NovelToon NovelToon

Berbaliklah, Lihat Aku!

Dunia Hana

"Hanaaaa!!!"

Panggil seorang gadis yang tengah berlari menghampiri temannya yang sedang asyik duduk di bangku taman kampus sambil menulis, entah apa yang dia tulis. Yang jelas saat temannya datang menghampiri, gadis yang dipanggil Hana itu langsung menghentikan aktivitasnya.

"Ada apa Fiyah?" tanya Hana.

"Tung - gu - du - lu" jawab Fiyah yang tengah mengatur nafasnya.

Hana menggeser sedikit badannya untk memberi tempat duduk untuk sahabatnya itu. Setelah duduk, Fiyah langsung menyambar minuman kemasan botol yang ada di atas meja di depan Hana.

"Bagi ya!"

Hana hanya mengangguk tersenyum dan melanjutkan kegiatannya sebelum temannya itu datang.

"Ada kabar heboh, terbaru, dan pokoknya ini paling baru deh." Ucap Fiyah setelah mulai bisa menguasai nafasnya. Hana tidak bergeming, mungkin mendengar tapi tidak tertarik. Begitulah Hana, gadis yang tidak terlalu suka ikut campur urusan orang lain, ya boleh dibilang jiwa keponya hanya sepuluh persen dari Fiyah yang notabene mahasiswi paling update di kampus mereka.

Fiyah yang merasa tidak dihiraukan mengambil buku yang ditulis oleh Hana, menutup dan menumpuknya jadi satu dengan buku mata pelajaran yang ada di depannya. Hana yang tahu kalau Fiyah sedang dalam mode seriusnya pun meletakkan pulpennya di atas meja kemudian berbalik menghadap ke arah Fiyah. Hana kemudian menaikkan alisnya, memberi tanda kalau dia siap mendengar kabar dari temannya ini.

Tanpa Hana mengeluarkan kata, Fiyah pun tahu kode dari gerakan wajah Hana. Mereka berteman sejak masa ospek mahasiswa baru dulu, sampai semester empat sekarang mereka menjadi sangat akrab, meskipun persahabatan mereka terbilang baru, bukan teman dari SMA, tapi tanpa mengeluarkan satu kata pun, cukup dengan sebuah kode atau ekspresi wajah, mereka sudah tahu apa maksud masing-masing.

Fiyah menghembuskan nafasnya keras dan memulai untuk bercerita, tapi sebelum itu ditatapnya wajah Hana, ada rasa berat di bibirnya untuk berucap, ada tatapan kesedihan yang dipancarkan dari mata Fiyah. Hana tahu tatapan itu, tatapan seseorang yang mengasihani. Hana bisa melihat dari perubahan ekspresi sahabatnya, dia tahu arti tatapan mata itu, tapi Hana hanya merespon dengan senyuman meskipun dengan hati yang sedikit nyeri. Fiyah belum cerita saja dadanya sudah sesesak ini, apalagi kalau Fiyah sudah memaparkan berita yang dia tahu.

"Hana..." Melihat Hana sekarang Fiyah jadi urung untuk menceritakan kabar ini, tapi menurutnya Hana harus tahu.

"Aku tahu kamu mau cerita tentang siapa. Cerita saja aku tidak apa-apa kok." jawab hana yang tengah memutar badannya menghadap ke meja dan melanjutkan kegiatannya untuk menulis.

"Hana, apa tidak bisa kamu berhenti sekarang? Ini sudah terlalu lama, aku yang tidak tega melihatmu."

"Fi, seandainya bisa akan aku lakukan, tapi sangat susah. Aku juga tidak bisa mengatur hatiku, otak dan hatiku tidak sejalan kalau mengenai hal ini. Sudahlah, toh ini sudah terjadi dari dulu. Dan kamu lihatkan, aku nyaman dengan begini, mungkin inilah duniaku, dan aku tidak pernah mengharapkan apa-apakan." papar Hana

"Ya sudah, kalau begitu kamu tidak usah dengar kabar ini. Lagian juga kabarnya memang baru tapi rasa basi, toh ini bukan satu atau dua kali kan." Melihat sahabatnya seperti ini Fiyah mengurungkan niatnya untuk menyampaikan kabar terbaru.

Braakkk...

"Ya Allah Andini, bikin kaget saja!" teriak Fiyah, dia kaget karena tingkah temannya yang baru saja datang langsung mengebrak meja yang Hana dan Fiyah tempati dengan tumpukan buku pelajaran yang Andini bawa.

"Sorry Fi, aku kesal saja melihat kelakuan Wira Aditama Si Playboy tikus got itu. Kalian tahu tidak, aku jalan kesini sepanjang koridor kampus tidak berhenti mendengar adegan penembakan dia aula olahraga, dan mangsa barunya biasa anak semester dua junior kita." tutur Andini panjang lebar

"Kalian pasti tahu cewek yang dia tembak itu, dia mahasiswa yang kemarin katanya jadi idola semua cowok jurusan kita pas malam inagurasi. Kalian ingat junior kita yang katanya tidak sengaja menumpahkan minumannya di pakaian Wira. Nah itu cewek yang ditembak sama playboy tikus got itu." tambahnya

"Padahal aku yakin ya, dia pasti sengaja melakukan itu, biasa karena mau cari muka sama seniornya. Cantik dari mana, modal make up dan tatanan rambut saja bangganya minta ampun, sok kecantikan sok imut, malas banget dengar dia dengan pedenya membanggakan diri habis ditembak sama... Auuhhh, apaan sih Fiyah pakai pukul segala, sakit nih." keluh Andini yang menatap tajam ke Fiyah akibat temannya itu memukulnya menggunakan botol minuman yang ada di atas meja.

Fiyah memberi tanda tutup mulut ke Andini kemudian melirik ke arah Hana. Andini yang kesal karena peristiwa heboh di kampus siang ini, tidak menyadari kalau kabar yang dia ucapkan barusan pasti melukai hati sahabatnya itu. Dengan tatapan mata yang merasa bersalah, dia pun menatap Fiyah dengan maksud minta tolong untuk membantu menenangkan Hana. Dia keceplosan betul-betul ketidaksengajaan, dan karena kekesalannya itu hingga tidak bisa mengontrol mulutnya.

"Kalian kenapa sih, biasa sajalah. Ini itu kabar ketiga untuk semester ini kalau dia ganti pacar." Hana yang tahu kalau temannya pasti merasa kasihan padanya setelah mendengar berita ini. Tapi untuk dia, entahlah. Ada perasaan nyeri mendengarnya, tapi entah kenapa ada perasaan dari sudut hatinya yang mengatakan, sudah biasa. Karena hal seperti ini memang sudah biasa baginya. Hal yang biasa untuk seseorang yang menyukai tapi tidak pernah dilirik, itulah Hana, dunia Hana, hati Hana, cinta Hana.

Ya, Hana menyukai seseorang yang tadi dibicarakan oleh sahabatnya, seorang yang membuat gempar kampus mereka karena menembak juniornya di aula olahraga. Rasa suka yang sejak lama dia pendam untuk dirinya sendiri, sebenarnya. Sampai kedua sahabatnya ini menemukan bukti tentang isi hati Hana, sebuah tulisan dari tangan Hana yang mengungkapkan perasaannya. Meskipun ketahuan tanpa sengaja, Hana pun tidak mengelak, dia lebih memilih jujur kepada sahabatnya. Tidak ada yang bisa Hana tutupi, karena dia tahu kedua sahabatnya pasti akan tahu.

"Hana please, berhenti menyukai laki-laki itu. Dia itu tidak baik buat kamu, apa kamu mau begini terus sampai lulus kuliah. Ayolah kamu harus move on, Wira bukan satu-satunya laki-laki di jurusan kita apalagi kampus kita, banyak kok laki-laki lain. Oke!" tutur Andini

"Kalian kenapa begini lagi sih, aku jujur tentang perasaanku kepada kalian bukan untuk melihat respon seperti ini. Aku benar-benar tidak apa-apa. Jadi berhenti untuk mengasihani aku. Kan kalian tahu sendiri aku tidak berharap apa-apa dari perasaan ini, rasa ini datang aku tidak mengundangnya, jadi mau rasa ini hilang ataupun tinggal itu tidak berpengaruh buat aku." jelas Hana.

"Tapi kita yang kasihan sama kamu Hana. Lihat sekarang, dari dulu kamu suka sama dia, tapi untuk bilang juga tidak berani, kamu hanya memilih diam dan diam. Ini adalah pacarnya yang ke tujuh selama dia masuk di kampus ini." jelas Andini

"Ini yang ke delapan Dini, yang ketujuh itu sudah putus 2 bulan yang lalu." jawab Hana yang mengoreksi pacar Wira, laki-laki yang dia sukai.

"Tuh kan, bahkan jumlah pacarnya saja kamu tahu. Atau jangan-jangan kamu tahu lagi semua pacarnya dia?" tanya Andini seraya memicingkan mata, menunggu jawaban dari Hana, yang direspon Hana hanya sebuah senyuman.

"Tuh kan apa aku bilang, kamu pasti tahu. Hana, Hana, hati kamu terbuat dari apa sih, kuat begitu menahan rasa sakit." Andini terduduk lemas, tidak habis pikir dengan apa yang terjadi dengan sahabatnya ini.

"Fi, urus tuh teman kamu. Capek aku Fi, masa dari dulu playboy itu terus yang di hatinya, kapan digantinya. Tahun saja sudah berganti, masa dia tetap dengan nama itu terus." omel Andini

"Sudahlah Din, kita sudah janji untuk tidak mempermasalahkan ini kan. Hana cerita tentang perasaannya ke kita berdua dengan janji kita tidak akan bicara ke siapapun, baik itu org lain maupun Wira sendiri. Jadi stop ya, dari pada kolestrol kamu naik." balas Fiyah

"Enak saja!" balas Dini lagi seraya melemparkan kembali botol minuman yang digunakan Fiyah tadi untuk memukul tangannya.

"Tapi kamu benar baik-baik saja kan Hana? kalau kamu mau menangis, menangis saja, aku sama Fiyah siap kok mendengarnya." tanya Andini memastikan keadaan sahabatnya

Hana meletakkan kembali pulpennya, menutup buku yang sedari tadi dia corat coret dengan untaian kata-kata. Menatap kedua temannya yang juga menatapnya dengan tatapan sendu dan kasihan pada dirinya, ataukah cintanya. Dia pun menghela nafas dengan panjang, menampilkan senyum manisnya agar kedua sahabatnya ini yakin kalau dia baik-baik saja.

"Kalian lihat selama ini memang aku pernah terpuruk dengan perasaanku? Tidak kan, jadi yakinlah aku baik- baik saja, dan sangat baik-baik saja."

Hana sudah menampilkan wajah ceria, senyum manis, dan kata-kata yang sangat meyakinkan untuk kedua sahabatnya, berharap mereka percaya. Tapi tetap saja tatapan mereka tidak berubah sama sekali, seakan tidam percaya dengan kata-katanya, dan tetap melihat Hana dengan rasa kasihannya. Kasihan pada seorang wanita yang memendam rasa kepada laki-laki tapi tidak berani diungkapkan, dan sayangnya laki-laki ini termasuk dalan kategori makhluk yang sangat tidak peka.

Ini yang paling Hana hindari, dikasihani. Hana benar, perasaannya pada Wira bukan kemauannya. Rasa itu muncul tiba-tiba tanpa bisa ditolak, dan Hana sudah mencoba untuk mengusir rasa itu dari dulu, tapi hasilnya nihil. Rasa itu tetap ada dari dulu sampai sekarang. Jadi siapa yang harus disalahkan? Hanakah? Hatinyakah? Atau perasaan ini?

Terima Kasih, Hana!

Untuk mengembalikan suasana yang sudah mulai tidak kondusif karena kabar yang dibawah Andini, mereka bertiga memutuskan untuk tidak membahas masalah yang membuat heboh seisi kampus. Mereka lebih menikmati makanan dan minuman yang baru mereka pesan dari kantin kampus. Canda tawa mulai menghiasi bangku taman yang mereka tempati, terkadang membahas mata pelajaran, tentang dosen mereka, tugas yang menumpuk, atau bahkan curhatan ringan dari ketiganya.

"Seru banget, lagi bahas apa sih?"

Mendengar sapaan pertanyaan dari seseorang yang sangat familiar ketiganya pun berbalik arah ke suara tersebut. Ketiga perempuan yang disapa tersebut menunjukkan tatapan dan ekspresi yang berbeda. Andini dengan ekspresi kesalnya, Safiyah dengan ekspresi cemas yang lebih ditujukan kepada Hana, sedangkan Hana tersenyum dan menyambut sapaan dari teman seangkatan dan sejurusannya itu.

"Hei Wira, hanya bahas hal yang biasa tidak ada yang seru seru banget kok" jawab Hana sambil menggeser sedikit badannya karena melihat Wira yang hendak duduk di sampingnya.

Jika kalian berpikir atau bahkan bertanya-tanya bagaimana kondisi hati Hana sekarang, jawabannya adalah sudah biasa. Tidak ada rasa gugup, cemas, salah tingkah, bahkan malu-malu yang biasa ditunjukkan perempuan kepada orang yang disukainya. Duduk bersebelahan atau mengobrol dengan Wira adalah hal yang biasa baginya, karena apa, karena mereka memang berteman akrab, jadi untuk sekarang hati Hana sudah terbiasa dengan semua itu. Ya bisa dibilang Hana adalah perempuan yang pandai menunjukkan sikapnya kepada semua orang. Sifat baik dan ramahnyalah yang membuat orang lain betah bersamanya, baik teman yang lain, sahabatnya, bahkan Wira sekalipun. Hana yang selalu memperlihatkan sifat terbuka kepada Wira terkadang membuat kedua sahabatnya ini menjadi khawatir terhadap perasaan Hana.

Mereka khawatir dengan kondisi seperti ini hati Hana akan terluka. Mencintai seseorang dalam diam itu sulit, apalagi jika harus berhadapan setiap hari. Entah doa apa yang harus mereka panjatkan, doa agar perasaan Hana terbalas, tidak mungkin mereka tidak akan meminta itu karena mereka tahu siapa yang disukai sahabatnya, seorang playboy yang sangat terkenal, bahkan baru semester empat dia sudah memacari delapan mahasiswi di kampusnya. Jadi Wira bukan laki-laki yang tepat untuk sahabatnya, tetapi kalau mendoakan agar perasaan Hana terhapus untuk Wira, itu juga tidak mungkin karena Hana adalah perempuan yang ramah, humble, baik, enak diajak bicara dan hal itulah yang bahkan Wira pun suka mengobrol dengan Hana. Terbukti sekarang, disaat mereka bertiga sedang mengobrol, Wira sang cinta dalam hati Hana lebih memilih mengganggu kegiatan mereka bertiga daripada tetap bergabung dengan teman-teman lain yang juga sedang berkumpul disekitar situ.

"Ya serulah obrolan kita, secara baru saja ada kejadian yang membuat heboh seisi kampus. Katanya ada playboy cap tikus got yang nembak mahasiswi di aula olahraga." sindir Andini

"Iya, kamu enak Din, hanya mendengar dari anak-anak kan berita itu. Nah kalau aku, melihat langsung kejadian itu, baru mau aku ceritakan ke Hana kamu sudah lebih dulu cerita." tambah Fiyah

Ya benar, kalau Andini hanya mendengar kabar itu dari mulut mahasiswa lain, beda dengan Safiyah yang melihat langsung adegan tersebut secara live. Dia yang tadinya hendak ke kantin menjadi penasaran karena mahasiswa lain berlarian ke arah aula olahraga yang membuat jiwa keponya menariknya ke tempat tersebut.

Wira yang mendengarnya pun tak bisa membendung tawanya, membuat kedua teman yang menyindirnya tambah kesal tapi berbeda dengan Hana, melihat Wira sebahagia itu rasanya sangat nyaman, hatinya hangat melihat orang yang dia suka bahkan mungkin cintai bisa tertawa selepas itu.

"Ini kalau kalian mau lihat adegannya." seru Wira sambil menyodorkan ponselnya ke depan Hana, karena jarak yang paling dekat dengannya memang Hana.

Hana pun menerima ponsel tersebut kemudian menekan play untuk melihat adegan penembakan yang dilakukan Wira kepada junior angkatannya. Mungkin karena ini momen seru dan romantis sehingga salah satu teman Wira mengabadikan momen penembakan panah cinta tersebut.

Video pun terputar menampilkan dua orang yang sedang berdiri di sebuah aula olahraga, Sang laki-laki yang menggenggam tangan perempuan dalam video itu dan Sang perempuan yang terlihag malu-malu sambil menyelipkan rambut ke belakang telinganya menggunakan tangan lainnya.

"Bagaimana Resti, apa perasaanku kamu terima?" tanya pemeran utama yang tidak lain adalah Wira

"Tapi Kak, aku malu!" jawab Resti si pemeran utama wanita sambil melirik sekelilingnya yang sudah dipenuhi mahasiswa untuk menonton live streaming penembakan cinta

"Kenapa harus malu, itu bagus lagi jadi mereka bisa jadi saksi kalau kita memang pacaran." gombal Wira yang berhasil membuat Resti menundukkan mukanya karena malu kemudian mengangguk tanda menerima perasaan Wira

Belum selesai semua video terputar, Hana sudah menghentikannya dan mengembalikan ponsel milik Wira.

"Ya kok selesai, itu masih ada adegannya Hana." protes Andini yang masih mau melihat kelanjutan penembakan tersebut.

"Iya, setelah itu ada adegan si centil itu langsung memeluk Wira." lirik Fiyah dengan ekspresi tidam suka pada Wira

"Ya sudahlah, untuk apa penasaran itu kan momen mereka. Lagian adegan selanjutnya kan sudah dispoiler tadi sama Safiyah, jadi anggap saja kita sudah nonton semua." balas Hana

"Memangnya mereka sewot kenapa sih, apa mereka marah kalau aku jadian sama Resti?" tanya Wira sambil menatap Hana

"Tidaklah, masa mereka marah karena kamu jadian. Itukan perasaan kalian tidak ada salahnya ditunjukkan." jawab Hana lagi

"Kita tidak sewot hanya saja heran plaboy angkatan kita plus sejurusan kita gampang banget ganti pacar, kayak ganti galon saja, habis langsung ganti, putus tinggal tembak yang baru." ucap Safiyah

"Sama junior yang kecentilan itu lagi, aku tidak mau ya kalau nanti kamu mengobrol begini sama kita kita dan kamu ajak pacar kamu yang kedelapan itu gabung sama kita." tambah Andini

"Wah kamu menghitungnya ya, kamu memang hebat Din." puji Wira sambil mengangkat kedua jempolnya ke arah Andini

"Ih malas banget hitung jumlah pacar kamu, Hana tuh yang bilang, aku malah kiranya ini yang ketujuh, tapi kata Hana sudah yang kedelapan." Andini yang mulai kesal kini kembali menerima pukulan dari Fiyah akibat mulutnya yang terlalu lancar bicara tanpa peduli perasaan Hana sekarang.

"Aku kira Hana paling malas mengurusi gosip, tapi kok bisa tahu jumlah pacar-pacarku?" tanya Wira yang menatap Hana lekat. Dia bingung saja karena Hana adalah tipe perempuan yang malas untuk ikut campur urusan orang lain, beda dengan Andini dan Fiyah.

Hana melirik Wira sekilas, kemudian mengambil buku di atas meja dan memukulkan ke bahu Wira sehingga yang menjadi korban pun mengeluh sakit, meski tidak seberapa rasa sakitnya.

"Ya taulah, kamu itu pacaran sama mahasiswa disini tidak pakai acara backstreet. Lagian juga kalau putus pasti secara sepihak dan itu yang membuat angkatan kita harus berbohong ke mantan-mantan kamu kalau mereka mencari kamu dan kamu malah bersembunyi. Dasar!" jawab Hana dan kembali menghadiahi Wira pukulan buku sekali lagi.

Inilah yang membuat Hana sulit melupakan Wira. Meskipun tidak seakrab Andini dan Safiyah, tapi dibandingkan teman angkatan lainnya Wira adalah salah satu teman terakrab Hana. Keakraban mereka, kecerewetan Hana pada Wira, perhatian Hana ke Wira sangat terlihat jelas, tapi entah mengapa hal itu belum bisa membuat Wira mengetahui isi hati perempuan di sebelahnya ini.

"Iya, iya maaf." mohon Wira

"Aku kasihan sama mereka, daripada mereka mengejar-ngejar aku terus ya mending aku pacari. Lagian kita dalam proses seleksi pendampingkan." tambah Wira

"Terus setelah ini, pacar kamu selanjutnya siapa lagi, angkatan mana?" tanya Fiyah asal

"Penasaran ya, aku juga. Mungkin selanjutnya akan lebih mengejutkan kalian lagi. Atau siapa tahu salah satu dari kalian kan?"

Dan ketiga perempuan membalas serempak,

"Ogah" jawab Fiyah

"Ih, mimpi" jawab Andini

"No, bekas orang" jawab Hana

"Santai dong, lagian cuman bercanda. Aku juga tidak niat memilih salah satu dari angkatan kita sebagai mantan." balas Wira sambil tersenyum kemudian mengambil salah satu minuman yang ada di atas meja lalu meminumnya sampai habis.

"Wiraaaa, itu minuman aku." jerit Hana kesal melihat tingkah Wira yang main seruput minuman miliknya.

"Bagi Hana jangan pelit, aku haus habis nembak cewek, prosesi menembak cewek itu tidak mudah butuh tenaga banyak." balas Wira kemudian mengambil roti bakar yang ada di depan Hana

"Minuman baru sekali aku minum sudah kamu habiskan, roti juga baru aku pesan belum aku makan sama sekali tahu, reseh banget sih jadi orang." ucap Hana seraya melipat tangannya ke depan dada.

"Iya iya, nih kalau kamu mau coba." Wira menyodorkan roti yang sudah dia gigit ke mulut Hana. Mendapat perlakuan mendadak dari Wira membuat Hana yang kaget dan spontan membuka mulutnya, menggigit roti yang disodorkan Wira.

"Tuh sudah dimakan sedikit kan, jadi ini buat aku ya?" mohon Wira

Hana hanya tersenyum kemudian mengangguk pelan.

"Terima kasih, Hana!" kembali menyuapkan roti ke mulutnya

"Kamu memang teman angkatan kita yang paling baik, beda sama si jutek dua orang ini." lirik Wira pada kedua temannya yang dari tadi diam saja melihat interaksi dua orang ini. Yang satu si cidaha, dan yang satu si kurang peka, bukan kurang sama sekali mati kepekaan.

Love You, Wira

Di bangku taman kampus yang tadi di tempati oleh tiga orang perempuan, kemudian ditambah satu laki-laki, kini setelah beberapa perdebatan kecil, saling sindir, dan saling melempar candaan tiga puluh menit yang lalu, kini hanya tinggal sepasang mahasiswa. Ya, mereka adalah playboy cap tikus got dan pengagum dalam diamnya, siapa lagi kalau bukan Wira dan Hana. Andini dan Safiyah yang tadi bergabung terpaksa meninggalkan mereka karena dipanggil oleh dosen mereka, entah urusan apa tapi hal itu berhasil membuat dua orang yang bagai mata koin ini sekarang dalam situasi berdua seperti sekarang.

"Lagi menulis apa dari tadi matanya ke buku itu terus, aku ada disini loh Hana, tidak sopan nganggurin teman sendiri ya." kesal Wira yang menatap Hana sedari tadi hanya mencorat-coret buku yang dihadapnnya

"Ckk, kayak baru pertama kali saja lihat aku menulis puisi." timpal Hana cuek

"Jutek banget sih, kamu mau kayak Andini mukanya jutek terus, nanti kalian dibilang mahasiswa lama loh, gara-gara muka tua."

"Reseh deh kamu Wir."

Hana yang kesal menutup buku dan menumpuknya bersama buku pelajarannya yang lain, kemudian berdiri hendak pergi dari bangku tersebut. Wira yang melihat itu langsung menarik tangan Hana sehingga membuatnya langsung terduduk kembali ke tempatnya.

"Wah bandel nih anak, dari tadi aku disini menemani kamu, tapi kamu mau pergi begitu saja tanpa pamit, permisi bahkan salim cium tangan begitu." ucap Wira meraih tangan Hana kemudian menyodorkan tangannya untuk disalim oleh Hana.

"Wira Aditamaaaa......" kesal Hana dan kembali menghadiahi playboy cap tikus got ini pukulan bertubi-tubi

"Iya Raihana Malikaaaaa, ampuuun." mohonnya pada Hana yang tidak berhenti memukulinya.

Itulah Hana dan Wira, mereka akrab dan dekat tapi itu tidak cukup untuk membuat seorang Wira Aditama berbalik arah melihat seorang Hana. Dia bukan laki-laki peka yang dapat merabah tatapan dan perhatian Hana. Sedangkan Hana, dia bukan perempuan yang memiliki rasa percaya diri untuk memikat hati seorang Wira.

Buat Hana cukup seperti ini saja, Wira jadi miliknya atau tidak, tidak akan mengubah dunianya. Dia akan tetap seperti ini, perempuan pendiam, introvert yang masih level rendah, dan juga kurang memiliki rasa percaya diri untuk pergaulan, tapi berbeda jika sudah dalam hal belajar. Saat dia tampil sebagai pemateri di depan umum dia akan menjadi perempuan yang berbeda, karena memang dia adalah wanita yang pintar dan cerdas.

"Kamu betul-betul ya kalau mukul aku sakit tau."

"Kamu juga sih yang mancing, main nyosorin tangan ke muka aku."

"Ya maksudnya itu buat salim, begini-begini aku kakak loh, tanggal lahir kita hanya beda tahun saja." timpal Wira

"Tapi ingat ya, kita ini seangkatan jadi tidak ada kata kakak-adik diantara kita." jawab Hana

"Idih, mentang-mentang kamu ikut kelas akselerasi makanya bisa loncat kelas satu tahun. Jangan terlalu pintar dan mandiri jadi perempuan, laki-laki itu juga butuh perempuan yang manja untuk dilindungi."

"Harus manja supaya bisa dikibulin sama kamu, never. Asal anda tau ya Bapak Wira perempuan mandiri dan cerdas itu bisa jadi bayangan dan pondasi untuk kesuksesan laki-laki." ucap Hana membanggakan diri

"Kayaknya kamu memang cocok deh sama Kak Miftah. Kalian pasti serasi, dia calon laki-laki sukses dan kamu bayangannya. Bukannya dia masih suka cari perhatian ya sama kamu, bagaimana?"

"Apa tidak bisa orang itu kamu?" batin Hana

"Aku tidak mau mikir kesana dulu, mau serius kuliah, lulus dan kerja, itu saja " jawab Hana dengan mulutnya, ya itu lah hati dan mulut perempuan, akan berbeda. Jadi jika bicara pada orang yang kurang peka, maka akan ditelan mentah-mentah tanpa mau tahu apa arti dari kata-kata itu.

"Tapi apa ada kesempatan buat Kak Miftah masuk ke hati kamu? Hana, aku sebagai teman memberi masukan saja, jangan membekukan hati kamu lihat juga sekeliling kamu. Apa salahnya membuka hati untuk Kak Miftah, dia orangnya baik kok." papar Wira

Hana memicingkan mata menatap curiga pada manusia tidak peka di depannya.

"Kamu dibayar berapa sama Kak Miftah buat jadi Pak Comblang?"

"Memangnya aku laki-laki bayaran apa, tidak lah. Dia hanya janji untuk bantuin up nilai aku sama Pak Agus jika aku berhasil membuat kalian jadian." jujur Wira tanpa rasa bersalah

"Dasar ya, teman tidak punya akhlak main jual teman seenaknya demi nilai."

Pukulan demi pukulan pun harus Wira terima dari Hana, tidak hentinya dia meminta ampun dan menyuruh Hana menghentikan pukulannya yang lumayan sakit, bagaimana tidak sakit, kini bukan buku lagi yang jadi alat pukulnya seperti tadi, tapi botol minuman yang ditinggalkan Fiyah. Hana yang kesal kepada Wira tidak berniat untuk menghentikannya, anggaplah ini sebagai kamuflase dari luapan rasa sakit hati Hana pada Wira.

"Kak Wira!" panggilan suara manja menghentikan aktifitas keduanya.

Baik Wira dan Hana keduanya pun menoleh ke sumber suara tersebut. Disana berdiri seorang gadis cantik dengan outfit modis yang mencerminkan sifat feminimnya, rambut panjang yang digulung ujungnya menambah daya tarik gadis tersebut.

Cantik. Satu kata itu yang menggambarkan wanita itu di mata Hana. Jiwa kurang percaya dirinya mulai semakin menciut kala melihat gadis itu mendekat dan langsung duduk disebelah Wira.

"Sayang, kamu sudah selesai pertemuannya?" tanya Wira pada gadis itu, pacar barunya.

"Sudah beres. Kakak mau pulang sekarang?" Resti, pacar baru Wira balik bertanya sambil merapikan anak rambut di dahi pacarnya yang belum sehari itu.

Melihat perlakuan, sikap manja dan perhatian Resti membuat Wira langsung menggoda sang kekasih. Dia menempelkan dahinya ke dahi Resti dan menoel hidung gadis tersebut.

"Iya, aku antar pulang ya. Jangan naik ojol, aku cemburu." ajak Wira

Resti yang gadis manja dan polos, langsung mencubit pinggang kekasihnya dia malu diperlakukan seperti itu.

"Kak Wira, jangan begitu malu ada Kak Hana."

Wira berbalik menatap Hana yang kembali duduk dan mulai sibuk dengan tulisannya lagi.

"Hana, aku duluan ya antarin Si Pacar pulang dulu, nanti kalau dia pulang pakai ojek bisa-bisa aku cemburu."

" Kak Wiraa..." teriak Resti manja sambil memeluk lengan pacarnya, Wira yang melihat tingkah Resti hanya tertawa.

"Iya pulang sana, dari pada disini yang ada aku jadi obat nyamuk. Resti bawa tuh jauh-jauh pacar kamu."

"Yee, bilang saja kalau kamu mau menyendiri atau lagi menunggu Kak Miftah bilang I love You."

Mendengar kata-kata dari Wira membuat Hana jadi jengkel, dia pun melemparkan tatapan mematikannya kepada sang teman penganggu agar laki-laki ini segera pergi dari hadapannya.

"Iya iya aku pergi, tidak usah mode kurama begitu." canda Wira

Hana sudah malas menanggapi Wira, ujung-ujungnya tidak akan selesai jadi dia membiarkan Wira saja. Sedangkan Wira yang menatap pacar barunya langsung bersiap untuk meninggalkan Hana yang kembali dengan kesibukannya mencorat-coret bukunya dengan sebuah untaian kata.

"Aku balik ya!" pamit Wira

"Kak Hana kita duluan ya, maafin Kak Wira." pintah Resti dengan manja

"Iya tenang saja, sudah biasa sama manusia satu itu." jawab Hana

"Oh ya Hana, kalau nanti Kak Miftah nembak kamu, kamu harus mau ya, demi bantuin teman kamu ini. Oke!" pintah Wira

"Huuufft" Hana menghela nafasnya panjang

"Oke Bapak Wira, demi pertemanan kita, nanti kalau Kak Miftah datang, aku bakalan bilang sama dia."

"Bilang apa?" tanya Wira penasaran

"Aku akan bilang, I love you..."

"Wira" batin Hana

Wira terbahak-bahak melihat ekspresi Hana, dia pun berlalu menggandeng tangan Resti meninggalkan Hana sendiri.

Jika kalian bertanya sakit, jelas sakit. Tapi bukan karena ucapan Wira yang mau menjodohkan dengan seniornya, bukan itu. Hati Hana terlalu cuek untuk mempermasalahkan hal sepeleh itu. Juga bukan karena Wira pergi menggandeng tangan Resti, itu juga bukan alasan sakitnya, itu sih hal kecil menurutnya dari dulu. Hana sakit karena hatinya masih tidak bisa dia kendalikan, ingin menghapus cintanya tapi tak kuasa, ingin memperjuangkan cintanya tapi percuma. Hatinya masih menolak untuk berjuang, hatinya hanya terus menyembunyikan perasaannya tanpa mau diungkapkan.

Saat punggung Wira sudah tidak kelihatan lagi dari jangkauan pandangannya, dia hanya terdiam meremas pulpen yang dia pegang untuk meluapkan sakitnya. Sakit dari hatinya menguap keluar melalui matanya, awalnya hanya setetes, tapi lama-kelamaan menjadi linangan. Dia hanya mampu menunduk menyembunyikan sakit hatinya yang keluar menjelma jadi air mata.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!