...Tolong jangan bandingkan aku dengan orang lain. Karena setiap orang memiliki passion-nya sendiri. Seperti matahari dan bulan, mereka sama-sama bersinar, namun dengan waktu bersinar yang berbeda. Amara....
...🍭🍭🍭🍭🍭🍭...
"Apa? Kamu pindah kerja?" Tanya Rendra yang terlihat terkejut dan tak suka.
Berbading terbalik dengan Amara yang terlihat bahagia saat menceritakan hal ini pada kekasihnya, Rendra justru terlihat terkejut dengan raut wajah tak suka yang ia tunjukkan.
Padahal dengan pekerjaan baru ini Amara sangat bersyukur, karena ia tak lagi bekerja sebagai telemarketing yang dituntut dengan sebuah target.
"Iya, aku jadi Account Eksekutif di perusahaan Angkasa Jaya, sayang. Kamu tahu gak sih? Aku tuh seneng banget. Setidaknya ada peningkatan di jenjang karir aku." Balas Amara dengan senyum riang yang terpancar di wajah cantiknya.
Dengan senyumnya ini, Amara ingin sekali menunjukkan betapa bahagianya dia saat ini, dan ia juga ingin sekali berbagi kebahagiaannya dengan sang kekasih, Rendra. Namun sayangnya Rendra tak ikut larut dalam kebahagiaan yang sedang Amara rasakan.
"Iya kamu memang senang Ara, aku bisa lihat itu. Tapi sayang sekali, jika kamu harap aku bisa ikut senang dengan pencapaian mu itu. Sepertinya itu tidak mungkin. Karena jujur aku nggak sama sekali ikut senang dengan pekerjaan baru yang kamu dapatkan. Menurut aku posisi yang kamu dapatkan itu B aja bagi aku." Ucap Rendra yang berhasil memudarkan senyum Amara.
Amara terdiam menatap tak percaya dengan apa yang diucapkan Rendra barusan. Raut kebahagiaan Amara sirna sudah. Bibirnya bergetar, manik matanya pun berkaca-kaca. Dengan menahan tangisnya ia pun mulai bertanya pada sang kekasih.
"Kok kamu ngomongnya gitu sih, sayang? Kenapa sih kamu tega banget ngomong kaya gitu sama aku? Kenapa kamu ngerendahin posisi kerja aku yang baru ini? Sekali pun memang rendah di mata kamu, seharusnya kamu bisa jaga perasaan aku dan gak ngomong blak-blakan kaya gini."
Amara menatap dalam wajah Rendra yang nampak begitu tak suka dengan pertanyaan Amara yang seakan memprotes dirinya.
Hendra yang terus di tatap oleh Amara dengan wajah tatapan kesedihan mendalam akhirnya jengah. Ia sejenak memalingkan pandangannya kesembarang arah. Kemudian menghela nafas panjang, sebelum ia mulai bicara dengan kekasihnya yang mulai menitikan air mata sakit hati dan kecewa.
"Kamu pikir jabatan itu bagus hemm? Lebih baik dari jabatan kamu sebelumnya, dari sisi mana bagusnya? Kamu tahu sendirikan jabatan apa yang bagus menurut aku?" Cecar Rendra dengan membulatkan matanya pada Amara. Rendra sama sekali tak perduli dengan air mata Amara yang sudah jatuh membasahi lesung pipi kekasihnya itu.
Amara menunduk sedih, ia tahu Rendra sangat menginginkan Amara menjadi seorang sekertaris seperti kekasih salah satu teman satu club mogenya bernama Aji.
Namun Amara tak mungkin mengabulkan keinginan Rendra, karena menjadi sekertaris tidaklah mudah. Mana ada posisi sekertaris yang bisa dikerjakan part time seperti posisinya saat ini.
Lagi pula setelah ia lulus kuliah nanti, ia akan menjadi seorang guru di sekolah dasar. Karena jurusan kuliah yang ia ambil adalah pendidikan guru sekolah dasar, bukan jurusan sekertaris.
Ia mengambil jurusan ini, bukan karena keinginannya. Namun karena keinginan besar sang Ayah, Tomo pada dirinya. Sang Ayah ingin melihat salah satu anaknya menjadi seorang staff pengajar seperti dirinya.
Hingga saat ini ayah Tomo bekerja menjadi seorang Dosen di salah satu universitas swasta di kota Jakarta. Dahulunya ia sangat menaruh harapan pada Novita, untuk mengikuti jejaknya sebagai seorang dosen. Namun setelah menikah Novita tak lagi meneruskan kuliahnya dan malah memilih untuk berhenti ditengah jalan.
"Maafkan aku, sampai kapan pun, aku tak akan bisa mendapatkan posisi impian mu, Mas. Jika kamu merasa aku tak layak dan tak pantas mendampingi mu dengan posisi pekerjaan yang tak pernah bisa lebih baik. Aku minta maaf atas keterbatasan ku." Ucap Amara lirih dan Rendra mendengus kecewa.
"Selalu minta maaf, tapi gak bisa jadi apa yang aku mau, terserahlah. Untung aku cinta sama kamu, kalau enggak mungkin aku tinggalin kamu." Ungkap Rendra dengan kalimatnya yang selalu menyesakan dada.
Meski Rendra tak menyetujui dan menyukai pekerjaan Amara saat ini. Rendra tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya dapat menerima keputusan Amara untuk pindah bekerja. Kata masih cibta menjadi alasan terkuatnya membiarkan Amara bekerja di tempat Daniel.
Tiga bulan berlalu begitu cepat. Amara yang memiliki kemampuan otak yang cukup cerdas, ia dapat menyesuaikan dirinya dengan baik di perusahaan baru tempatnya bekerja. Meskipun saat ini ia belum mendapatkan kesempatan untuk dilibatkan dalam sebuah event yang tengah digarap oleh perusahaan tempatnya bekerja.
Seperti biasanya, usai menyelesaikan jam kuliahnya, ia kembali membelikan ketoprak untuk Mba Tri. Jarak antara kampus Amara dengan perusahaan saat ini tidaklah sejauh seperti perusahaan lamanya. Hingga ia bisa datang ke perusahaan tidak kebut-kebutan seperti Valentino Rossi idolanya.
"Siang Mba Tri," sapa Amara sembari mengunjukkan kantong kresek ditangannya.
"Waw ketoprak." Ucap Mba Tri sumringah dengan mata beerbinar.
Ia tak sama sekali merasa bosan, jika dibawakan ketoprak oleh Amara. Usai menghabiskan makanannya. Mba Tri mengeluarkan sebuah kardus dan paper bag berisi oleh-oleh dari negara tetangga khusus untuk Amara.
"Nih, buat Ara yang baik hati. Weekend kamarin si Patrik ngajakin ketemu di Singapura. Gue jadi inget lo yang suka banget sama coklat. Jadi gue beliin oleh-oleh coklat buat stok lo sebulan. Ini cukup 'kan buat mempertahankan lesung pipi lo yang ngegemesin ini?" Ucap Mba Tri saat menyodorkan paper bag pada Amara, sembari mencubit lesung pipi Amara.
Amara yang sedang mengunyah ketoprak langsung manggut-manggut dengan senyum bahagainya. Ia membulatkan matanya dengan binar kebahagiaan ketika Mba Tri juga menunjukkan kerdus cukup besar yang juga berisi coklat untuk Amara.
"Mmmm... Makasih banyak Mba Tri. Makin lope lope nih Ara sama Mba Tri. Ara kaya mau jualan ciklat aja ini, ya ampun..." Ungkap Amara bahagia sembari memeluk erat tubuh Mba Tri.
"Sama-sama calon bu guru. Cepat selesaikan kuliah tepat waktu ya. Gue pasti bakal datang ke acara wisuda lo. Gue akan jadi tim hore lo di sana. Semangat berjuang Ara!! Taklukan cita-cita Ayahmu!"
"Huum ..Makasi banyak Mba. Ara selalu semangat kok. Ini Ara lagi nunggu jadwal sidang aja, doain ya Mba."
"Pasti Mba doain."
Setelah jam makan siang selesai. Semua tim Account Eksekutif mengadakan sebuah meeting yang di pimpin oleh Dias, sebagai kepala bagian Account Eksekutif. Meeting ini berisikan pembagian tugas untuk pembuatan proposal, yang akan diajukan pada calon Client baru.
Meeting ini dilakukan,setelah sebelumnya Dias sudah melakukan meeting bersama dengan bagian tim kreatif dan juga Daniel yang selalu terjun langsung dalam seluruh proyek event perusahaannya.
"Kamu gak masalah kalau lembur 'kan Amara?" Tanya Dias pada Amara.
"Gak masalah kok Mba, saya bisa lembur. Jadwal kuliah saya sudah cukup longgar." Jawab Amara yang menyanggupi untuk lembur.
Mulai dari hari itu, di mana Amara menyanggupi tawaran Dias untuk lembur. Amara kerap kali pulang tengah malam. Ia hanya pulang untuk sekedar tidur dua sampai tiga jam, dan pada pagi harinya, ia kembali berangkat beraktivitas seperti biasanya. Ia hampir tak pernah bercengkrama dengan orang-orang rumah.
Bahkan drama di pagi hari tak lagi ia dapati, karena ia berangkat saat matahari belum muncul batang hidungnya, itu karena ia harus menghindari kemacetan jalan ibukota di pagi hari.
Sedangkan waktu Sabtu-Minggu miliknya, kerap kali ia pergunakan untuk tidur dan menonton drakor di dalam kamar pribadinya seharian suntuk. Hal ini ia lakukan jika Rendra tak mengajaknya pergi keluar ataupun mendatanginya di rumah.
Mengurung diri di dalam kamar, kerap kali ia lakukan. Demi menjaga kewarasan hatinya yang enggan tersakiti oleh ulah kakaknya Novita dan Chandra yang selalu menganggap dirinya selalu salah dan tak pernah ada benarnya.
Ya. Chandra, kakak sulung Amara. Ia sudah menikah dengan seorang wanita karir yang super sibuk. Saking sibuknya sampai tak bisa mengurus dirinya dan sang putri semata wayangnya yang kerap kali ditelantarkan ketika sakit.
"Mau kemana kamu? Sudah merasa hebat sekarang?" Tanya Chandra yang kebetulan bertandang ke kediaman orang tuanya hari ini.
"Beli makan, laper." Jawab Amara jujur, sambil berlalu pergi.
Ia sengaja tak ingin berlama-lama dengan Chandra, karena ia sudah dapat melihat rona wajah tak suka sang kakak pada dirinya.
"Dengar Ara! Kalau kamu suka pulang menjelang pagi sebaiknya kamu tidak tinggal di rumah ini. Ingat kita ini tinggal di perkampungan, bukan di apartemen ataupun kompleks perumahan elit. Kamu tidak bisa abaikan pandangan para tetangga dengan tingkah mu itu. Tolong jaga perasaan ayah dan ibu. Karena kamu, mereka dicibir oleh omongan tajam para tetangga. Pekerjaan kamu sangat tidak cocok dengan status kita sebagai anak seorang Dosen." Pekik Chandra dengan suara yang sangat tinggi, menandakan jika dirinya sangat marah terhadap kebiasaan baru Amara yang ia ketahui dari Novita.
Hemm, status Kak Chandra bilang. Memangnya kenapa jika kita ini anak Dosen, apa tidak boleh pulang malam kalau jadi anak Dosen. Cara berpikir macam apa ini?Apa maksud dan tujuan dia ngomong kaya gini juga menginginkan gue pergi dari rumah ini. Pasti Kak Novi sudah mengadu yang tidak-tidak. Membumbui dan memprovokasi Kak Chandra sampai kebakaran jenggot kaya gini. Batin Amara, ia menghela nafasnya sebelum membalas amarah sang Kakak.
"Kak Chandra, juga ingin aku pergi dari rumah ini seperti keinginan kak Novi, katakan saja pada ayah dan ibu untuk menendang ku dari rumah ini. Aku akan dengan senang hati meninggalkan rumah ini, jika mereka juga menghendakinya." Jawab Amara seakan menantang Chandra yang terkenal dengan sikapnya yang tempramental setelah ia menikah.
"Lancang! Berani sekali kamu bicara seperti itu pada kakak mu, Ara," ucap Chandra yang berjalan cepat menghampiri Amara.
Amara yang tak menyadari Chandra menghampirinya pun tetap berjalan santai melenggang pergi menuju pintu keluar rumah.
Sayang, saat ingin membuka handle pintu. Sebuah tangan kekar menjambak kasarr rambut panjangnya, hingga ia terbanting dan terduduk di atas lantai dengan kepala mendongak ke atas.
Brukkk...!
"Aaaa... Sakit Kak, lepas!" Pekik Amara sembari meronta dan mencakar pergelangan tangan Chandra yang menjambak kuat rambut panjang yang ia kuncir kuda.
Rupanya suara pekikan Chandra dan Amara yang cukup keras, membuat seisi rumah menghampiri keberadaan Amara dan Chandra.
"CHANDRA APA YANG KAMU LAKUKAN? LEPASKAN ADIKMU!!" pekik Tomo pada putra sulungnya yang tengah menyakiti putri bungsunya.
"Tidak Ayah. Putri Ayah yang satu ini harus diberi pelajaran, untuk tidak bersikap pembangkang dan merasa hebat seperti ini. Baru bisa membiayai kuliahnya sendiri saja ia sudah tinggi hati. Tidak sadar diri, kebiasaannya pulang tengah malam seperti wanita malam." Tolak Chandra yang makin menguatkan tarikan tangannya pada rambut Amara yang mulai berjatuhan karena rontok.
Dapat dibayangkan betapa sakitnya yang Amara rasakan disetiap helaian rambut Amara yang tercabut paksa dari akar rambutnya, karena ulah Chandra. Hanya meringis dan menangis kesakitan yang dapat ia lakukan saat ini.
Menyesal telah melawan Chandra? Tentu tidak. Amara sama sekali tidak menyesal menentang sang Kakak. Ia seakan ingin menunjukkan pada Novita. Jika ia memiliki keberanian untuk selalu melawan Chandra yang selalu berhasil ia provokatori.
Dalam kesakitannya, Amara menatap satu persatu wajah anggota keluarganya yang tengah menyaksikan kesakitan yang ia rasakan.
Amara lebih lama memandang wajah Erdi, pria pertama di dunia ini yang mengukir rasa sakit di hatinya. Semenjak Erdi masuk menjadi anggota keluarganya. Ia menjadi pelengkap dari penderita demi penderita Amara yang datang silih berganti dari lingkungan keluarga terdekatnya sendiri.
Tangan Chandra yang dahulunya biasa membelai manja rambut panjang adik bungsunya, sejak ia menikah dan di karuniai anak memang jadi terbiasa melakukan kekerasan pada Amara.
Amara selalu dijadikan pelampiasan emosi oleh Chandra, yang tak bisa meluapkan emosinya pada sang istri yang jauh lebih dominan dari dirinya.
Amara sendiri kini pun telah berubah, lelah terus tertindas, membuatnya menjadi seorang pembangkan. Apapun yang ia lakukan di dalam keluarganya selalu dianggap sebuah kesalahan. Hingga Amara menganggap dirinya bernafas di keluarga ini pun adalah sebuah kesalahan.
Jadi pantaslah jika setiap hari Amara kerap kali menantang maut di jalan raya. Ia sudah sangat enggan untuk meneruskan hidupnya yang pahit di dunia ini. Apalagi ia selalu merasa tak lagi memiliki tempat yang nyaman untuk berlindung apalagi bersandar.
Erdi yang berdiri diantara Novita dan ibu mertuanya, menatap sedih dan bersalah pada Amara yang kesakitan. Ia ingin sekali menarik Amara dan memeluknya. Meminta maaf dan menyesali keegoisannya. Erdi menyadari betul segala penderitaan yang Amara alami di rumah ini juga bersumber pada dirinya.
Maafkan Aa, Ara. Aa minta maaf. Aa tidak menyangka hidupmu akan menderita seperti ini. Batin Erdi yang merasa pedih melihat kesakitan dan penderitaan mantan kekasihnya yang tengah dianiaya kakak iparnya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
@Risa Virgo Always Beautiful
Rendra sepertinya tak setuju kalau Amara pindah kerja
2023-09-26
0
@💞Lophe💝💗💓🤵👰
Rendra terlihat tak suka kalau Amara pindah kerja
2023-09-26
0
Ria putri queen
sukurin kau Erdi mampooooooooooooossssssssss 😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄 ..
Rasakan !!!!
2023-08-27
0