...Pertemuan dan perpisahan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pertemuan menjadi awal cerita kehidupan baru, dengan beragam alasan berbeda yang muncul. Sedang perpisahan terkadang datang bersama dengan sebuah luka dan tangis yang menyiksa hingga terkadang menimbulkan trauma mendalam pada jiwa anak cucu Adam....
...🍭🍭🍭🍭🍭🍭🍭...
Usai menghabiskan makanannya. Tiba-tiba saja Mba Tri bicara yang cukup mengagetkan Amara.
"Ara, ini hari terakhir gue loh kerja di sini." Ungkap Mba Tri yang seketika membuat Amara tersedak ketoprak yang sedang ia kunyah. Saking ia merasa terkejut dengan apa yang diungkapan Mba Tri padanya saat ini.
Uhughh... Uhughh!
Melihat Amara tersedak hingga wajahnya memerah seperti tomat dan manik matanya berlinang air mata, merasakan betapa pedihnya bumbu ketoprak yang menyangkut di kerongkongan lawan bicaranya ini, Mba Tri segera saja memberikan minum untuk Amara.
"Minum say!"
Amara segera menerima sebotol air mineral milik Mba Tri dan langsung menengguknya.
Glek... Glek... Glek!
Amara menghabiskan sebotol air mineral milik Mba Tri hingga tandas.
"Haduh Ara-Ara. Gak usah kaget kaya gini juga sih. Sampai keselek ketoprak gini. Kayanya lo gak mau banget berpisah sama gue. Terlanjur nyaman ya? Dasar bocil." Ucap Mba Tri sembari terus memijat tengkuk Amara.
Amara yang sudah terlihat membaik, segera saja membalikkan tubuhnya dan menghentikan pergerakan tangan Mba Tri yang terus memijat tengkuknya.
"Udah cukup Mbak! Makasih udah mau nolong dan mijitin Ara." Ucap Amara dengan seulas senyum lesung pipitnya yang menjadi ciri khas gadis cantik ini.
Kini Amara terus saja menatap sedih wajah Mba Tri yang terlihat sebaliknya. Mba Tri tersenyum senang akan meninggalkan perusahaan yang sudah bertahun-tahun menjadi tempat ia mencari rezeki, dan tempat kerja yang memberikannya cuti sesuka hatinya, saat dimana ia berkencan dengan Om Bulenya pelisiran keluar negri.
Rupanya tatapan sedih Amara ini sedikit mengusik kebahagiaan hati yang kini Mba Tri rasakan. Terlanjur sayang dengan rekan kerjanya yang masih sangat muda ini, menjadi alasan mengapa seorang Mba Tri yang terkebal cuek, perduli dengan Amara.
"Kok tampang lo sedih gitu sih Ra?"
"Keliatan banget ya, Mba?"
"Keliatanlah 'kan gue punya mata Ara. Lagi pula gue ini cukup tua, jadi bisa membedakan orang lagi sedih atau lagi senang." Jawab Mba Tri ketus seperti biasanya, sembari menghela nafas panjang.
Amara tersenyum getir mendengar ucapan ketus Mba Tri. Ia lalu berdiri dan memeluk tubuh Mba Tri dari belakang. Wajar saja jika ia merasa teramat sedih mengetahui Mba Tri akan keluar dari tempat kerja mereka ini.
Jujur, meski Mba Tri dengan sikap dan sifatnya yang banyak minusnya, Amara tetap nyaman dengan Mba Tri. Karena dekat dengan Mba Tri, ia merasa memiliki seorang kakak yang menyayanginya.
Mba Tri mengurai pelukan Amara, ia membalikkan tubuhnya, kemudian bicara sembari memperhatikan wajah sendu Amara.
"Lo jangan takut kehilangan gue. Gue bakal boyong lo ke tempat baru, tapi tunggu gue sebulan dulu kerja di sana ya. Soalnya 'kan lo masih kuliah, dan gue juga belum tanya-tanya mendetail sama si Jhon, bisa gaknya lo kerja part time di sana kaya di sini."
Jhon adalah teman Mba Tri yang Amara juga kenali. Mba Tri yang merasa iba dengan kesedihan Amara karenanya, langsung saja menarik tubuh mungil Amara masuk ke dalam pelukannya.
Ia memeluk erat tubuh mungil Amara. Rasa sayang Mba Tri terhadap Amara begitu tulus. Seperti rasa sayang seorang Kakak yang menyayangi adik kandungnya sendiri. Apalagi Mba Tri sudah tahu jelas bagaimana kisah perjalanan hidup Amara yang malang.
"Serius Ara diajak Mba?" Tanya Amara di dalam pelukan Mba Tri.
"Iya, tentu saja." Jawab Mba Tri singkat.
Satu bulan pun berlalu. Mba Tri menepati janjinya untuk memboyong Amara ke perusahaan baru di mana ia bekerja saat ini.
Setelah melewati seleksi yang cukup ketat dan sulit. Kini Amara hanya tinggal menunggu keputusan dari sang pemilik perusahaan, yang memang terbiasa melibatkan dirinya secara langsung dalam menerima karyawan.
Hati Amara begitu dag dig dug tak menentu di dalam sebuah ruangan meeting yang di jadikan pertemuan pertamanya dengan sosok pria matang, berwajah tampan oriental, dan bertubuh tegap proposional.
Detak jantungnya makin bergemuruh tak menentu, ketika jarum jam terus berdetak mendekati waktu yang ditentukan salah satu staff HRD akan kedatangan sang Bos yang dimundurkan tanpa alasan yang jelas.
Ceklek! (Suara pintu terbuka).
Sosok Oppa-oppa korea mirip Jeamin muncul dari balik pintu. Amara terkesiap, ia tak menyangka setampan inikah pemilik perusahaan yang bergerak di bidang jasa event organizer tempatnya melamar pekerjaan.
Ganteng banget... Bening banget Astaga, batin Amara memuji.
Jujur, hampir saja mulut Amara terbuka dengan lebar serta mengeluarkan liurnya, saking terpananya ia dengan ketampanan calon bos barunya. Untungnya hal itu tidak sampai terjadi karena Amara dapat mengendalikan dirinya. Jika sampai terjadi, entah bagaimana penilaian calon bos barunya ini pada dirinya.
"Maaf, saya sudah membuatmu menunggu lama." Ucap pemilik perusahaan itu sembari berjalan ke sebuah kursi dengan diikuti oleh seorang sekertaris cantik di belakangnya.
Setelah ia mendaratkan bokongnya, tangan kanannya langsung menengadah ke arah sang sekertaris. Ia meminta curriculum vitae milik Amara pada sekertaris yang masih setia berdiri di belakangnya.
"Siapa namamu?" Tanya pemilik perusahaan dengan nada bicara yang begitu berwibawa.
"Amara Ayudia, Pak." Jawab Amara dengan cepat, ia terlihat terlalu bersemangat namun masih terlihat sopan.
Pemilik perusahaan tersenyum tipis mendengar cara Amara menjawab yang terlalu bersemangat.
"Hemmm, Amara Ayudia nama yang bagus, saya Daniel Prayoga, pemilik perusahaan Angkasa Jaya. Kamu sudah tahu perusahaan saya bergerak di bidang apa, bukan?"
Tanya Daniel yang nampak seperti kembaran Jaemin ini, sembari melirik wajah Amara yang kini terlihat begitu tegang mendapatkan pertanyaan pertama dari dirinya.
"Sudah Pak." Jawab Amara yang sudah mengetahui dari Mba Tri, jika perusahaan Angkasa Jaya adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa event organizer.
"Ternyata kamu cukup pintar ya, pantas kamu saat ini berhasil untuk berada di hadapan saya. Selamat bergabung di perusahaan saya. Saya harap kamu bisa bekerja dengan baik dan dapat ikut memajukan perusahaan saya ini." Ucap Daniel setelah puas membolak-balik curriculum vitae dan hasil test Amara, kemudian melemparnya pelan ke sisi meja lainnya.
"Jadi saya diterima Pak?" Tanya Amara tak percaya.
Ia menatap serius wajah datar dan dingin pemilik perusahaan yang tengah duduk memandangi dirinya.
"Ya, kamu diterima, tapi gajimu akan ada penyesuaian. Karena kamu hanya bisa bekerja part time di sini. Saya akan kasih kamu waktu untuk masa percobaan kamu bekerja di sini selama enam bulan. Jika kinerja kamu buruk. Kamu bisa get out dari perusahaan saya. Tapi jika cara kerja kamu bagus, kita akan bicarakan kontrak kamu kerja di sini. " Jawab Daniel dengan sedikit memberikan kecaman pada Amara.
"Terima kasih Pak, sudah mau menerima saya bekerja di sini. Saya usahakan kinerja saya tidak akan mengecewakan Bapak." Ucap Amara tersenyum bahagia.
"Jawaban klise," batin Daniel.
Pemilik perusahaan ini hanya mengangguk kepala sembari menatap dalam manik mata Amara yang membuat hatinya seketika merasa teduh dan tenang.
Padahal beberapa menit yang lalu ia baru saja selesai bertengkar hebat dengan kekasihnya, Hera di ruang kerjanya. Sebenarnya mood Daniel saat ini sedang benar-benar anjlok dan tak dapat tertolong lagi. Ia hampir saja membatalkan pertemuannya dengan Amara, jika saja Mba Tri tidak memohon pada Daniel di ruang kerjanya yang sudah berantakan seperti kapal pecah.
Kenapa menatap dalam manik mata gadis ini hatiku merasa teduh dan tenang? Tak biasanya aku seperti ini. Auranya benar-benar menenangkan jiwaku. Batin Daniel yang tak ingin melepaskan tatapannya pada manik mata Amara.
Sejenak mereka terdiam, Amara menunggu ucapan ataupun perintah Daniel selanjutnya. Namun Daniel malah asyik memandangi wajah Amara dan tenggelam dalam lamunannya.
Sekertaris yang bermana Siska, yang duduk manis di sampingnya pun bereaksi. Ia memberanikan diri untuk menegur atasannya yang tengah hanyut dalam lamunannya itu.
"Pak, maaf kita ada meeting dengan tim kreatif setelah ini." Tegur Siska dengan lembut dan sopan pada Daniel.
Teguran Siska berhasil menyadarkan Daniel dari lamunannya. Ia tersentak dan kembali memasang wajah datar dan dinginnya.
"Mulai senin depan, kamu sudah bisa bekerja di perusahaan saya. Tolong bawa serta jadwal kuliah kamu dan berikan pada Siska. Saya ingin lihat." Ucap Daniel sebelum ia meminta Amara meninggal ruangan meeting karyawan yang ada di lantai dasar.
Di gedung perusahaan ini ada dua ruang meeting. Satu ruang meeting di lantai dasar, yang biasa digunakan para karyawan untuk meeting bersama tanpa Daniel dan satu ruang meeting yang cukup luas dan besar yang ada di lantai 7, di mana ruangan meeting itu berada satu lantai dengan ruang kerjanya bersama sekertaris dan juga staff keuangan perusahaannya.
"Baik Pak," jawab Amara dengan senyum sumringahnya.
Amara beranjak dari kursi yang ia duduki, ia menghampiri Daniel dan mengulurkan tangannya. Ia dengan beraninya mengajak pria dingin yang terkenal sombong dan narsis ini berjabat tangan.
Baik Daniel dan Siska terkejut dengan apa yang dilakukan Amara. Siska, sekertaris Daniel dibuat takjub dengan apa yang ia lihat saat ini. Daniel menerima uluran tangan Amara yang mengajaknya berjabat tangan. Bahkan tangan keduanya berjabat tangan lebih lama dari sewajarnya.
Deg!
Detak jantung keduanya sama-sama bereaksi dengan sangat hebat, hanya karena tangan keduanya bersentuhan. Sentuh pertama mereka yang mendebarkan seluruh jiwa raga keduanya.
Ya Tuhan, ada apa dengan jantung gue? Masih sehatkan? Cuma nervous parah aja 'kan ini, bukan mau koit? Batin Amara.
Meski merasakan sesuatu yang tak beres dengan detak jantungnya, Amara terus saja menebarkan senyum manis terbaiknya dengan sepasang lesung pipi sebagai pelengkapnya kepada Daniel yang juga merasakan hal yang sama, Bahkan Daniel enggan untuk melepas tangan Amara yang berada dalam genggaman tangannya.
Siapa dirimu? Kenapa aku merasa jantungku begitu bergemuruh saat sedekat ini dengan mu? Hanya dengan menjabat tanganmu saja rasanya aku ingin menarik mu ke dalam pelukanku. Batin Daniel yang terus menatap dalam manik mata Amara yang coba ia selami.
Melihat keduanya berjabat tangan terlalu lama, Siksa pun berdeham. Ekhmm...!
Daniel tersadarkan kembali karena teguran sekertarisnya itu. Ia segera melepaskan tangannya, tanpa melepaskan tatapan matanya pada gadis muda yang sudah berhasil mencuri ke ingin tahuannya ini.
Sadar terus ditatap Daniel dengan tatapan yang tak tergambar, Amara memilih untuk menundukkan pandangannya sejenak. Lalu Ia berpamitan dengan membungkukkan tubuhnya ke arah Daniel, kemudian membalikkan tubuhnya pergi meninggalkan ruang meeting.
Meski Amara telah melangkah pergi, Daniel terus menatap punggung Amara yang perlahan menjauh dan menghilang dari balik pintu.
Hari itu setelah melakukan interview. Amara mengendarai kendaraannya dengan riang ke salah satu cafe di dekat rumahnya. Ia sudah membuat janji bertemu dengan Rendra, kekasihnya.
"Hai, sayang!" Sapa Amara pada Rendra yang sedang menyesap sebatang rokok sembari menunggu kedatangannya.
Tanpa menjawab Rendra menggeser sebuah kursi di dekatnya untuk Amara duduk.
"Kok lama? Kantor kamu dari sini tuh cuma lima belas menit loh, aku nunggu hampir satu jam. Sudah tiga batang rokok habis aku hisap, kamu belum datang juga." Ungkap Rendra kesal dan memasang wajah tak suka dengan keterlambatan Amara.
"Sayang, maaf. Aku kejebak macet jadi lama." Amara mencoba menjelaskan dengan rasa bersalah.
"Macet? Macet dari mana? Kamu jangan belajar bohong ya, Ara. Aku paling gak suka kalau dibohongin." Ucap Rendra seraya melirik tajam Amara dengan rasa tak percayanya.
Rendra bisa bicara demikian, pasalnya Rendra paham betul kondisi jalan kantor Amara, maka dari itu ia tak percaya, jika Amara hanya memberikan alasan ia terjebak macet.
Amara sedikit menghela nafasnya, berbicara dengan Rendra yang pemarah dan posesif memang sangat butuh kesabaran ekstra.
"Sayang, denger dulu ya. Tolong jangan sela aku bicara dan marah kaya gini." Pinta Amara sembari berusaha menggenggam tangan Rendra. Namun sayang tangannya ditepis Rendra dengan kasar.
"Hemm... Gak usah pegang-pegang deh. Kamu mau bohong apa lagi? Cepat deh, aku persilahkan kamu untuk berbohong sama aku." Sahut Rendra sembari menyesap rokok keempatnya, dengan tak sopannya Rendra menghempaskan asap tebal di mulutnya ke wajah lelah Amara.
Uhuk...uhukk (Amara terbatuk karena menghirup asap rokok Rendra)
"Kamu jangan gitu dong, aku jadi batuk nih." Protes Amara sembari menggibas-gibaskan tangannya. Menyingkirkan kepulan asap rokok yang cukup tebal. Seperti orang yang sedang menabun sampah.
"Biar! Itu hukuman buat kamu. Karena kamu nyebelin, buat aku nunggu lama di sini seperti orang bodoh." Balas Rendra tanpa rasa bersalah, dengan sikapnya yang begitu kekanak-kanakan.
"Ya, maaf sayang. Aku gak maksud. Serius deh Ay. Aku gak maksud."
"Udahlah jangan minta maaf terus, malas dengarnya tahu nggak. Cepat cerita, jangan buang waktu aku lebih lama lagi!" Perintah Rendra ketus.
Tak hanya nada bicara Rendra, tapi juga dengan ekpresi wajah Rendra yang sangat membuat Amara tak merasa nyaman saat ini.
Andai saja hubungan pacaran mereka tidak terlampau jauh, mungkin Amara memilih menyerah dan pergi saja dari hidup Rendra. Kesalahan fatal Amara yang terbawa pergaulan bebas, membuatnya menyesal dan terikat oleh Rendra.
Namun penyesalan hanya sebuah penyesalan. Demi meminta pertanggung jawaban atas perbuatan Rendra pada dirinya, ia pun harus bertahan dengan sikap Rendra yang seperti ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
@Risa Virgo Always Beautiful
Mba Tri walaupun jutek dan judes tapi sayang ke Amara
2023-09-26
0
@💞Lophe💝💗💓🤵👰
Amara terlihat sangat menyayangi mba Tri
2023-09-25
0
Ria putri queen
yaappp Bener banget ada pertemuan ada perpisahan
2023-08-27
0