4. Pertemuan Singkat

Hari menunjukan jarum jam di angka 7 pagi. Matahari memperlihatkan cahaya segarnya yang belum tercampur polusi udara. Aku membuka sepetak jendela yang menjadi saksi bisu bahwa setiap pagi aku selalu melihat dunia luar untuk menghirup udara segar. Risa yang tadinya terlelap tidur, kini terbangun dengan cahaya yang menembus kelopak matanya. Pantulan cahaya yang silau dapat menerangi gelapnya kamar mungil yang penuh dengan buku dan lemari pakaian.

8 oktober 2022, jam 9 pagi, perjanjian pertemuan untuk mengajukan judul skripsi. Group whatsapp satu pembimbing mulai ribut dengan kekhawatiran mereka terhadap tegasnya dosen Pram. Aku hanya melirik notifikasi hp yang tertera di atas meja tepat disebelah kiriku. Ada yang belum siap mental dengan kepercayaan diri pada judul, khawatir tidak diterima judul, dan ada juga memberikan solusi untuk membuat cadangan judul, semua tersampaikan di ruang chat group.

"Gita, judul skripsimu sudah ada?" tanya Risa setengah sadar yang berusaha untuk memelekkan mata.

"Belum Risa" jawabku dengan santai, mata yang terfokus pada 2 anak kucing saling bermain cakar cakaran berada tidak jauh dari teras rumah tetangga, lucu dipandang, seakan aku ingin bermain seperti mereka, tapi aku hanya bisa tersenyum lepas dengan pikiran yang kosong. "Sebentar lagi akan aku kerjakan Risa" lanjut perkataanku sembari menyadarkan untuk melihat jam yang terus berjalan, lalu duduk di hadapan laptop yang sudah menyala. "Bagaimana dengan skripsimu Risa?" lanjut pertanyaanku kepada Risa.

Tanpa jawaban, aku melirik tempat tidur Risa, namun yang ku dapati hanyalah punggung dan rambutnya yang tergerai kusut membelakangi kehadiranku. Ya sudahlah batinku untuk menenangkan pikiran. Ku klik icon microsoft word pada layar laptop, layar putih bersih menatapku, pikiranku kosong, jiwaku terdiam, batinku hening. Aku menghela nafas, ayolah ruh ku, kamu bisa. Aku mencoba untuk membuka refrensi dari google maupun buku yang ada di sekeliling keberadaan ku. Alhasil ide cemerlang bercahaya dan menemukan satu judul yang mungkin bisa tuk jadi bahan penelitian. Aku berusaha memahami latar belakang dan rumusan masalah yang terkait, dan benar saja, lagi-lagi kekhawatiran percaya diri muncul kembali. Satu satunya jalan ialah menghiraukan pikiran negatif yang ada di kepala.

Jarum jam ke angka 8:47, ketika sampai di depan ruangan, para mahasiswa/i yang lain sudah pada menunggu di koridor, aku heran kenapa wajah mereka semurung ini, dari sebagian raut wajah mereka mengabarkan sudah tidak bersemangat lagi, aku mencoba tuk tersenyum dengan mereka saat saling tatapan, namun setelah itu wajah mereka kembali menciut. Duduk terdiam dan membisu mungkin itulah salah satu untuk bersikap tenang sembari menyiapkan map yang berisikan kertas selembar.

"Kamu niat bimbingan gak sih!" terdengar suara bentakan dari dalam ruangan dan aku tersentak kaget, mahasiswa/i yang bersamaku saling bertatap satu sama lain. "Judul yang begini saja kamu tidak tahu maksudnya! Kamu semester berapa ha!" suara sangar kembali menyebar ruangan hingga ke koridor dan sampai ke telingaku.

Ini bukan kulkas 7 pintu lagi, tapi seperti singa menerkam mangsanya batinku mencela. Raut wajah mereka semakin terlihat jelas bahwa ingin pulang untuk mempersiapkan mental. Aku hanya terdiam dan memfokuskan kembali tentang judul skripsi hari ini, namun konsentrasi ku di ganggu lagi oleh suara dari dalam ruangan.

Dobrakan meja yang begitu keras, "Kamu dikasih tahu malah nangis! Keluar dari ruangan saya!" lagi-lagi bentakan yang tidak mahu aku dengar malah terdengarku. Tanpa jeda, Mahasiswi yang keluar dari ruangan hanya menunduk tenggelam ke bawah dan melewati anak bimbingan Pram. Aku tidak tahu dosen mana yang bersuara lantam sampai terdengar keluar ruangan, karena di dalam ruangan terdapat dua meja dosen. Pram dan dosen Joshua. Katanya dua dosen ini terkenal dengan garangnya saat belajar, jadi mahasiswa/i hati-hati bila ingin bimbingan dengan dosen 2 ini.

Suasana di koridor depan ruangan semakin mencekam, anak bimbingan mulai ketakutan berjumpa dengan dosen yang ada di dalam ruangan. Mereka saling menatap dan berkata satu sama lain "aku ingin pulang, gimana caranya ganti dobing, haruskah bertahan demi skripsi? Dosennya memang seperti itu kah? Aku takut" terdengarku bisik-bisik.

Tidak lama kemudian seorang mahasiswa yang membawa map merah keluar dari ruangan dengan perlahan, aku fokus pada pintu untuk melihat siapa yang keluar, dan ternyata orang yang tidak asing bagiku, tinggi hampir mengenai pintu, badan tegap, celana jeans, baju kemeja, dan wajah yang putih bersih. Ya, siapa lagi kalau bukan Adiwijaya Arkhan, menutup knop pintu lalu dia berjalan stay cool dengan tas hitam yang di selipkan antara lengan dan pundak belakang, tidak tahu sebabnya, dia berhenti tepat didepan kehadiranku.

"Anggita, bapak nyuruh kamu masuk ke ruangan" tatapan mata yang lembut ke arahku, ungkapan dia yang membuatku gentar untuk masuk ke dalam ruang dosen, padahal banyak anak bimbingan Pram yang nunggu di koridor nunggu sebelum aku datang, kenapa harus aku duluan?

Semua orang menatapku, dari mata mereka mengabarkan bahwa jangan masuk, hati hati kalau masuk, baca sholawat dan dzikir, beritahu keadaan disana setelah keluar ya.

Aku hanya memandangi wajah kekhawatiran mereka satu persatu.

"Segera Anggita" pinta suara hangat Arkhan agar aku langsung masuk ruangan.

Aku menatap wajahnya seraya minta tolong jangan pergi, tunggu aku Arkhan. Arkhan hanya melihatku dengan tatapan kosong lalu menundukkan pandangan. Aku kebingungan dengan tatapan kosongnya, apakah kasihan kepadaku, atau mengisyaratkan aku harus hati hati saat di dalam ruangan itu.

"Tidak apa-apa, dosen Pram baik kok" datar Arkhan untuk menenangkan ku dengan menatap kedua mataku. "Masuklah, bapak sudah menunggu, setelah ini bapak akan masuk kelas" jelas Arkhan untuk menyegerakan agar aku bangun dari tempat duduk.

"Baiklah, doakan ya" sambung ku sedikit tersenyum.

Keinginan menyisir kaki Arkhan berjalan untuk meninggalkan koridor, "Terima kasih" gumamku sembari berdiri untuk menaikan rasa percaya diriku dengan menatap kepergiannya.

Aku berjalan pelan melewati mahasiswa/i. Tiba tepat di depan pintu, aku mengetuk datar dan mengucapkan salam. Hal yang pertama kali aku lihat di dalam ruangan adalah ujung sudut meja dosen Joshua, raut wajah dosen itu membuatku merinding, mengisyaratkan dosen Joshua lah yang tadi mengamuk hebat. Aku tersenyum tipis dan sedikit membungkukkan badan untuk menghampiri meja Pram.

"Permisi pak, maaf mengganggu, izin saya ingin mengajukan judul skripsi kepada bapak" nada sopan ku sembari memberikan map berisikan satu lembar hvs yang tertuliskan judul skripsi.

"Oiya, silahkan duduk" suara datar terdengarku dengan tangan mempersilakan duduk.

Aku dengan tenang duduk di kursi yang disediakan. Mataku mulai menikmati pemandangan barang diatas meja, mulai dari ujung kanan sampai ujung kiri meja, bagian kanan terlihat monitor komputer dan disela nya terdapat bingkai foto ukuran setapak tangan dewasa, aku tidak tahu itu foto apa, sepaham ku bila ada bingkai foto di tempat kerja, maka orang di foto itulah yang berharga baginya, apa bapak ini sudah menikah ya? batinku bertanya. Sedangkan bagian meja kiri terdapat tumpukan kertas yang hampir menutup wajah Pram saat nulis.

"Sebentar ya, Anggita" sapa Pram dengan tangan yang sibuk menulis dan mata terfokus pada kertas.

Aku heran, kenapa Pram bisa tahu namaku, padahal pertemuan saat mengajar di kelasku sangat singkat dan dia sering absen, mungkin bisa dibilang hitungan jari, yaa sudahlah. Tanpa bicara aku melihat sekeliling ruangan hingga ke langit-langit, namun terhenti oleh stay cool nya Pram yang sedang menulis. Tersentak pesona cueknya yang menggoda, aku menatap dingin dan melamun.

"Baiklah, judul kamu tentang apa?" sela tiba-tiba dari Pram yang menyadarkan aku dan tanpa jeda aku menunduk pasrah. "Kamu baik-baik saja kan?" lanjutnya setelah melihat sekilas wajahku yang memerah.

"Saya baik-baik saja pak" sahut ku berusaha untuk mencairkan suasana dengan tersenyum lepas. Ingat Anggita dia mungkin sudah menikah tutur batinku bergejolak. Aku melihat wajahnya kembali "Hehe" tawa melas ku perlihatkan.

"Jangan cengengesan kamu!" tandas Pram untuk memperingatkan ku.

Aku langsung membeku dan wajah langsung berubah 180 derajat, "Maaf pak" gumamku melihat tanganku yang sedikit gemetaran.

Dia melihatku saat aku penuh dengan rasa kepanikan, di saat itu pula dahiku mulai bercucuran keringat padahal di ruangan ada ac yang menyala, "Santai saja" imbuhnya tuk menenangkan ku. "Judul kamu membahas tentang apa?" pertanyaan yang dia lontarkan dengan santai.

Aku membangkitkan rasa percaya diri dan menjawab "Judul saya mengenai "peran kantor desa terhadap kesejahteraan masyarakat" pak, masalah disini terletak pada kesejahteraan masyarakat di desa tersebut dan bagaimana peran pegawai kantor desa untuk mengatasi masyarakat agar mencapai kesejahteraan bagi masyarakat tersebut pak" penjelasanku untuk memahami masalah skripsi pada Pram.

"Saya tidak menyuruh kamu untuk menjelaskan" sanggah Pram yang fokus pada selembar kertas judul skripsi ku. "Peran apa yang kamu maksud, dan kesejahteraan masyarakat dari segi mana?" tandas Pram dengan pertanyaannya.

Aku membisu dan berfikir keras untuk menjawab, jari tanganku saling mencubit satu sama lain, dan pandanganku fokus ke tangan.

Pram tersadar dengan rasa kurang percaya diriku, "Peran disini maksudnya dari segi sistem program mereka, atau dari tindakan mereka? Dan kesejahteraan masyarakatnya ini dari segi budaya, agama, atau sosial nya?" jelas Pram menghangatkan suasana, "Gitu maksud saya, kamu jangan takut sama saya, saya tidak makan orang kok, jadi santai saja ya" dalihnya sembari melihat jarum jam. "Ini langsung saya acc, tapi kamu harus paham yang saya bilang barusan, saya ada kelas saat ini, akan saya kabari lagi pertemuan selanjutnya, saya permisi" tuturnya dengan cepat sembari berdiri dan memasukkan bahan ajar kuliah ke dalam tas lalu ingin beranjak pergi meninggalkanku yang di depan mejanya.

"Tapi pak!" jawabku dengan tergesa lalu segera berdiri dan melihat punggungnya yang hampir berada di pintu. Dia tidak menoleh sedikitpun, namun tangannya memberi aba-aba selamat berjumpa kembali dari arah punggung tangannya.

Ada dosen seperti itu ya? Tanpa penjelasan yang akurat langsung pergi begitu saja? Aku baru tahu loh! batinku yang mencela sembari mengambil map merah dan terlihat kertas judul skripsi tanda tulisan acc, pada bagian hvs yang kosong ada tulisan tinta hitam namun tulisan itu tidak ku mengerti, karena tulisannya bagaikan tulisan dokter ketika menulis resep obat, aku mengabaikannya lalu pergi meninggalkan ruangan tersebut, tidak lupa pula berjalan dengan sopan sembari membungkuk sedikit kepada dosen Joshua yang sibuk dengan layar hp.

Terpopuler

Comments

Mukmini Salasiyanti

Mukmini Salasiyanti

ayook semungutttttt, Git..
udah di acc tuh....
GO... GO..... 💪

2024-02-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!