Bertemu Gadis Onar

"Yah, Ayah!" panggilnya berlari-lari. "Ayah!"

"Ayah!"

Prang!

Arya memejamkan matanya, ini baru saja akan makan, kok ya bisa memanggil sampai se begitunya. Iya kalau dia tidak ada di rumah, dia sedang berada di rumah dan telinganya masih berfungsi dengan baik.

"Apa, Run?" Arya menangkap tubuh anak gadisnya itu, berlari sambil terus memanggil dirinya. "Kamu ini kenapa?"

"Yah, Ayah tahu ndak sama gus jadi-jadian yang di pondok itu? Yang kapan hari datengin Ayah itu, yang minta izin sambil nyogok?!"

"Kamu ngomong yang bener! Nggak ada yang nyogok, ngawur!" balas Arya mendorong kening Arun, tapi masih membiarkan anak itu bergelayut padanya.

Arun terkekeh, itu artinya sang ayah tidak tahu permasalahan yang terjadi diantara dia dan Ukaisyah tadi, berharap juga nantinya Ukaisyah tak membuka masalah ini di depan Arya, bisa jadi keripik pedas dia kalau ayahnya tahu dia masih balapan liar dan tawuran.

Urusan beres, kalau bisa bertemu gus itu lagi, nanti dia akan membuat ancaman bila sampai namanya juga diancam. Walau Arun tahu tidak akan semudah itu ayahnya percaya.

Dia pun pergi ke peternakan yang memang menjadi usaha turun temurun keluarganya, sekarang dia pun mulai belajar.

 "Aman nggak Mbak kalau ngerokok di sini?" tanya Aldo mengambil satu.

 Arun mengangguk saja, hari ini dan besok akan dia habiskan untuk memeriksa dan membantu urusan ayahnya di sini, lagipula dia juga tak mau kalau sampai ketahuan gus jadi-jadian itu bila saja di rumah.

 ***

 "Gus masih belum enakan?" tanya Tejo menghampiri Ukaisyah yang sedang duduk di depan masjid.

Ukaisyah menoleh sambil terus menjaga hafalannya, untuk mengisi waktu biasanya dia akan seperti ini, tapi karena baru saja ada tragedi kaburnya ning Halimah, membuat orang sekitar mengira kalau Ukaisyah tengah dilanda galau karena batal menikah.

 "Gus, apa mau cari angin lagi? Kalau mau gitu, biar saya temani, ayo, Gus!"

 "Di sini sudah ada angin, kamu nggak ngerasa?" balas Ukaisyah sedikit menggeser duduknya.

 Tejo terkekeh. "Ya, kalau aja Gus mau nikmati angin yang lain kayak kemarin, sampe liat orang bentrok. Tapi, Gus ... Ngomong-ngomong kayak kenal ya Gus sama yang ikutan di sana, Gus pernah liat nggak cewek itu?"

 "Saya nggak terlalu memperhatikan wajah perempuan, kamu tahu itu, jadi otomatis saya lupa, kecuali kalau saya mendengar suaranya," jawab Ukaisyah masuk akal juga, pasalnya jelas berbeda dengan Tejo yang kalau bertemu dengan orang itu fokusnya di mana, Ukaisyah tidak akan terlalu memperhatikan kalau itu perempuan. "Oh ya, saya mau ke luar sebentar ya ..."

 "Loh, katanya Gus nggak mau cari angin, ini mau ke mana?"

 Ukaisyah tak menjawab, intinya dia mau pergi saja, ke mana seenak hatinya, yang terpenting tidak membuat orang lain susah lagi sakit karena ulahnya. Di belakangnya, Tejo mengekor seperti anak ayam, mengawasi dan ada di mana pun bersama Ukaisyah itu tugasnya, jadi harus dia laksanakan dengan baik meskipun dia merasa aneh.

 Di tengah perjalanan, Ukaisyah terhenti meminta Tejo pulang saja, sementara dia ingin melihat-lihat desa ini sendiri.

 Namun, saat dia sampai di dekat sebuah tanah lapang yang baru kali ini diinjaknya, sebuah tamparan mendarat keras di wajah hingga wajahnya berubah kotor lagi basah.

 Byur!

 "Lah, kena orang!"

 Ukaisyah meraup wajahnya, aromanya sangat tidak enak. Bahkan, meluber membasahi lagi mengotori bajunya.

 Itu suara perempuan, Ukaisyah tak salah, artinya seorang perempuan tanpa sengaja mengguyurnya seperti ini sampai-sampai nampannya ikut juga sampai ke wajahnya.

 "Maaf lo, salahnya kamu lewat sini, kan di sini aku buang-" Arun menghentikan ucapannya, wajah kotor Ukaisyah tidak membuatnya salah mengerti siapa laki-laki itu, jelas saja omelan Arun berhenti dan ingin segera membawa kedua kakinya pergi. "-walah, ini salahmu loh ya, lewat sembarangan, bukan aku!"

Arun berlari begitu saja, meninggalkan Ukaisyah yang masih berusaha membuka mata. Tapi, dia sempat melihat wajah gadis itu meskipun tidak penuh. Gadis yang tak jauh berbeda dari yang ada di tawuran kemarin, samar-samar dia mengingatnya, apalagi suara yang dia dengar juga bisa dikatakan mirip.

Mau tidak mau dia harus kembali ke pondok, sebab bajunya sangat bau dan kotor, bisa-bisa orang menyangka dia orang gila yang ke luar desa.

"Walah bahaya!" kata Arun menyembunyikan dirinya di gudang.

"Kenapa, Run?"

Arun berjengit, itu ayahnya yang entah datang kapan.

"Yah, hahahah, nggak apa, gawat aja aku ketemu sama tikus. Kenapa kok mendadak ke sini, Yah?"

Arya tersenyum. "Ini Ayah mau minta kamu jadi wakil Ayah di undangan ngaji pondok, bisa ya, Run ... Soalnya, Ayah lagi nggak enak badan ini, tapi udah janji. Nanti, kamu datang sama adik-adikmu!"

...****************...

  Semua orang sudah berkumpul di acara pengajian beraama pondok ini, ada yang mengajak anak-anak mereka, ada juga yang hanya datang seorang diri, semua menuliskan namanya di buku tamu.

Ukaisyah memeriksanya, dia sudah menuliskan nama di catatan pribadi untuk dia cocokkan, terutama yang bapak-bapak dan pemuda, dia cukup ingat wajah mereka.

"Pak Arya udah dateng, Jo?"

"Saya belum liat sih, Gus. Tapi, udah ada namanya, mungkin sudah datang, Gus. Mau ketemu?"

Ukaisyah menggelengkan kepalanya, bukan apa-apa, dia memang sengaja mengingat para pengurus desa ini agar memudahkan bila ada urusan untuk berbicara bersama karena pondok ini pun di bawah pengawasan mereka juga berdirinya.

Setelah memastikan data sama, Ukaisyah berjalan ke tempat duduk para warga untuk menyapa sekadarnya. Satu hal yang menarik di sini, ada seorang gadis yang duduk di antara bangku bapak-bapak.

"Maaf, untuk undangan wanita bisa di sebelah sana ya," kata Ukaisyah sopan.

Arun mendongak, mengetahui siapa yang berdiri di sampingnya itu, Arun pun melotot sebelum akhirnya menunduk.

"Aku mau di sini, kan ini tempat duduk ayahku!"

"Ayah?" Ukaisyah mengulanginya, dia mencoba mengurutkan ulang, matanya pun melebar. "Pak Arya?"

Jemari Arun semakin diremat, gawat dia ketahuan laki-laki pondok ini, tapi kalau dia takut dan gentar, turun harga dirinya. Maka, dia putuskan untuk berani memandang Ukaisyah.

"Apa kamu keluarganya pak Arya?" tanya Ukaisyah. "Saya hanya memastikan saja, apa benar kamu ke-"

"Ih, iya. Aku anaknya, Arun!" jawab Arun tak gentar. "Kenapa? Kaget? Atau mau ngadu sama ayah kalau aku udah tawuran, udah ngotorin baju sama muka kamu, hem? Mau protes?"

Ukaisyah menghela nafasnya, di sini memang suara Arun tidak terlalu keras, hanya saja bisa mengundang perhatian dan rasa penasaran orang.

"Baiklah, saya ndak akan berlaku begitu. Semoga kamu suka dan menikmati pengajian ini," ucap Ukaisyah undur diri.

Arun tidak menjawab, dia melengos begitu saja. Awas aja ya, nanti aku buat onar kalau Gus itu macem-macem.

"Darimana, Gus?" Tejo pusing kalau Ukaisyah sudah mulai keliling-keliling.

"Jo-"

"Guuuussss ... Ada yang ngintipin kita!" teriak para santriwati.

"Gus, ada si kembar nakal!"

Si kembar? Anak laki-lakinya pak Arya?

Terpopuler

Comments

Jenong Jenong

Jenong Jenong

yei akhirnya ada juga karyanya Mak otor yang baru apa lagi ajengjeng

2023-08-10

1

Annie Raffi

Annie Raffi

lanjut mbak arun......
dah nunggu lama tulisan yg baru.....semangat teh

2023-08-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!