Senja Pengganti
"Nissa, sepuluh menit lagi senja menghilang. Lebih baik kita turun sekarang, suara azan magrib sebentar lagi berkumandang!" ujar Amira, Nissa menoleh dengan tatapan sendu. Tak ada ekspresi, seolah ada sesuatu yang tengah dipikirkan Nissa.
Nissa berdiri tegak menatap lurus senja di ufuk barat. Kedua kakinya tegak, berdiri di atas bukit tinggi. Tempat paling nyaman dan tenang baginya. Sebuah bukit yang berada tidak jauh dari kotanya. Sebagai seorang pendaki, Nissa terbiasa turun dan naik bukit. Gadis berhijab yang telah lama bersahabat dengan alam. Senja menjadi alasan setiap pendakian dan pengejarannya selama ini.
Nissa menoleh ke sekelilingnya, tempatnya berdiri cukup tinggi. Nissa mampu melihat sekelilingnya dengan begitu jelas. Mengagumi keindahan ciptaan-NYA. Mensyukuri nikmat yang tersaji tepat di kedua mata indahnya. Amira menatap Nissa sendu, ada sesuatu yang mulai mengusik hatinya. Amira menangkap sebuah kecemasan yang tersimpan dalam mata indah Nissa. Sahabat yang selalu mencoba tegar. Meski sakit ada dalam langkah hidupnya.
"Amira!"
"Hmmm!" sahut Amira santai, Nissa menoleh ke arah Amira. Nampak senyum simpul terutas di wajah cantik Amira. Hijab instan Nissa melambai tersapu angin sore. Menyejukkan hati Nissa yang bimbang akan langkahnya.
"Malam ini acara lamaranku. Besok pagi, pengajian di rumahku. Besok lusa pernikahanku!" ujar Nissa lirih, tatapannya tajam ke arah senja yang menghilang.
"Kamu bercanda!" ujar Amira kaget, kedua mata Amira membulat sempurna. Namun rasa kaget Amira berubah. Ketika Amira melihat Nissa menganggukkan kepala. Isyarat perkataan Nissa sebuah kenyataan, bukan candaan semata.
"Entahlah, aku berharap ini hanya mimpi. Berakhir tatkala kedua mataku terbuka!" sahut Nissa lirih, sembari menghela napas.
"Pernikahan bukan didasari 'Entahlah' dan semua selesai. Ini hidupmu, kamu harus berjuang dan berani mengatakan tidak. Senja akan datang meski terlambat, tapi kebahagianmu bukan senja. Kamu berhak bahagia sekarang, bukan nanti!"
"Amira, mungkin ini jalanku. Senjaku mulai menghilang dan aku harus menjadi senja orang lain!"
"Siapa dia?"
"Maksudmu?" sahut Nissa heran, Amira menangkup bahu Nissa. Menatap lekat dua mata sahabatnya. Nissa mengedipkan kedua matanya berkali-kali. Nissa merasa tidak paham perkataan Amira.
"Calon suamimu!"
"Laki-laki!" sahut Nissa santai, Amira mendengus kesal. Nissa tersenyum manis, bahagia melihat kekesalan sahabatnya.
"Jangan katakan, kamu tidak mengenalnya!"
"Jangankan mengenalnya, bertemu dengannya saja aku tidak pernah!" sahut Nissa, Amira terdiam.
Amira melepaskan tangannya, menjauh dari tubuh sahabatnya. Amira menggelengkan kepalanya lemah. Merasa tak percaya akan kenyataan yang terucap dari bibir Nissa. Amira tak habis pikir, Nissa bisa melakukan kebodohan yang benar-benar bodoh. Amira merasa tak mengenal sahabatnya.
"Kamu bodoh atau kehilangan akal. Dua hari lagi kamu menikah, tapi kamu tidak mengenalnya. Nissa ini pernikahan, bukan permainan yang bisa kamu akhiri saat kamu lelah bermain!"
"Amira, aku mungkin bodoh. Namun percayalah, sebodoh-bodohnya aku. Takkan aku mengkhianati janji suci yang terucap. Pernikahan memang bukan permainan, sebab pernikahan hubungan suci yang disatukan oleh ridho-NYA. Aku akan menjaga kesucian hubungan ini dengan segenap hatiku!" tutur Nissa, Amira mengangguk pelan.
Amira merentangkan kedua tangannya. Nissa tersenyum, lalu memeluk Amira. Pelukan dua sahabat yang disaksikan senja. Rasa saling peduli dan percaya. Saling menguatkan dikala lemah dan rapuh. Amira menepuk pelan punggung Nissa. Tepukan hangat sang sahabat, demi sebuah kekuatan dan rasa sayang.
"Aku akan selalu ada bersamamu. Senjamu mungkin hanya pengganti saat ini. Namun percayalah, senja itu akan ada untukmu. Meski terlambat, senja itu akan datang membawa bahagia untukmu. Aku yakin itu dan kamu juga harus yakin itu!" bisik Amira, Nissa mengangguk dalam pelukan sahabatnya.
"Terima kasih!" sahut Nissa, Amira mengangguk pelan.
Senja mulai menghilang, terganti petang yang menyapa. Sayub terdengar murrotal dari masjid di sekitar bukit. Nissa dan Amira langsung melepaskan pelukan mereka. Kedua tersenyum bersama, menertawakan kebersamaan dan kehangatan diantara keduanya. Melupakan waktu yang berdetak, sampai mereka lupa akan malam yang segera menyapa.
"Nurul Choirunnissa Ghinayah, wanita penuh cahaya dan cinta. Sudah saatnya kita pergi, menghadapi jalan terjal di depan kita!" ujar Amira menggoda Nissa. Sekilas terlihat kedipan mata Nissa. Mengiyakan perkataan Amira, lalu menoleh ke arah senja. Sang jingga yang tenggelam jauh di ufuk barat.
"Senja, terima kasih selalu menenangkan hati dan jiwaku. Kelak aku berharap, kamu akan selalu datang menyapaku. Meski aku hanyalah senja pengganti. Namun aku akan selalu menjadi penganggum keindahan lukisan jinggamu. Terima kasih, hadirmu menjadi alasan senyum dan bahagiaku!" batin Nissa, seraya menatap senja dengan begitu lekat.
"Nissa, kita harus pergi!"
"Amira, aku akan menginap. Kamu pulanglah, besok malam aku akan pulang!"
"Kenapa? Malam ini acara lamaranmu. Kamu harus datang, meski kamu terpaksa melakukannya. Semua demi kehormatan orang tuamu!" ujar Amira, Nissa menunduk. Gelengan kepala Nissa, jawaban paling menyakitkan yang terdengar oleh Amira.
"Ini, bacalah!" ujar Nissa singkat, tangannya terulur ke arah Amira. Nissa memberikan ponsel pintarnya.
Amira membaca sebuah pesan yang ingin ditunjukkan oleh Nissa. Amira terkejut, dua bola matanya membulat sempurna. Kedua matanya terasa panas, hatinya berdebar dengan rasa ngilu yang teramat. Nissa menghela napas, saat dia menyadari sikap Amira.
"Nissa, kenapa kamu harus menerima pernikahan ini? Dia menolakmu dengan sangat hina. Dia memandangmu dengan jijik, haruskah semua ini terjadi. Aku mohon Nissa, pertimbangkan lagi!"
"Amira, pengganti akan selalu tersisih. Namun takkan terlupakan. Biarkan dia memandangku hina, tapi ketulusanku akan merubah pandangannya!"
"Kapan semua itu akan terjadi? Sanggupkah kamu menerima semua hinaan. Kamu wanita sempurna, tak pantas menerima hinaan ini!" sahut Amira.
Allahhu Akbar.... Allahhu Akbar
"Pulanglah, aku akan menginap!" ujar Nissa, bersamaan dengan suara azan.
"Nissa!"
"Aku baik-baik saja, percayalah!" sahut Nissa menghapus kecemasan hati Amira.
Nissa menatap punggung Amira yang menjauh. Sedangkan Nissa memutuskan berjalan ke arah gubuk yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Nissa duduk menatap petang, mendengarkan suara azan. Terdengar merdu dan menyayat hati. Nissa merasa damai diantara sepi malam. Tak ada rasa takut, semua sirna oleh rasa takut akan pernikahan dirinya besok lusa.
"Nissa, minumlah!"
"Kamu!" sahut Nissa tak percaya.
"Tidak perlu kaget, aku turun hanya mrngambil makanan dan minuman!"
"Tapi sudah hampir malam. Pulanglah!"
"Aku tidak akan meninggalkanmu, sahabat tidak pernah meninggalkan sahabatnya. Jika kamu tinggal, aku juga akan tinggal. Dia mungkin akan merubahmu, tapi dia tidak akan bisa menghancurkan persahabatan kita!" sahut Amira santai dan lantang.
"Kamu sahabat selamanya!" ujar Nissa sembari berdiri.
"Kemana?"
"Pulang!" sahut Nissa santai.
"Kenapa?"
"Dia ingin menemuiku, ada yang ingin dia katakan!" ujar Nissa, Amira membaca pesan yang baru saja terkirim di ponsel Nissa.
"Laki-laki sombong!" ujar Amira kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Yuli Yuli
mampir jg thorrrr....
2024-03-29
0
Laksmi Amik
mmpir thor
2024-02-11
0
muthia
mampir🙏
2024-02-01
0