, aku tidak tahu Gibran bisa mengucapkan kalimat sepanjang itu dan bukan sebuah omelan melainkan sebuah ucapan yang terdengar penuh perhatian.
"Ya, gak apa-apa lah ..." aku menjawab dengan tersenyum, walaupun ada perasaan lain yang mengganjal hati ku tapi aku tetap menunjukkan senyuman ku, Ruby tidak bersalah atas apapun kegelisahan yang aku rasakan sekarang.
"Ayo kita berangkat!" Aku melihat Gibran bergerak mendekati Ruby, dia dulu selalu membantuku memasangkan pengait helm, tapi kini dia membantu Ruby memasangkan sabuk pengamannya.
Hatiku, sakit ...
Apa dalam persahabatan ada perasaan seperti ini juga?
Mereka berdua adalah dua orang sahabat terbaikku, tapi aku tidak suka ketika mereka bersama dan terlihat dekat seperti ini.
Namun, mereka terus menjadi dekat, hari ini adalah awal saat aku merasa Gibran menggeser posisiku, seperti posisi dudukku yang berada di belakang. Aku merasa Gibran mulai lebih mengutamakan Ruby daripada diriku.
Apa aku berbuat salah pada Gibran tanpa aku sadari hingga rasanya Gibran hanya melihat Ruby?
Retak, yang retak itu persahabatan kami atau justru perasaanku?
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Siti Aminah
seru thor...
2024-12-30
0
Navalerie
Rasa sesaknya nyampe ke aku😭
2023-10-26
2
elf
nyesek SE nyesek²nya... bukan salah Gibran jika Gibran tdak mncintai jasmine... krna Gibran jg butuh jatuh cinta butuh teman hidup yg sesungguhnya...
tapi hatiku sangat sakiitttt memposisikan diri Sbg Jasmine... 😭😭😭
2023-10-04
2