Bab 05

"Riska stoopp!!" setengah berteriak Clarisa menepuk bahu Riska yang menjadi tukang ojeknya pagi ini.

"Anjir, kaget aku!" Riska mengum0at kecil seraya menepikan motornya. Untung saja sepeda motornya tidak menabrak mobil yang diparkir di tepi jalan itu.

"Ada apa sih?" tanyanya sedikit sewot karena dikagetkan tadi. "Kenapa berhenti di sini? Rumah sakitnya masih jauh" lanjutnya karena tujuan awalnya memangnya mau mengantar Clarisa ke Rumah sakit.

"Tidak usah ke rumah sakitnya, Ris. Aku berobat di sini saja. Ada dokter yang buka praktek juga di sini." Clarisa menunjuk sebuah papan di depan Apotik yang berisi jadwal praktik dokter.

"Tidak! Kamu harus ke rumah sakit. Kamu harus diperiksa lengkap supaya tahu kamu sakit apa?" Riska masih bersikeras.

"Ayolah, Ris. Aku cuma kecapean saja. Paling juga nanti membaik setelah istirahat. Kamu pulang saja deh. Aku bisa sendiri sekarang. Terima kasih sudah mengantarku ke sini."

"Tidak ah, aku mau menemanimu di dalam. Lagian hari ini aku shift siang."

"Tapi Ris, Syallom sedang rewel tadi, kan?. Dia tidak mau dengan naninya, sementara Dito harus ke kantor. Dia pasti membutuhkanmu untuk menemani Syallom."

Riska menimbang sejenak. Yang dikatakan Clarisa benar. Tapi dia tidak yakin meninggalkan temannya sendirian.

"Ris, percayalah aku baik-baik saja. Aku hanya akan berkonsultasi dengan dokter dan segera pulang setelah mendapatkan obatnya nanti. Kamu pulang gih, kasihan anakmu."

"Kamu yakin?"

"Iya, Sayang. Pulang lah!"

"Telepon aku kalau sudah selesai."

"Iya" jawab Clarisa agar Riska segera  pergi.

     Setelah bayangan Riska menghilang dari pandangannya, Clarisa melangkah memasuki area Apotik. Namun bukannya berkonsultasi dengan dokter seperti rencana awal, dia malah hanya membeli beberapa multivitamin dan obat demam.

"Aku cuma membutuhkan ini" gumamnya lalu membawa langkahnya pergi.

««««««««««««

Matahari yang telah kembali ke peraduannya masih menebarkan pesonanya di ufuk barat langit sore ini. Rona jingga kemerahan terlukis indah, membias  di sepanjang horizon.

Clarisa menikmati pemandangan indah itu dari teras belakang rumah dinasnya, tempatnya menghabiskan waktu kala senggang. Walau tidak seindah jika melihatnya dari tepi pantai atau dari ketinggian tapi dia cukup menikmatinya.

Sudah cukup lama dia termenung di sana, mengabaikan ponselnya yang terus bergetar sejak tadi. Bahkan teh manis yang diseduhnya tadi kini sudah dingin dan dinikmati semut - semut yang sedang beruntung.

Matanya menatap jauh ke depan seolah menembus cakrawala yang terhalang sedikit ranting dan dedaunan. Dia memejamkan matanya sejenak kemudian, menikmati hembusan angin sore yang mempermainkan anak rambutnya. Pikirannya mengembara entah kemana.

"Clarisa!"

Dia kembali membuka matanya tatkala mendengar seseorang menyapanya. Dia tersenyum menyambut kedatangan Winda, gadis cantik yang tinggal di sebelah rumahnya. Sebuah rumah dinas juga. Winda adalah perawat di puskesmasnya.

"Hai kak Winda, kamu di sini? Aku kira kamu tidak di rumah soalnya sepi sejak tadi."

"Aku tidak ke mana-mana, Ca. Tadi pulang dinas pagi langsung tidur. Kebangun karena lapar."

"Harusnya makan dulu baru tidur, kak. Bisanya cuma nasihatin pasien saja. Makan tepat waktu ya,  bla bla bla." Clarisa menirukan suara temannya itu saat sedang menasihati pasien sambil menggelengkan kepalanya. 

"Yah kamu tahulah, kadang capek sehabis pelayanan jadi pulang ke rumah malas mau ngapa-ngapian lagi. Mau masak juga malas, kalau saja ada warung kan enak tinggal beli."

"Namanya juga di kampung kak, mana ada warung makan di sini."

"Iya juga sih, tapi apa yang kamu lakukan di sini sampai tehmu dikerubungi semut begitu?" Winda menatap gelas teh yang sudah dipenuhi semut kecil.

"Astaga tehku!" Pekiknya. "Dasar semut, tau saja ada yang manis" Dia menatap sayang pada tehnya yang  baru dia minum seteguk tadi.

"Lagian mikirin apa sih sayang sampai minumannya dianggurin? Untung bukan kamu yang dikerubungi semut."

Clarisa kembali menatap langit sore. Matahari sudah sepenuhnya masuk, hanya menyisakan warna  kemerahan di ufuk barat yang membuat ujung langit tersebut seperti ketumpahan darah.

"Aku sedang menikmati pemandangan itu, kak. Bukankah itu indah?"

Winda mengikuti arah pandang Clarisa, menatap takjub pada lukisan sang pencipta.

"Iya, indah sekali."

"Bukankah hidup kita juga seperti itu? Terkadang aku berpikir bahwa hidup kita seperti lingkaran perjalanan matahari dalam sehari." Clarisa menoleh pada Winda, namun gadis itu hanya menatapnya seolah menunggu kelanjutan kalimatnya. "Dia terbit di pagi hari membawa terang bagi dunia lalu di sore hari dia kembali ke tempatnya, meninggalkan senja yang indah untuk kita nikmati. Aku merasa senja itu seperti kenangan kenangan kita yang akan dilihat orang setelah kita pergi."

"Kamu bicara apa sih? Bikin pusing saja dengarnya! Apa demam kemarin membuat otakmu agak miring?" Entah mengapa Winda merasa tidak suka dengan perkataan Clarisa barusan. Seolah dia sedang mengatakan itu untuk dirinya sendiri. Dia mataharinya, dan senja kenangan tentang dirinya?

"Entahlah. Aku juga tidak mengerti apa yang kukatakan. Lupakan saja" Clarisa tertawa kecil , entah apa yang ditertawakannya.

"Kapan kamu menikah?" Winda mengalihkan topik pembicaraan.

"Pertengahan Oktober kak."  Clarisa menjawab singkat. Dengan ekspresi datar pula.

Bukankah seharusnya seseorang sangat antusias membicarakan rencana pernikahannya? Namun tidak dengan Clarisa kali ini. Tidak ada binar kebahagiaan dalam sorot matanya saat mengatakan itu. Bahkan terkesan enggan membicarakan hal itu. Setidaknya itulah yang ditangkap Winda. Gadis yang memiliki tingkat kepekaan yang tinggi itu ingin bertanya tapi takut dianggap terlalu mencampuri urusan orang lain. Dia berharap bahwa ini hanya perasaannya saja.

"Wah, sudah dekat ya. Kurang lebih dua bulan lagi. Semoga semuanya lancar sampai hari H" Winda mendoakanya dengan tulus.

"Amin, Kak"

Saat gelap mulai menyelimuti bumi, keduanya beranjak dari sana dan kembali ke dalam rumah.

Clarisa memeriksa ponselnya, melihat banyak panggilan tak terjawab dari Gabriel dan juga pesan whatsApp.

'Sayang, angkat teleponnya'

'Kamu di mana? Masih tidur ya? Maaf mengganggumu'

'Sayang,,'

'Ca, Kamu baik-baik saja, kan?'

'Aku mengirim contoh kartu undangan, coba kamu lihat  dan pilihlah mana yang kamu sukai.'

'Telepon aku jika kamu tidak sibuk'

'Aku mencintaimu!"

Clarisa mengetik dengan cepat, ingin membalas Aku mencintaimu juga, namun menghapus kembali pesan yang hampir saja dikirimnya. Berulangkali dia melakukan itu hingga akhirnya dia melempar ponselnya dengan kesal di atas kasur dan memilih mengabaikan pesan- pesan itu. Dia bahkan tidak berniat untuk melihat contoh kartu undangan pernikahannnya.

Dia memejamkan matanya,  otaknya mulai mengumpulkan kepingan kejadian beberapa hari terakhir ini. Tentang pesta pertunangannya yang meriah, dirinya yang mudah sakit akhir akhir ini. Pikirannya membawa wajah Gabriel dalam ingatan, menari-nari di pelupuk matanya. Sedang tersenyum manis padanya.

Benarkah keputusannya untuk menikah secepat ini?

Pertanyaan itu terlintas begitu saja di benaknya.

Entah sejak kapan munculnya keraguan itu di hatinya. Mungkin karena dalam dua minggu setelah pertunangannya ini dia seringkali tumbang gara gara demam dan sakit kepala. Entah efek sakit itulah yang membuatnya berada di dilema besar ini.

Derrttt,,,

Lamunannya buyar oleh getaran ponselnya yang berada tepat di samping kepalanya. Nama tunangannya tertera dengan jelas di layar. Dia ragu sejenak antara menjawabnya atau tidak.

Jangan menggantungnya seperti ini! Dia tidak mengerti alasan kegundahanmu!

Sosok baik dalam dirinya menyentilnya. Hingga akhirnya dia memilih menerima panggilan tersebut.

"Hallo Biel"

"Sayang, kamu baik-baik saja kan?" Suara Gabriel terdengar khawatir.

"Iya, aku baik-baik saja. Ada apa meneleponku?"

"Ada apa? Serius kamu menanyakan itu? Ada apa? Kamu hilang kabar seharian, tidak membalas pesan, tidak mengangkat telepon dan sekarang kamu bertanya ada apa? Bukankah aku yang seharusnya menanyakan itu?"

Clarisa terdiam. Gabriel benar bukan hanya seharian tapi sejak kemarin dia merasa enggan untuk menanggapi pria itu. Entah itu berbicara di telepon atau sekedar membalas pesannya.

"Maaf. Jangan marah"  cicitnya.

"Tidak, bukan begitu maksudku." Gabriel tergagap. Sungguh dia tidak marah. Hanya terlalu mengkhawatirkan gadisnya.

"Aku tidak marah, Ca. Sungguh! Aku hanya khawatir kamu kenapa-napa."

Hati Clarisa menghangat. Dia tahu seberapa besar rasa sayang Gabriel padanya. Dia bisa merasakannya walau hanya lewat kata-kata.

"Iya, maaf. Aku sedang banyak kerjaan, Biel" akhirnya satu kebohongan dia ciptakan.

"Tapi kamu baik-baik saja, kan?" kembali suara lembut Gabriel menanyakannya.

"Iya, Biel. Aku baik-baik saja. Maaf, aku membuatmu khawatir."

"Tidak apa-apa. Mungkin akunya yang terlalu overthingking. Oh iya, bagaimana kartu undangannya? Kamu sudah menentukan pilihan?"

"Maaf, aku belum sempat melihatnya. Sebenarnya aku kurang suka melihatnya di foto. Mungkin kita harus bertemu untuk melihat dan memiihnya bersama-sama."

"Baiklah, kapan kamu ada waktu?"

"Besok dan lusa aku libur, kalau kamu bisa,,"

"Aku bisa." Gabriel menyahut cepat membuat Clarisa tertawa kecil. "Maksudku, aku bisa menemuimu besok. Sekalian kita membicarakan WO'nya."

"Oke, kalau begitu kita bertemu di tempat WO saja besok, soalnya sebelum itu aku mau ke rumah sakit dulu"

"Rumah sakit? Kamu sakit?" Gabriel kembali merasa khawatir.

"Tidak, Sayang. Ada berkas yang mau aku ambil di sana. Ya udah, aku mau siap-siap kerja dulu. Dinas malam ntar."

"Besok tidak mau aku jemput?"

"Tidak usah. Nanti malah mutar jadinya. Kita ketemu di sana saja."

"Baiklah. Tapi hati-hati di jalan ya. Sampai nanti."

"Sampai nanti, Sayang."

Yah, besok hasil pemeriksaan kesehatannya akan keluar setelah dua hari lalu dia akhirnya memutuskan untuk berkonsultasi dengan dokter. Tanpa sepengetahuan siapapun.

Semoga hasilnya baik-baik saja.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!