Setelah melewati perjalanan yang memakan waktu hampir dua jam, Clarisa tiba di Dinas Kesehatan Kabupaten tepat sepuluh sebelum pertemuan di mulai. Tentu saja dia bersama pak Daniel, kepala puskesmasnya dan Bidan Sofia, bidan koordinatornya.
Clarisa mengikuti langkah kedua seniornya itu memasuki aula pertemuan. Duduk di kursi yqng telah disediakan. Napasnya sedikit terengah.
Ya tuhan!
Dia mengeluh kecil dalam hatinya. Ada apa dengan dirinya akhir akhir ini. Dia cepat lelah dan pegal. Sedikit nyeri juga di persendiannya. Sudah seperti kakeknya saja yang sedang mengidap penyakit rheumatik.
Clarisa mengatur napasnya sambil mengeluarkan sebuah buku dan pulpen untuk mencatat materi penting yang disampaikan dalam pertemuan ini.
"Hai Sayang!"
Sebuah suara merdu datang dari samping kirinya. Clarisa menoleh dan mendapati wajah Riska, teman seangkatannya waktu kuliah tapi bedanya gadis berambut ikal itu mengambil Diploma tiga kebidanan.
Keduanya saling membentangkan tangan lalu masuk dalam pelukan satu sama lain.
"Congratz sayang, maaf aku tidak bisa menghadiri pertunanganmu." ujar Riska dengan sedikit lebay. Mengerjap ngerjapkan matanya seolah sedang menangis.
Clarisa menepuk lengan Riska dengan pelan. "Tidak apa - apa. Kamu sudah mengatakan alasannya di telepon. Tapi nanti saat aku nikah kamu harus datang!"
"Memangnya kapan kamu nikah?"
"Tiga bulan lagi. Doakan ya semoga semuanya berjalan lancar."
"Serius? Gila! Cepat amat. Tidak mau pacaran dulu? Masa penjajakan gitu?"
"Pacarannya nanti saja, setelah nikah. Lebih halal. Kalau sekarang banyakan takutnya, takut kelepasan."
Riska tertawa kecil. Dia tahu seperti apa temannya ini. Di jaman sekarang dia masih menjunjung tinggi norma dan harga sebuah kesucian.
"Tidak mau nyicil dulu?" Riska menggodanya.
"kamu tahulah, like me and Dito." lanjut Riska dengan seringai lebar melihat kebingungan di wajah Clarisa.
"Dasar kamu!" Wajah Clarisa memerah menyadari arah pembicaraan Riska.
"kalian bukannya nyicil, tapi banyar kontan dimuka. sampai buncit lagi" lanjutnya membuat Riska tergelak.
"Hust!! Jangan berisik. Pertemuannya mau mulai tuh." Bidan Sofia menghentikan onrolan keduanya.
"Maaf bun." Clarisa pun memberi kode pada Riska untuk diam.
"Kita semua tentu tahu Audit Maternal Perinatal (AMP) adalah suatu kegiatan yang menelusuri kembali sebab kesakitan dan kematian ibu dan bayi dengan tujuan mencegah kesakitan dan kematian yang akan datang serta dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi." suara pemateri di depan menggema lewat pengeras suara setelah moderator mempersilahkannya. "Tapi baru pertengahan tahun kabupaten kita sudah menyumbang lima kematian bayi dan satu kematian ibu."
Aula yang tadinya ramai mendadak hening. Raut gelisah terlihat dari petugas dari puskesmas yang dikatakan telah menyumbang angka kematian tersebut.
Apakah ini sepenuhnya salah bidan?
Pertanyaan singkat itu terlintas begitu saja dalam hati Clarisa.
Bidan bukanlah Tuhan!
Satu pernyataan itu juga mengikuti pertanyaan hatinya.
Bidan dan petugas lainnya di lapangan sudah berusaha semaksimal mungkin, memberikan edukasi kepada ibu hamil dan keluarga, melakukan kunjungan rumah. Namun kadang pemahaman masyarakat masih jauh dari yang diharapkan. Tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan dan melahirkan di fasilitas kesehatan dengan ditolong oleh tenaga kesehatan. Masyarakat hanya tahu tentang pantangan pantangan dan hal - hal tabu lainnya yang tidak boleh dilakukan oleh ibu hamil. Adat dan tradisi masih memegang kendali penuh dalam kehidupan masyarakat di desa terpencil.
Lalu, masihkah ini semua menjadi tanggung jawab mutlak petugas kesehatan saat ada nyawa ibu dan bayi yang terenggut akibat kelalaian mereka sendiri?
Clarisa berdoa dalam hati agar di Puskesmasnya tidak terjadi kematian ibu dan bayi. Semoga masyarakatnya selalu sadar pentingnya kesehatan.
Saat jam makan siang Clarisa kembali ngobrol dengan Riska. Clarisa yang masih baru di dunia kerja ini masih membutuhkan banyak bimbingan. Dia memang pintar namun dia menyadari bahwa pengalaman adalah guru terbaik. Dia akan belajar dari pengalaman orang orang yang berada di sekitarnya yang lebih dulu yerjun ke dunia kerja ini.
Baru dua bulan ini dia bergabung sebagai salah satu aparatur sipil negara. Setelah menyelesaikan kuliahnya enam bulan lalu dia mengikuti testing pengangkatan bidan PTT (pegawai tidak tetap) dan lulus. Namun saat ada testing pengangkatan PNS dia juga ikut. Dan puji Tuhan dia lulus. Tentu saja dia harus melepas salah satunya. Dan akhirnya setelah SPMT (surat perintah melaksanakan tugas) sebagai pegawai negeri sipil keluar dia melepaskan SK (surat keputusan) sebagai bidan PTTnya walaupun gaji sebagai bidan Ptt lebih besar tapi bersifat kontrak.
Dan di sinilah dia sekarang, mewakili puskesmasnya mengikuti pertemuan ini.
Pukul lima sore pertemuan selesai. Clarisa, pak Daniel dan bidan Sofia sepakat untuk menginap saja malam ini.
Saat hendak masuk ke mobil, Clarisa mendadak pusing. Kepalanya seperti berputar dan terasa sakit. Badannya juga terasa lemas. Dia hampir saja terjatuh kalau bidan Sofia tidak menahan tubuhnya. Pak Daniel dan beberapa peserta yang masih berada di sana ikut membantu. Mereka membawanya masuk ke mobil dan merebahkannya di kursi belakang. Bidan sofia dan Riska ikut masuk ke mobil.
"Kamu kenapa, Ica? Kenapa mendadak sakit? Maksudku tadi baik baik saja kan?" Riska bertanya dengan khawatir.
"Iya Ica. Apa sebenarnya yang terjadi? Kalau kamu sakit seharusnya kamu bilang. Kamu tidak perlu memaksa diri seperti ini." bidan Sofia ikut bicara. Dengan lembut dia memijat kepala Clarisa karena gadis itu mengeluh sakit di kepalanya.
"Maaf bun. Aku baik baik saja. Hanya sedikit lemas. Mungkin karena tadi makanku sedikit saja." Clarisa mencoba tersenyum. Dia tidak ingin merepotkan orang lain.
"Kita ke rumah sakit saja." kata Pak Daniel.
"Tidak usah pak. Ini cuma lemas saja. Nanti juga membaik kalau aku makan. Antar saja aku ke rumah Riska. Ini temanku." Clarisa menatap Riska di sampingnya, meminta pengertiannya.
"Baiklah. Maaf pak, tapi tolong antarkan Clarisa ke rumahku."
"Kamu yakin, Nak?" Pak Daniel dan Bidan Sofia bertanya bersamaan.
"Iya pak, Bun. Maaf aku merepotkan kalian."
"Tidak perlu merasa sungkan, Sayang. Kita ini keluarga." Bunda Sofia mengelus pundaknya lalu turun dari mobil dan pindah ke kursi depan membiarkan Riska dan Clarisa di belakang.
Mobil pak Daniel melaju pelan mengikuti petunjuk Riska menuju rumahnya. Dan beberapa menit kemudian berhenti di depan sebuah rumah yang besar dengan halaman yang cukup luas.
Riska mengajak Clarisa masuk setelah mengucapkan terima kasih pada Pak Daniel dan bidan sofia.
"Sore Ma, Pa!" Riska menyapa kedua orang tuanya lalu ikut duduk bersama mereka. Clarisa juga ikut duduk di samping Riska, menyalami kedua orangtua Riska dengan hormat.
"Ma, Pa, ini Ica. Temanku waktu kuliah." Riska mengenalkan Clarisa pada orang tuanya.
"Oh ini Ica yang sering kamu bicarakan itu." Mama Riska menatap Clarisa dengan senyum yang mengembang. Clarisa menatap Riska meminta penjelasan kenapa dirinya sering dibicarakan.
"Tenang saja, Riska tidak berbicara sesuatu yang buruk kok. Dia sering bilang kamu baik, pintar dan cantik. Dia sering merindukanmu"
Clarisa melempar tatapan hangat pada Riska. Dia memang teman yang baik. Walau berasal dari keluarga kaya dia tidak membeda - bedakan orang berdasarkan status sosialnya.
"Memang benar sayang, kamu temanku yang paling baik." Riska merangkul Clarista laly menyandarkan kepalanya di bahu gadis itu.
"Astaga, badan kamu panas sayang." pekiknya menyadari suhu tubuh Clarisa yang panas. "aduh maaf, aku lupa kalau kamu sakit tadi. Ayo aku antarkan kamu ke kamar."
"Dia sakit? Sakit apa, Ris?" mama Sisil, mamanya Riska memeriksa Clarisa dengan matanya.
"Ini Ma. Dia tadi tiba tiba pusing dan lemas. Kepalanya juga terasa sakit. Tapi sekarang panas lagi." Riska menjelaskan keadaan temannya.
Mata mama Sisil kembali memeriksa keadaan Clarisa.
"Apakah kamu sudah menikah?" tanyanya lembut.
"Belum tante."
wanita yang masih cantik diusia empat puluh delapan tahun itu tersenyum. Dia teringat anaknya Riska dulu yang juga hamil sebelum menikah.
Apakah gadis cantik ini juga sedang hamil?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Khabib Firman Syah Roni
Finalnya epic banget! Bahkan akhirnya aku tak bisa tidur!
2023-08-08
0
Enoch
Luar biasa thor, semangat terus membuat cerita 👍
2023-08-08
1