Di bangku taman kampus yang tadi di tempati oleh tiga orang perempuan, kemudian ditambah satu laki-laki, kini setelah beberapa perdebatan kecil, saling sindir, dan saling melempar candaan tiga puluh menit yang lalu, kini hanya tinggal sepasang mahasiswa. Ya, mereka adalah playboy cap tikus got dan pengagum dalam diamnya, siapa lagi kalau bukan Wira dan Hana. Andini dan Safiyah yang tadi bergabung terpaksa meninggalkan mereka karena dipanggil oleh dosen mereka, entah urusan apa tapi hal itu berhasil membuat dua orang yang bagai mata koin ini sekarang dalam situasi berdua seperti sekarang.
"Lagi menulis apa dari tadi matanya ke buku itu terus, aku ada disini loh Hana, tidak sopan nganggurin teman sendiri ya." kesal Wira yang menatap Hana sedari tadi hanya mencorat-coret buku yang dihadapnnya
"Ckk, kayak baru pertama kali saja lihat aku menulis puisi." timpal Hana cuek
"Jutek banget sih, kamu mau kayak Andini mukanya jutek terus, nanti kalian dibilang mahasiswa lama loh, gara-gara muka tua."
"Reseh deh kamu Wir."
Hana yang kesal menutup buku dan menumpuknya bersama buku pelajarannya yang lain, kemudian berdiri hendak pergi dari bangku tersebut. Wira yang melihat itu langsung menarik tangan Hana sehingga membuatnya langsung terduduk kembali ke tempatnya.
"Wah bandel nih anak, dari tadi aku disini menemani kamu, tapi kamu mau pergi begitu saja tanpa pamit, permisi bahkan salim cium tangan begitu." ucap Wira meraih tangan Hana kemudian menyodorkan tangannya untuk disalim oleh Hana.
"Wira Aditamaaaa......" kesal Hana dan kembali menghadiahi playboy cap tikus got ini pukulan bertubi-tubi
"Iya Raihana Malikaaaaa, ampuuun." mohonnya pada Hana yang tidak berhenti memukulinya.
Itulah Hana dan Wira, mereka akrab dan dekat tapi itu tidak cukup untuk membuat seorang Wira Aditama berbalik arah melihat seorang Hana. Dia bukan laki-laki peka yang dapat merabah tatapan dan perhatian Hana. Sedangkan Hana, dia bukan perempuan yang memiliki rasa percaya diri untuk memikat hati seorang Wira.
Buat Hana cukup seperti ini saja, Wira jadi miliknya atau tidak, tidak akan mengubah dunianya. Dia akan tetap seperti ini, perempuan pendiam, introvert yang masih level rendah, dan juga kurang memiliki rasa percaya diri untuk pergaulan, tapi berbeda jika sudah dalam hal belajar. Saat dia tampil sebagai pemateri di depan umum dia akan menjadi perempuan yang berbeda, karena memang dia adalah wanita yang pintar dan cerdas.
"Kamu betul-betul ya kalau mukul aku sakit tau."
"Kamu juga sih yang mancing, main nyosorin tangan ke muka aku."
"Ya maksudnya itu buat salim, begini-begini aku kakak loh, tanggal lahir kita hanya beda tahun saja." timpal Wira
"Tapi ingat ya, kita ini seangkatan jadi tidak ada kata kakak-adik diantara kita." jawab Hana
"Idih, mentang-mentang kamu ikut kelas akselerasi makanya bisa loncat kelas satu tahun. Jangan terlalu pintar dan mandiri jadi perempuan, laki-laki itu juga butuh perempuan yang manja untuk dilindungi."
"Harus manja supaya bisa dikibulin sama kamu, never. Asal anda tau ya Bapak Wira perempuan mandiri dan cerdas itu bisa jadi bayangan dan pondasi untuk kesuksesan laki-laki." ucap Hana membanggakan diri
"Kayaknya kamu memang cocok deh sama Kak Miftah. Kalian pasti serasi, dia calon laki-laki sukses dan kamu bayangannya. Bukannya dia masih suka cari perhatian ya sama kamu, bagaimana?"
"Apa tidak bisa orang itu kamu?" batin Hana
"Aku tidak mau mikir kesana dulu, mau serius kuliah, lulus dan kerja, itu saja " jawab Hana dengan mulutnya, ya itu lah hati dan mulut perempuan, akan berbeda. Jadi jika bicara pada orang yang kurang peka, maka akan ditelan mentah-mentah tanpa mau tahu apa arti dari kata-kata itu.
"Tapi apa ada kesempatan buat Kak Miftah masuk ke hati kamu? Hana, aku sebagai teman memberi masukan saja, jangan membekukan hati kamu lihat juga sekeliling kamu. Apa salahnya membuka hati untuk Kak Miftah, dia orangnya baik kok." papar Wira
Hana memicingkan mata menatap curiga pada manusia tidak peka di depannya.
"Kamu dibayar berapa sama Kak Miftah buat jadi Pak Comblang?"
"Memangnya aku laki-laki bayaran apa, tidak lah. Dia hanya janji untuk bantuin up nilai aku sama Pak Agus jika aku berhasil membuat kalian jadian." jujur Wira tanpa rasa bersalah
"Dasar ya, teman tidak punya akhlak main jual teman seenaknya demi nilai."
Pukulan demi pukulan pun harus Wira terima dari Hana, tidak hentinya dia meminta ampun dan menyuruh Hana menghentikan pukulannya yang lumayan sakit, bagaimana tidak sakit, kini bukan buku lagi yang jadi alat pukulnya seperti tadi, tapi botol minuman yang ditinggalkan Fiyah. Hana yang kesal kepada Wira tidak berniat untuk menghentikannya, anggaplah ini sebagai kamuflase dari luapan rasa sakit hati Hana pada Wira.
"Kak Wira!" panggilan suara manja menghentikan aktifitas keduanya.
Baik Wira dan Hana keduanya pun menoleh ke sumber suara tersebut. Disana berdiri seorang gadis cantik dengan outfit modis yang mencerminkan sifat feminimnya, rambut panjang yang digulung ujungnya menambah daya tarik gadis tersebut.
Cantik. Satu kata itu yang menggambarkan wanita itu di mata Hana. Jiwa kurang percaya dirinya mulai semakin menciut kala melihat gadis itu mendekat dan langsung duduk disebelah Wira.
"Sayang, kamu sudah selesai pertemuannya?" tanya Wira pada gadis itu, pacar barunya.
"Sudah beres. Kakak mau pulang sekarang?" Resti, pacar baru Wira balik bertanya sambil merapikan anak rambut di dahi pacarnya yang belum sehari itu.
Melihat perlakuan, sikap manja dan perhatian Resti membuat Wira langsung menggoda sang kekasih. Dia menempelkan dahinya ke dahi Resti dan menoel hidung gadis tersebut.
"Iya, aku antar pulang ya. Jangan naik ojol, aku cemburu." ajak Wira
Resti yang gadis manja dan polos, langsung mencubit pinggang kekasihnya dia malu diperlakukan seperti itu.
"Kak Wira, jangan begitu malu ada Kak Hana."
Wira berbalik menatap Hana yang kembali duduk dan mulai sibuk dengan tulisannya lagi.
"Hana, aku duluan ya antarin Si Pacar pulang dulu, nanti kalau dia pulang pakai ojek bisa-bisa aku cemburu."
" Kak Wiraa..." teriak Resti manja sambil memeluk lengan pacarnya, Wira yang melihat tingkah Resti hanya tertawa.
"Iya pulang sana, dari pada disini yang ada aku jadi obat nyamuk. Resti bawa tuh jauh-jauh pacar kamu."
"Yee, bilang saja kalau kamu mau menyendiri atau lagi menunggu Kak Miftah bilang I love You."
Mendengar kata-kata dari Wira membuat Hana jadi jengkel, dia pun melemparkan tatapan mematikannya kepada sang teman penganggu agar laki-laki ini segera pergi dari hadapannya.
"Iya iya aku pergi, tidak usah mode kurama begitu." canda Wira
Hana sudah malas menanggapi Wira, ujung-ujungnya tidak akan selesai jadi dia membiarkan Wira saja. Sedangkan Wira yang menatap pacar barunya langsung bersiap untuk meninggalkan Hana yang kembali dengan kesibukannya mencorat-coret bukunya dengan sebuah untaian kata.
"Aku balik ya!" pamit Wira
"Kak Hana kita duluan ya, maafin Kak Wira." pintah Resti dengan manja
"Iya tenang saja, sudah biasa sama manusia satu itu." jawab Hana
"Oh ya Hana, kalau nanti Kak Miftah nembak kamu, kamu harus mau ya, demi bantuin teman kamu ini. Oke!" pintah Wira
"Huuufft" Hana menghela nafasnya panjang
"Oke Bapak Wira, demi pertemanan kita, nanti kalau Kak Miftah datang, aku bakalan bilang sama dia."
"Bilang apa?" tanya Wira penasaran
"Aku akan bilang, I love you..."
"Wira" batin Hana
Wira terbahak-bahak melihat ekspresi Hana, dia pun berlalu menggandeng tangan Resti meninggalkan Hana sendiri.
Jika kalian bertanya sakit, jelas sakit. Tapi bukan karena ucapan Wira yang mau menjodohkan dengan seniornya, bukan itu. Hati Hana terlalu cuek untuk mempermasalahkan hal sepeleh itu. Juga bukan karena Wira pergi menggandeng tangan Resti, itu juga bukan alasan sakitnya, itu sih hal kecil menurutnya dari dulu. Hana sakit karena hatinya masih tidak bisa dia kendalikan, ingin menghapus cintanya tapi tak kuasa, ingin memperjuangkan cintanya tapi percuma. Hatinya masih menolak untuk berjuang, hatinya hanya terus menyembunyikan perasaannya tanpa mau diungkapkan.
Saat punggung Wira sudah tidak kelihatan lagi dari jangkauan pandangannya, dia hanya terdiam meremas pulpen yang dia pegang untuk meluapkan sakitnya. Sakit dari hatinya menguap keluar melalui matanya, awalnya hanya setetes, tapi lama-kelamaan menjadi linangan. Dia hanya mampu menunduk menyembunyikan sakit hatinya yang keluar menjelma jadi air mata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Haura Maqil
Di wirwir kok kurang peka yaa jadi cowok?
2023-08-10
0