Berbaliklah, Lihat Aku!

Berbaliklah, Lihat Aku!

Dunia Hana

"Hanaaaa!!!"

Panggil seorang gadis yang tengah berlari menghampiri temannya yang sedang asyik duduk di bangku taman kampus sambil menulis, entah apa yang dia tulis. Yang jelas saat temannya datang menghampiri, gadis yang dipanggil Hana itu langsung menghentikan aktivitasnya.

"Ada apa Fiyah?" tanya Hana.

"Tung - gu - du - lu" jawab Fiyah yang tengah mengatur nafasnya.

Hana menggeser sedikit badannya untk memberi tempat duduk untuk sahabatnya itu. Setelah duduk, Fiyah langsung menyambar minuman kemasan botol yang ada di atas meja di depan Hana.

"Bagi ya!"

Hana hanya mengangguk tersenyum dan melanjutkan kegiatannya sebelum temannya itu datang.

"Ada kabar heboh, terbaru, dan pokoknya ini paling baru deh." Ucap Fiyah setelah mulai bisa menguasai nafasnya. Hana tidak bergeming, mungkin mendengar tapi tidak tertarik. Begitulah Hana, gadis yang tidak terlalu suka ikut campur urusan orang lain, ya boleh dibilang jiwa keponya hanya sepuluh persen dari Fiyah yang notabene mahasiswi paling update di kampus mereka.

Fiyah yang merasa tidak dihiraukan mengambil buku yang ditulis oleh Hana, menutup dan menumpuknya jadi satu dengan buku mata pelajaran yang ada di depannya. Hana yang tahu kalau Fiyah sedang dalam mode seriusnya pun meletakkan pulpennya di atas meja kemudian berbalik menghadap ke arah Fiyah. Hana kemudian menaikkan alisnya, memberi tanda kalau dia siap mendengar kabar dari temannya ini.

Tanpa Hana mengeluarkan kata, Fiyah pun tahu kode dari gerakan wajah Hana. Mereka berteman sejak masa ospek mahasiswa baru dulu, sampai semester empat sekarang mereka menjadi sangat akrab, meskipun persahabatan mereka terbilang baru, bukan teman dari SMA, tapi tanpa mengeluarkan satu kata pun, cukup dengan sebuah kode atau ekspresi wajah, mereka sudah tahu apa maksud masing-masing.

Fiyah menghembuskan nafasnya keras dan memulai untuk bercerita, tapi sebelum itu ditatapnya wajah Hana, ada rasa berat di bibirnya untuk berucap, ada tatapan kesedihan yang dipancarkan dari mata Fiyah. Hana tahu tatapan itu, tatapan seseorang yang mengasihani. Hana bisa melihat dari perubahan ekspresi sahabatnya, dia tahu arti tatapan mata itu, tapi Hana hanya merespon dengan senyuman meskipun dengan hati yang sedikit nyeri. Fiyah belum cerita saja dadanya sudah sesesak ini, apalagi kalau Fiyah sudah memaparkan berita yang dia tahu.

"Hana..." Melihat Hana sekarang Fiyah jadi urung untuk menceritakan kabar ini, tapi menurutnya Hana harus tahu.

"Aku tahu kamu mau cerita tentang siapa. Cerita saja aku tidak apa-apa kok." jawab hana yang tengah memutar badannya menghadap ke meja dan melanjutkan kegiatannya untuk menulis.

"Hana, apa tidak bisa kamu berhenti sekarang? Ini sudah terlalu lama, aku yang tidak tega melihatmu."

"Fi, seandainya bisa akan aku lakukan, tapi sangat susah. Aku juga tidak bisa mengatur hatiku, otak dan hatiku tidak sejalan kalau mengenai hal ini. Sudahlah, toh ini sudah terjadi dari dulu. Dan kamu lihatkan, aku nyaman dengan begini, mungkin inilah duniaku, dan aku tidak pernah mengharapkan apa-apakan." papar Hana

"Ya sudah, kalau begitu kamu tidak usah dengar kabar ini. Lagian juga kabarnya memang baru tapi rasa basi, toh ini bukan satu atau dua kali kan." Melihat sahabatnya seperti ini Fiyah mengurungkan niatnya untuk menyampaikan kabar terbaru.

Braakkk...

"Ya Allah Andini, bikin kaget saja!" teriak Fiyah, dia kaget karena tingkah temannya yang baru saja datang langsung mengebrak meja yang Hana dan Fiyah tempati dengan tumpukan buku pelajaran yang Andini bawa.

"Sorry Fi, aku kesal saja melihat kelakuan Wira Aditama Si Playboy tikus got itu. Kalian tahu tidak, aku jalan kesini sepanjang koridor kampus tidak berhenti mendengar adegan penembakan dia aula olahraga, dan mangsa barunya biasa anak semester dua junior kita." tutur Andini panjang lebar

"Kalian pasti tahu cewek yang dia tembak itu, dia mahasiswa yang kemarin katanya jadi idola semua cowok jurusan kita pas malam inagurasi. Kalian ingat junior kita yang katanya tidak sengaja menumpahkan minumannya di pakaian Wira. Nah itu cewek yang ditembak sama playboy tikus got itu." tambahnya

"Padahal aku yakin ya, dia pasti sengaja melakukan itu, biasa karena mau cari muka sama seniornya. Cantik dari mana, modal make up dan tatanan rambut saja bangganya minta ampun, sok kecantikan sok imut, malas banget dengar dia dengan pedenya membanggakan diri habis ditembak sama... Auuhhh, apaan sih Fiyah pakai pukul segala, sakit nih." keluh Andini yang menatap tajam ke Fiyah akibat temannya itu memukulnya menggunakan botol minuman yang ada di atas meja.

Fiyah memberi tanda tutup mulut ke Andini kemudian melirik ke arah Hana. Andini yang kesal karena peristiwa heboh di kampus siang ini, tidak menyadari kalau kabar yang dia ucapkan barusan pasti melukai hati sahabatnya itu. Dengan tatapan mata yang merasa bersalah, dia pun menatap Fiyah dengan maksud minta tolong untuk membantu menenangkan Hana. Dia keceplosan betul-betul ketidaksengajaan, dan karena kekesalannya itu hingga tidak bisa mengontrol mulutnya.

"Kalian kenapa sih, biasa sajalah. Ini itu kabar ketiga untuk semester ini kalau dia ganti pacar." Hana yang tahu kalau temannya pasti merasa kasihan padanya setelah mendengar berita ini. Tapi untuk dia, entahlah. Ada perasaan nyeri mendengarnya, tapi entah kenapa ada perasaan dari sudut hatinya yang mengatakan, sudah biasa. Karena hal seperti ini memang sudah biasa baginya. Hal yang biasa untuk seseorang yang menyukai tapi tidak pernah dilirik, itulah Hana, dunia Hana, hati Hana, cinta Hana.

Ya, Hana menyukai seseorang yang tadi dibicarakan oleh sahabatnya, seorang yang membuat gempar kampus mereka karena menembak juniornya di aula olahraga. Rasa suka yang sejak lama dia pendam untuk dirinya sendiri, sebenarnya. Sampai kedua sahabatnya ini menemukan bukti tentang isi hati Hana, sebuah tulisan dari tangan Hana yang mengungkapkan perasaannya. Meskipun ketahuan tanpa sengaja, Hana pun tidak mengelak, dia lebih memilih jujur kepada sahabatnya. Tidak ada yang bisa Hana tutupi, karena dia tahu kedua sahabatnya pasti akan tahu.

"Hana please, berhenti menyukai laki-laki itu. Dia itu tidak baik buat kamu, apa kamu mau begini terus sampai lulus kuliah. Ayolah kamu harus move on, Wira bukan satu-satunya laki-laki di jurusan kita apalagi kampus kita, banyak kok laki-laki lain. Oke!" tutur Andini

"Kalian kenapa begini lagi sih, aku jujur tentang perasaanku kepada kalian bukan untuk melihat respon seperti ini. Aku benar-benar tidak apa-apa. Jadi berhenti untuk mengasihani aku. Kan kalian tahu sendiri aku tidak berharap apa-apa dari perasaan ini, rasa ini datang aku tidak mengundangnya, jadi mau rasa ini hilang ataupun tinggal itu tidak berpengaruh buat aku." jelas Hana.

"Tapi kita yang kasihan sama kamu Hana. Lihat sekarang, dari dulu kamu suka sama dia, tapi untuk bilang juga tidak berani, kamu hanya memilih diam dan diam. Ini adalah pacarnya yang ke tujuh selama dia masuk di kampus ini." jelas Andini

"Ini yang ke delapan Dini, yang ketujuh itu sudah putus 2 bulan yang lalu." jawab Hana yang mengoreksi pacar Wira, laki-laki yang dia sukai.

"Tuh kan, bahkan jumlah pacarnya saja kamu tahu. Atau jangan-jangan kamu tahu lagi semua pacarnya dia?" tanya Andini seraya memicingkan mata, menunggu jawaban dari Hana, yang direspon Hana hanya sebuah senyuman.

"Tuh kan apa aku bilang, kamu pasti tahu. Hana, Hana, hati kamu terbuat dari apa sih, kuat begitu menahan rasa sakit." Andini terduduk lemas, tidak habis pikir dengan apa yang terjadi dengan sahabatnya ini.

"Fi, urus tuh teman kamu. Capek aku Fi, masa dari dulu playboy itu terus yang di hatinya, kapan digantinya. Tahun saja sudah berganti, masa dia tetap dengan nama itu terus." omel Andini

"Sudahlah Din, kita sudah janji untuk tidak mempermasalahkan ini kan. Hana cerita tentang perasaannya ke kita berdua dengan janji kita tidak akan bicara ke siapapun, baik itu org lain maupun Wira sendiri. Jadi stop ya, dari pada kolestrol kamu naik." balas Fiyah

"Enak saja!" balas Dini lagi seraya melemparkan kembali botol minuman yang digunakan Fiyah tadi untuk memukul tangannya.

"Tapi kamu benar baik-baik saja kan Hana? kalau kamu mau menangis, menangis saja, aku sama Fiyah siap kok mendengarnya." tanya Andini memastikan keadaan sahabatnya

Hana meletakkan kembali pulpennya, menutup buku yang sedari tadi dia corat coret dengan untaian kata-kata. Menatap kedua temannya yang juga menatapnya dengan tatapan sendu dan kasihan pada dirinya, ataukah cintanya. Dia pun menghela nafas dengan panjang, menampilkan senyum manisnya agar kedua sahabatnya ini yakin kalau dia baik-baik saja.

"Kalian lihat selama ini memang aku pernah terpuruk dengan perasaanku? Tidak kan, jadi yakinlah aku baik- baik saja, dan sangat baik-baik saja."

Hana sudah menampilkan wajah ceria, senyum manis, dan kata-kata yang sangat meyakinkan untuk kedua sahabatnya, berharap mereka percaya. Tapi tetap saja tatapan mereka tidak berubah sama sekali, seakan tidam percaya dengan kata-katanya, dan tetap melihat Hana dengan rasa kasihannya. Kasihan pada seorang wanita yang memendam rasa kepada laki-laki tapi tidak berani diungkapkan, dan sayangnya laki-laki ini termasuk dalan kategori makhluk yang sangat tidak peka.

Ini yang paling Hana hindari, dikasihani. Hana benar, perasaannya pada Wira bukan kemauannya. Rasa itu muncul tiba-tiba tanpa bisa ditolak, dan Hana sudah mencoba untuk mengusir rasa itu dari dulu, tapi hasilnya nihil. Rasa itu tetap ada dari dulu sampai sekarang. Jadi siapa yang harus disalahkan? Hanakah? Hatinyakah? Atau perasaan ini?

Terpopuler

Comments

Haura Maqil

Haura Maqil

wahh hebat hebat, stay tune

2023-08-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!