...Terkadang keluarga sendiri bagaikan sebuah duri yang menyakiti sedemikian parah. Mencabik-cabik jiwa raga ini hingga tak tersisa lagi harapan. Luka yang ditimbulkan oleh mereka sangat tak mudah untuk diobati....
...Hatiku akan terus tertusuk dan berdarah jika terus menggenggam mereka. Bagaimanapun aku berusaha mengubah diriku agar baik di mata mereka, namun mereka tidak akan pernah ingin melihat ke arahku, karena kebencian dan ketidak sukaan mereka terhadapku sudah merajai hati mereka. Maka dari itu kucukupkan diriku dan hatiku untuk tak tersakiti lagi. Pergi dan menepikan diri adalah yang terbaik. Tak selamanya keluarga adalah rumah terbaik untuk tempat singgah di muka bumi ini. Amara...
...🍭🍭🍭🍭🍭🍭🍭...
Perdebatan antara Chandra dan Tomo, sang Ayah pun terjadi. Sebagai seorang ayah, Tomo memainkan perannya. Di mana ia berusaha menjadi pelindung putrinya yang tersakiti.
Seluruh kata-kata yang Tomo ucapkan pada sang putra, sama sekali tak membuat Chandra berkeinginan untuk melepaskan Amara. Kini dengan amarah yang membuncah Tomo menghampiri kedua anaknya itu. Ia sangat tak terima melihat Chandra menjambak dan menampar wajah Amara berkali-kali hingga darah segar keluar dari sudut bibir gadis malang ini.
Tomo menarik paksa tubuh Amara dalam cengkraman Chandra. Setelah Amara terlepas, Tomo memberikan bogem mentah pada putranya itu.
Bughh!
Satu pukulan keras mendarat pada pipi Chandra hingga ia terhuyung.
Brakk!
Akhirnya Chandra terjatuh ke lantai, karena tak bisa menyeimbangkan tubuhnya.
"Ayah!" Pekik Riana dn Novita.
Tomo menoleh sejenak ke arah Novita dan juga istrinya. Kemudian kembali menatap nyalang pada Chandra yang tersungkur di lantai.
"Memangnya hanya kamu saja yang bisa bertindak kriminal di rumah ini. Yang menjadi kepala keluarga di rumah ini, itu Ayah bukan kamu Chandra. Seharusnya sebagai kakak laki-laki tertua di rumah ini. Kamu tidak bersikap kasar pada adikmu. Tidak bisakah kamu menyelesaikan masalah dengan kepala dingin?" Ungkap Tomo.
Mendengar ucapan Tomo, Chandra hanya tersenyum kecut dan mengusap sudut bibirnya yang berdarah. Sementara Amara hanya menatap keduanya dengan tatapan kosong.
"Kenapa Ayah pukul Kak Chandra? Apa yang dilakukan Kak Chandra itu sudah benar, Ayah. Amara memang harus diberikan pelajaran." Protes Novita pada Tomo. Ia berusaha membela sekutunya.
Tomo sama sekali tak menggubris protes yang dilayangkan Novita. Ia paham betul bagaimana putrinya yang satu ini sangat tidak menyukai adiknya. Walau ia belum tahu penyebabnya, sebagai kepala keluarga Tomo berusaha untuk tidak dapat di propaganda dengan mudah oleh Novita selama ini.
Sedang Amara menarik sudut bibirnya untuk tersenyum, saat ia mendengar protes yang di lontarkan Novita. Kemudian dengan beraninya, setelah sekian lama diam akhirnya Amara mengungkapkan rahasia yang ditutupi oleh Novita dan Erdi selama ini dari kedua orang tuanya.
"Baik kita jadikan ini sebuah akhir," batin Amara. Ia menarik nafasnya dalam-dalam, menguatkan diri untuk bicara kebenaran.
"Hahahaha... Kak Novi lucu sekali ya, tidak bisa membedakan mana yang benar dan salah. Pantas saja kebodohan kakak ini yang menyebabkan Kakak sama sekali tak merasa bersalah menjadikan kekasih adik sendiri sebagai pasangan hidup. Dan sekarang kakak tanpa rasa belas kasih terus berusaha menyingkirkan aku dari rumah ini. Apa kakak menganggap aku ini sebuah ancaman dalam rumah tangga kakak, humm? Sampai segigih ini ingin aku pergi?"
Duar!!
Kedua bola mata Novita dan Erdi membulat sempurna mendengar perkataan Amara yang mencengangkan kedua orang tuanya termasuk Chandra.
"Apa? Apa kamu bilang Ara? Kekasih adiknya? Apa yang kamu maksud kakak iparmu, Erdi kekasihmu?" Tanya Riana yang nampak sangat terkejut.
Amara mengangguk. Riana sontak menutup mulutnya.
Ya, Tuhan. Pantas saja keluargaku berubah. Ternyata inilah kebenaran yang mereka tutupi selama ini. Novita kamu benar-benar tak memiliki perasaan. Ibu sangat kecewa pada mu.Maafkan ibu, Amara. Ibu terlalu bodoh dan tak peka dengan semua ini. Hatimu pasti sangat hancur. Maafkan Ibu, Nak. Batin Riana sedih.
Hati seorang ibu mana yang tak sedih, melihat pertikaian dan perselisihan kerap kali terjadi di rumah yang dulunya damai dan tentram ini.
Riana selalu menasehati Amara untuk selalu bersabar menghadapi sikap ketidak sukaan Novita terhadap Amara. Riana tahu betul, ada yang disembunyikan sang putri dari dirinya, tentang penyebab apa yang membuat Novita berubah seperti ini terhadap adik kandungnya sendiri.
Kendati demikian, Riana tak ingin memaksa putrinya untuk menceritakan apa yang tengah disembunyikan putrinya bungsunya ini. Ia yakin suatu saat Amara akan menceritakannya. Dan benar saja. Kini Amara menceritakannya hingga berhasil membuatnya tercengang dan juga sedih.
"Novita. Apa benar yang diucapkan adikmu itu?" Tanya Tomo dengan sorot mata tajam menatap Novita yang berdiri dengan gemetar.
Novita diam seribu bahasa, tak mampu ia menjawab pertanyaan sang Ayah. Tak mendapati jawaban dari putrinya. Kini tatapan Tomo beralih pada Erdi yang berdiri tepat di samping putrinya.
Seolah mengerti arti sorot mata ayah mertuanya, sebagai seorang pria yang berjiwa satria. Erdi pun menjawab dengan jujur kebenarannya.
"Apa yang dikatakan Amara memang benar Ayah. Dulu saya adalah kekasih Amara. Perasaan cinta saya lebih besar pada Novita, sehingga saya memilih Novita untuk saya jadikan sebagai seorang istri."
Tomo dan Amara sama-sama tersenyum kecut mendengar jawaban Erdi yang terdengar lantang dan tegas. Tomo yang marah dan kecewa akhirnya mengusir menantu kebanggaannya ini dari kediamannya.
"Jadi begitu cerita sebenarnya. Berani sekali kamu mempermainkan perasaan kedua putriku? Jika saja saya tahu dari awal, tidak akan mungkin saya setujui pernikahan kalian. Kamu pikir kamu ini siapa? Sekarang kemasi barang-barang mu. Keluar kamu dari rumahku!"
Tomo berbicara dengan berapi-api. Rasa kecewa dan marah benar-benar menguasai dirinya.
"Ayah. Jangan lakukan ini Ayah! Tolong jangan usir suamiku! Aku sangat mencintainya dan sekarang aku sedang hamil Ayah."
Novita bersujud dan memeluk erat kaki Tomo. Ia terus memohon pada sang ayah untuk tidak mengusir Erdi dari kediaman kedua orang tuanya. Mengusir Erdi dari rumah ini sama juga mengusir dirinya. Novita sangat tidak ingin keluar dari zona nyamannya.
"Kalian tidak bisa satu atap dengan Amara. Ayah tidak ingin terus ada keributan. Salah satu diantara kalian harus keluar dari rumah ini. Dan yang pantas untuk keluar dari rumah ini adalah kalian berdua. Sudah selayaknya kalian hidup mandiri, terpisah dengan kami." Ungkap Tomo yang terus membuat Novita menggelengkan kepalanya. Ia terus menolak dan menangis meronta-ronta di kaki Tomo.
Erdi berusaha menenangkan Novita dan memohon maaf pada Tomo. Namun Tomo tetap teguh dalam pendiriannya, meminta menantunya untuk pergi dari kediamannya.
Melihat Novita terus menangis seperti itu dan dalam keadaan hamil, membuat Amara merasa tak tega. Terlebih ia masih saja mendapatkan tatapan tak suka dari Chandra hingga saat ini.
"Biar aku saja yang pergi dari rumah ini, Kak Novi jauh sangat membutuhkan Ayah dan Ibu dalam kehamilannya." Ucap Amara.
Suasana tiba-tiba hening. Tomo menatap wajah datar putrinya yang tengah menatap iba Novita yang terus memeluk kakinya.
"Tidak. Kamu tetap di rumah ini Nak!" Tolak Tomo tegas.
Sangatlah wajar Tomo menolak keinginan Amara yang ia rasa kurang pantas untuk pergi dari rumah. Bagi Tomo yang masih sangat membutuhkan sosok dirinya adalah Amara. Lagi pula Amara masih menjadi tanggung jawab dirinya, lain halnya dengan Novita, yang kini sudah menjadi tanggung jawab Erdi.
"Biar saja dia yang pergi Ayah. Dia sudah merasa hebat. Dia pikir hidup di luar itu mudah." Sambar Chandra, yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Tomo dan juga Riana.
"Biarkan Amara pergi Ayah, rumah ini tak lagi menjadi tempat ternyaman nya untuk tinggal. Lihatlah bagaimana kedua kakaknya tak bisa menerima adik kandungnya sendiri. Biarkan dia pergi mencari kebahagiaannya sendiri, kita sebagai orang tua hanya bisa mengontrol dengan tak melepas begitu saja kepergiannya dari kita." Ucap Riana berusaha memahami perasaan putrinya yang selama ini tersakiti.
Setelah pembicaraan panjang antara Tomo dan Riana. Amara akhirnya diizinkan untuk pergi meninggalkan rumah. Ia mencari tempat kost disekitar daerah kantornya. Tanpa diduga ia bertemu dengan Dias yang juga in the kost di daerah sekitar kantor.
Dengan rekomendasi Dias, Amara mendapatkan tempat kost yang berada tepat di sebelah kamar kost Dias. Kehidupan Amara berangsur membaik dengan kedua orang tua yang merestui kepergiannya dari rumah, demikian pul.dengan karirnya yang makin bersinar.
Di Perusahaan Angkas Jaya Crop. Tepatnya di ruang kerja Daniel.
"Jadi gagasan buatan gadis itu yang selalu membantuku memenangkan pitching dengan client kita?" Ujar Daniel seraya meletakkan tangannya di atas meja kerjanya.
"Benar, dia memang sedikit banyaknya membantu Anda, Pak." Jawab Anto sang asisten.
"Baiklah, tugasmu sekarang. Bicarakan pada bagian keuangan untuk memberikannya sedikit bonus sebagai tanda apresiasi perusahaan terhadap kinerjanya." Perintah Daniel pada Anto yang segera menyanggupi perintah yang diberikan atasannya ini.
Di ruangan Account Eksekutif.
"Kamu benar-benar seorang pekerja keras Ara. Aku salut padamu." Ucap Dias pada Amara.
Dias yang baru saja tiba dari bagian keuangan, membawa sebuah amplop coklat berisi uang bonus milik Amara yang baru saja ia ambil.
"Ah, jangan memujiku seperti itu Mba, nanti aku bisa terbang tinggi ke angkasa. Aku takut jatuh dan terperosok." Sahut Amara dengan senyumnya yang khas.
"Mba tidak memuji tapi mengatakan kenyataan yang sesungguhnya." Balas Dias sembari tersenyum ramah, ia juga memberikan amplop coklat cukup tebal pada Amara.
"Apa ini Mba?" Tanya Amara saat menerima amplop coklat pemberian Dias.
"Bonus dari Pak Daniel atas kinerja kamu yang memuaskan. Pertahankan kinerja kamu yang seperti ini ya Ara. Aku suka memiliki anggota tim seperti kamu." Jawab Dias dengan mata yang terus menatap wajah takjub dan bahagia Amara.
"Alhamdulillah ya Allah. Rezeki emang gak kemana. Makasih banyak ya Mba. Tanpa bimbingan Mba Dias, aku gak bisa apa-apa." Sahut Amara yang masih merendah. Ia sama sekali tak ada keinginan untuk menyombongkan dirinya. Inilah sebab mengapa Amara sangat banyak memiliki teman.
"Hemmm... sama-sama Ara. Ingat hari ini kamu harus lembur. Jangan pulang sebelum proposal ini selesai ya! Karena proposal itu akan digunakan Pak Daniel besok pagi."
"Siap Boss!" Jawab Amara sembari memberikan hormat pada Dias.
Tepat pukul 16.30 di Perusahaan Angkasa Jaya Crop.
"Ara pulang yuk!" Ajak Mba Tri kepada Amara yang masih sibuk berkutat dengan komputer dan berkas-berkas di atas mejanya.
"Aku lembur Mba Tri," balas Amara sembari menatap wajah Mba Tri yang terlihat sangat lelah hari ini.
"Lembur? Lagi?"
"Iya," jawab Amara sembari mengangguk.
"Jangan memforsir diri lo saat bekerja Ara! Lo masih terlalu muda. Nikmati masa muda lo. Uang bukanlah segalanya dan jangan diperbudak karenanya." Mba Tri berusaha mengingatkan Ara karena rasa sayangnya yang cukup besar pada Amara.
"Tapi segalanya dibeli dengan uang Mba. Hehehe..." Sanggah Amara cengengesan.
"Hehehe... Iya juga. Bukan pakai genteng ya."
"Pakai genteng? Emangnya lagi nujuh bulan? Jangan-jangan Patrick junior on the way nih?"
"Heleh... Si Ara. Please deh. Jangan ngomong sembarangan! Nikah belum masa juniornya udah muncul. Bisa dicibir warga gue."
Usai berbincang singkat dengan Amara. Mba Tri pun meninggalkan Amara yang masih bekerja dengan beberapa karyawan lain yang juga ikut lembur.
Waktu demi waktu pun bergulir, satu persatu karyawan meninggalkan ruangan, hingga tersisa dirinya seorang diri. Tepat pukul 21.00, Amara baru menyelesaikan pekerjaannya.
Keadaan kantor sudah sangat sepi, Amara berjalan dengan cepat ke arah pintu lift. Naas lift sudah tak dapat difungsikan. Ia mau tak mau harus menggunakan tangga darurat.
Dengan mengumpulkan sisa-sisa keberaniannya Amara membuka pintu tangga darurat.
"Numpang-numpang. Anak bagong mau lewat. Please Tante Kunti, Om Gun dan Dede Uyul jangan tampakan batang hidung kalian ya! Soal aku belum sanggup melihat kalian." Ucap Amara komat-kamit saat membuka pintu darurat.
Ia pun segera berlari dengan cepat menuruni anak tangga. Namun saat ia sedang berlari tiba-tiba ada seseorang yang menangkapnya dan memeluk erat dirinya dari belakang.
Amara hampir saja terjatuh, untungnya ia langsung berpegangan. Masih dalam pelukan orang tersebut Amara berusaha berjalan mendekati dinding. Ia sangat takut terjatuh dari anak tangga.
Setelah mendekati dinding Amara berusaha membalikkan tubuhnya. Ia ingin melihat pria yang tengah memeluknya dengan erat itu. Namun usahanya membalikkan tubuhnya sia-sia. Tenaganya tak sebanding dengan sosok pria yang tengah memeluknya.
"Biarkan aku memeluk tubuhmu sebentar saja, percayalah aku tak akan macam-macam, aku hanya ingin memeluk mu." Ucap pria tersebut dengan suara beratnya ketika Amara terus berusaha melepaskan dirinya.
Aroma maskulin bercampur aroma alkohol sangat menyengat indra penciuman Amara. Rasa takut kini menguasai dirinya, namun ia masih berusaha bersikap tenang. Agar hal yang tak diinginkannya tidak terjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
@Risa Virgo Always Beautiful
Tomo hebat berusaha melindungi sang anak yang tersakiti
2023-09-26
0
@💞Lophe💝💗💓🤵👰
Riana pasti sedih mendengar pertengkaran dan pertikaian di rumahnya
2023-09-26
0
Ria putri queen
klo aku jadi Amara aku pasti pergi dari rumah ... ngapain d rumah klo rasa bagai di neraka
2023-08-27
0