Bertemu Di Rumah

 "Si kembar anaknya pak Arya?" ulang Ukaisyah memelankan suaranya.

 Tunggu!

 Kalau tidak salah, anak-anak Arya itu dua yang Ukaisyah tahu saat pertama kali dia berkunjung di desa ini. Bahkan, keduanya pernah membantu proses pembangunan sampai pembukaan, Ukaisyah masih ingat wajahnya meskipun mereka jarang hadir di undangan yang Ukaisyah berikan, nomor mereka saja sudah tidak aktif. Lalu, ditambah lagi si Arun yang tadi.

"Itu—" Ukaisyah menunjuk tempat duduk Arun.

 "Iya, Gus. Itu mbaknya si kembar nakal itu!" jawab salah satu santriwati yang berdiri tidak jauh dari Ukaisyah, mendengar gumaman Ukaisyah samar-samar.

 Ukaisyah menoleh, sebenarnya dia bingung, tapi di depan santri tentu tidak boleh menunjukkan hal itu karena bisa saja membuat mereka panik atau mungkin berimbas ke yang lain.

 Jadi, gadis yang dia temui sedang ikut tawuran, adu balap dan merokok di ujung desa ini anaknya orang penting di sini, bahkan dia kerap bekerja sama. Gadis itu anak pertamanya Arya yang juga terkenal di desa ini.

 "Mau ke mana, Gus?" tanya Tejo segera memakai pecinya.

 Ukaisyah melihat beberapa santriwati yang masih berdiri di sekitarnya. "Kalian ke sana saja, nggak apa kalau mbak Arun di sana, dia boleh bergabung, ayo!"

 Mereka pun mengangguk dan patuh, lagipula tak pernah ada masalah dengan Arun, yang membuat mereka kesal adalah dua adiknya Arun yang sering mereka sebut bermuka dua itu, sebab di depan orang tua selalu tampak baik, sedang di luar suka sekali membuat anak gadis cemas.

 Tujuan Ukaisyah bukan ke Arunnya, tapi pada dua anak kembar Arya itu, si Aldo dan Aldi. Katakan mereka kenal baik dan pernah terlibat urusan bersama, tapi untuk perilaku mereka tadi tidak bisa Ukaisyah benarkan, apalagi dia seorang penanggung jawab.

 Ekhem!

 Keduanya pun berbalik, Aldo biasa saja, sedangkan Aldi sedikit menunjukkan keterkejutannya.

 "Sudah lama nggak ketemu, kalian apa kabar? Maaf, saya nggak tahu kalau pak Arya sakit dan harus digantikan kalian," kata Ukaisyah sembari bertanya.

 "Baik, nggak masalah, Mas." Aldo sesantai itu.

 Aldi tampak meremas jemarinya. "Baik, Mas. Ngomong-ngomong, kenapa ya ke sini? Bukannya, acara di sana?"

 Hish!

 Mata Aldo melotot pada Aldi sembari mengumpat, pertanyaan itu lebih pantas Ukaisyah yang mengeluarkan, bukan mereka, kalau seperti ini tentu bunuh diri.

 Ukaisyah tersenyum, walau mereka ini disebut anak nakal, tetap saja mereka lebih muda darinya, sebagai yang lebih tua sudah seharusnya Ukaisyah lebih bijak lagi tenang.

 "Sebelumnya mohon maaf, tadi ada beberapa santri mengadukan kalian, memang nggak bisa saya percaya begitu saja, tapi apa benar kalian masuk ke kamar mandi putri?" tanya Ukaisyah memandang keduanya

 "Apa buktinya?" balas Aldo menaikkan dagu mereka.

 "Jangan nuduh deh, Mas! Pondok ini masih baru, jadi jangan sembarangan sama kita!" timpal Aldi.

 Bukannya takut, Ukaisyah justru mengulum senyum, jawaban keduanya cukup menjadi bukti dari tuduhan yang para santri katakan tadi tanpa harus Ukaisyah bersusah payah.

 "Ya, saya nggak masalah kalau harus berurusan sama orang tua kalian, kalau perlu pun saya bisa ke rumah kalian besok," kata Ukaisyah tidak gentar sama sekali.

 Aldo membuang putung rokoknya di depan Ukaisyah, begitu pun Aldi ikut-ikutan. Ukaisyah hanya bisa memejamkan matanya, tiga bersaudara itu cukup sama.

 Tidak masalah, dia akan ke rumah Arya besok untuk meluruskan semua ini.

...****************...

Malu, tentu saja Arya merasakan hal itu, baru dia bermimpi menjodohkan Arun dengan Ukaisyah, sekarang pemuda itu datang ke rumahnya sembari membawa kabar buruk tentang kedua anak laki-lakinya itu.

"Yah ..." Aldo sudah bersujud berulang kali, tapi belum mendapatkan maaf.

"Aldi cuman diajak Aldo aja, Yah. Lebih gampang dong maafinnya, ya Yah ..." ucap Aldi lantas mendapatkan tendangan kecil dari Aldo.

Arya tak mendengarkan itu, mau disimpan di mana wajahnya sekarang, dia selalu datang membawa nama baik untuk keluarganya, tapi dua anaknya justru berulah.

Untuk sementara, Arya biarkan di kembar sujud terus dalam waktu lama, Ajeng tidak akan memberikan keringanan juga karena yang mereka lakukan benar salah, terbukti mengintip itu memalukan sekali, padahal ayah mereka sudah berusaha menjadi baik untuk keluarga ini.

"Bu ... Ibu kan cantik-"

"Hush! Udah, sujud aja kamu yang bener!" balas Arun memotong. "Dua cowok kok ya mirip sama bapaknya semua!" imbuhnya bergumam, tahu betapa nakalnya Arya dimasa muda.

Kembali ke ruang tamu, sejak tadi sebenarnya Ukaisyah sama sekali tak mencuri pandang pada Arun, tapi gadis itu gelisah sendiri seakan menanti hukuman apa yang akan dia dapatkan kalau sampai ayahnya tahu dari Ukaisyah atau dari kedua adiknya tentang bagaimana dia di luar.

Sekarang, Ukaisyah tahu kalau dia itu anak pertama salah satu orang penting di desa ini, mungkin dia bisa menang kalau lawannya warga yang takut pada masa depan pekerjaan mereka, sedangkan Ukaisyah tidak berhubungan dengan hal itu.

"Gus, mohon maaf atas ketidaknyamanannya, saya pastikan kedua anak saya itu mendapatkan hukuman yang sesuai, kalau boleh juga biarkan mereka menjadi santri di pondok sana, Gus!" kata Arya membuat kaki Arun gemetar, bisa jadi nanti dia juga dipondokkan.

Matilah, aku!

Ukaisyah tersenyum, dia menoleh pada Tejo yang juga ikut mengangguk dan tersenyum pada Arya.

"Tentu boleh, Pak Arya. Saya akan menerimanya, siapa tahu dengan adanya kedua anak Pak Arya di sana, pondok ini akan semakin ramai dan diminati-"

"Halah, modus!" sahut Arun spontan.

"Run!" Arya melotot pada putrinya. "Ngomong apa kamu sama Gus Isya?!"

"Arun cuman ngomong apa adanya loh, Yah. Orang baik sama Ayah juga ada maunya, saling menguntungkan, nggak ada loh yang nolong itu ikhlas meskipun itu 'Gus'!" jelas Arun melirik kecil Ukaisyah.

Arya menggelengkan kepalanya. "Tapi, kamu nggak pantes ngomong gitu, Nak! Udah, Ayah malah seneng kalau bukan hanya kembar aja yang ngaji di sana, tapi kamu juga, udah lama kamu nggak ngaji, padahal waktu kecilmu suka banget Ayah ajakin ngaji. Kamu sekalian aja mondok!"

Lah!

"Jangan loh, Yah!" tolak Arun. "Arun ini udah gede, mondok itu ya harusnya dari kecil, seusia Arun ya udah lulus, Yah. Arun nggak waktunya mikir mondok, Yah, waktunya mikir jodoh!"

Uhuk!

Arun mengatupkan belah bibirnya, dia lupa sedang ada siapa di rumah ini, tidak bisa asal saja mengajak ayahnya berbicara sembari bercanda.

"Loh, bagus itu kalau Mbak Arun udah mikir nikah. Cari bekalnya di pondok, syukur-syukur dapet jodohnya orang pondok, Mbak!" kata Tejo kemudian menunduk begitu lengannya disenggol Ukaisyah.

"Duuuhh ..." Ajeng bersuara, menatap Arun yang sudah ingin kabur. "Bener itu Mas Tejo, banyak cara jemput jodoh kan ya, salah satunya mondok. Gimana, Run?"

Kok aku sih?!

Arun melihat ke arah Ukaisyah, kemudian dia melengos. Laki-laki itu tidak membuka kesalahannya sama sekali, datang ke sini pun hanya membahas masalah Aldo dan Aldi, sebenarnya dia sedikit goyah, tapi tidak semudah itu, Ukaisyah bukan tipenya sama sekali dan kehidupan mereka berbeda, tidak di jalan yang sama.

"Kenapa liatin terus?" Arun menatap tajam Ukaisyah.

"Saya?" balas Ukaisyah merasa tidak melihat Arun sama sekali, dia sedang asik melihat tanah.

Terpopuler

Comments

Nindi Yati

Nindi Yati

run senjata makan tuan itu kan ya wkwkkwkwkw

2023-08-10

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!