Kabarnya, Arun tidak pulang sejak sore itu.
Waduh!
Tejo menggaruk kepalanya yang tak gatal, sudah puluhan kali dia melihat daftar hadir di pondok ini, satu pun tidak ada yang menjadi inisial nama Arunika Cahya Arya, nama kedua adik dari gadis itu pun juga tak ada.
"Kesimpulannya, Gus ... mbak Arun nggak ke sini seperti yang dia bilang ke orang tuanya, adik-adiknya juga nggak ada," kata Tejo menangkupkan kedua tangannya ke depan dada.
Ukaisyah juga sudah memeriksa CCTV di seluruh penjuru pondok ini, memang benar tidak ada tanda-tanda keberadaan gadis itu.
"Gus!"
"Apa sih?!" balas Ukaisah terkejut, mereka hanya berdua di ruang monitor ini, mana sepi.
"Hehehehe ... Ini cuman praduga aja, Gus. Jangan diambil serius loh ya!"
"Memangnya, apa?" Ukaisyah berhenti melototi layar di depannya itu.
Pemuda yang dibilang pawangnya Gus Isya oleh para santri ini pun bergegas mendekat dan berbisik, sesuatu yang sebenarnya juga masuk ke dugaan Ukaisyah. Tapi, anak gadis mana yang berani tinggal di sawah sepanjang malam, bahkan mau masuk tengah hari. Di sana tak ada satu orang pun di malam hari, itu yang sejak tadi Ukaisyah pertimbangkan meskipun dia tahu Arun itu terlibat kenakalan yang bisa dibilang berani.
Tapi, itu'kan ramai-ramai!
Sejujurnya, ini bukan urusan mereka, hanya saja sebelum hari itu kedua orang tua Arun meminta mereka menerima bila Arun datang mengaji ke pondok, oleh karena alasan itu sekarang mereka terlibat.
"Apa kita ke sana aja, Gus?" Tejo seketika berubah menjadi detektif. "Kebayang loh, Gus, betapa kerennya kita kalau bisa nemuin orang hilang. Apalagi, ini anaknya orang penting di desa ini, ya kan, Gus?!"
Ck!
Gengsi kalau Ukaisyah iyakan langsung, dia tidak boleh salah bertindak, perlu diingat lagi status mereka berdua. Ukaisyah dan Arun sama-sama belum menikah, bila dia datang ke sana, bisa jadi fitnah akan bermunculan.
Tapi, lagi-lagi tapi ...
"Jadi, Gus?"
"Iya, tapi kita nggak berdua aja. Kita ke rumah pak Arya dulu, ajak pak Arya atau anaknya yang cowok!" jawab Ukaisyah tak habis pikir dengan dirinya sendiri, bisa terlibat sejauh ini dengan gadis bernama Arun itu yang katanya berandalan kampung.
Kalau diingat lagi, Ukaisyah pantas marah karena rambutnya kotor tersiram makanan ayam, belum lagi jarinya harus melepuh karena rokok di tangan Arun saat mereka baru pertama kali bertemu di desa ini.
Selesai dengan tugas di pondok, Ukaisyah berniat membantu keluarga Arya untuk mencari lagi membujuk Arun. Tapi, tanpa Ukaisyah tahu, di kantor pondok ini ibunya sedang berbicara berdua dengan salah satu putri kyai besar di desa sebelah.
"Sya, mau ke mana?" Aisyah menahan tangan putranya. "Bunda mau ajak ngobrol ini, buru-buru?"
"Iya, Nda. Isya ada janji, maaf ya-"
"Memangnya, janji apa? Bukannya, kamu bisa rehat sekarang?" Aisyah jelas tahu kegiatan putranya.
Ukaisyah membungkuk hingga bisa berbisik ke ibunya.
"Ada calon santri pondok ini yang kabur dari rumah, mungkin menolak niat orang tuanya, Nda. Isya mau bantu nyari sebentar sama mereka, barang kali bisa dibujuk, setidaknya mau pulang," bisiknya.
Wajah Aisyah sontak berubah penuh kecemasan, dia seorang ibu yang jelas paham betapa paniknya mencari anak yang kabur dari rumah, tidak ada kabar satu jam saja, dia sudah ingin memanggil polisi.
"Terus, kamu mau cari di mana?" hilang sudah niatannya untuk mengenalkan putri kyai ini dengan Ukaisyah.
"Insyaallah, Isya tahu tempatnya, Nda. Isya pernah ketemu di sana, doakan ya," jawabnya lembut.
Tak ada alasan bagi Aisyah menghalangi Ukaisyah, baik calon santri atau santri di sini merupakan bagian tanggung jawab yang diemban oleh putranga itu.
Wajah putri kyai itu berubah sedikit masam melihat kepergian Ukaisyah, lelaki idaman para wanita dengan segala kesempurnaannya, mendengarkan betapa lembutnya suara Ukaisyah saja pasti banyak yang ingin menyerahkan diri.
"Wulan, maaf ya ... Isya memang tanggung jawab di sini," ucapnya tersenyum, mau bagaimana lagi.
...****************...
Apa dia yang harus membujuk gadis yang telah membuat jarinya melepuh dan rambutnya terkena kotoran?
"Ya Allah ..." Ukaisyah mengusap dadanya.
Sejak tadi dia sudah bingung harus bagaimana, setibanya di rumah Arya, dengan mata kepalanya sendiri, dia melihat Arya tengah memeluk Arun begitu erat, gadis itu sudah pulang.
"Harusnya, aku nggak terlalu khawatir, dia kan terkenal di desa ini, penahluk jalanan juga. Isya-Isya!" gumamnya sembari terus berjalan, sudah terlanjur janji ke rumah, ya sudah dia hadapi saja.
Tejo terus mengikuti langkah Ukaisyah di belakang, sebenarnya juga ingin kembali saja melihat Arun sudah di rumah, tapi mereka lagi-lagi sudah berjanji.
"Maaf, kalau mengganggu, Pak Arya dan keluarga." Ukaisyah bersalaman dengan Arya.
Seketika Arun mencebik dan memilih berada di belakang punggung Arya. Kemarin, dia melihat laki-laki ini sempat lewat tidak jauh dari pengairan sawah, seharusnya Ukaisyah bertanggung jawab atas ide pondok itu dan meminta maaf padanya, tapi justru pergi meskipun kemarin dia kabur bukan karena pondok sepenuhnya.
"Gus, mampir dulu, ayo! Ini istri saya masak banyak dan dijamin enak, Mas Tejo juga ayo!" ajak Arya mempersilahkan keduanya masuk.
"Terima kasih banyak, Pak Arya. Tujuan kami ke sini untuk memastikan kondisi keluarga Pak Arya baik-baik saja, lebih baik kami pam-"
"Walaaah, apa ini, Gus?!" sahut Ajeng dari dalam, bergegas memakai kerudungnya, terbalik pun tak masalah asalkan tidak terlihat rambutnya itu. "Makan dulu, Gus, Mas Tejo, silakan masuk!"
Tejo menyenggol lengan Ukaisyah, sudah sampai se heboh ini masa iya langsung pulang, paling tidak menghargai.
"Kam-"
"Oh, iya, Bu Ajeng, Pak Arya. Ayo, Gus!" potong Tejo terpaksa menarik tangan Ukaisyah.
Pandangan Ajeng tak lepas dari dua anak muda di meja makan ini, dia seperti sedang makan bersama anak menantu saja. Ukaisyah memang idaman, membatasi pandangannya pada setiap wanita selain ibu dan adiknya sendiri, melihat dia pun hanya beberapa detik, begitu pun pada Arun, bisa dibilang tidak melihat Arun selama makan bersama ini.
Hem, gemes kalau punya mantu gitu! Pengen cepet mantu! Hahahah...
"Sekali lagi, terima kasih atas jamuannya-"
"Emang kebiasaan orang ke sini cuman mau makan, terus sebelum pulang minta uang. Jangan-jangan penanggung jawab pondok juga mau gitu?!" potong Arun menyindir.
"Arun!" tegur Arya. "Ayah beneran marah ini kalau ngomongnya nggak ke kontrol gitu!"
"Em, Pak Arya ... Sabar!" pinta Ukaisyah, memang sejak awal bertemu dengan Arun, dia dan gadis itu tidak akur, selalu dalam masalah. "Saya dan Tejo pamit saja, kalau berkenan bisa datang di pengajian seminggu sekali, Pak," ucapnya seraya bersalaman.
Setelah mereka ke luar halaman rumah Arya, barulah Tejo bisa mengumpat, menepuk dadanya yang membara karena ucapan Arun yang tak sopan pada Ukaisyah.
"Itu anak bau kencur, Gus!"
"Sudah, lagian kamu pernah nyium dia, kok sampe tahu bau kencur segala?! Ayo, balik!" balas Ukaisyah bergegas.
Dari teras rumahnya, Arun menjulurkan lidah pada punggung Ukaisyah, tanpa ada rasa bersalah sama sekali.
"Hem, kamu ngecengin gus Isya, ketahuan!" kata Ajeng membuat Arun terkejut. "Sekarang ngeledek julurin lidah, besok ati-ati loh sama lidahnya! Lidah tak bertulang-"
"Ibu ih!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments