Mona

"Aku tidak tahu lagi harus kemana, Mas." Perempuan berambut pirang itu menangis sesenggukan memeluk Adam yang tengah mendekap Zhafran dalam pelukannya.

Mata Erica memanas melihat perempuan itu ada di rumahnya dan tanpa permisi memeluk suaminya. Meski Adam tidak membalas pelukan perempuan itu, tetap saja Erica tidak suka.

Orang yang membuat Adam berkeringat dingin dan bergegas pulang adalah Mona. Rumah perempuan itu ludes terbakar ketika ia sedang dalam perjalanan pulang dari rumah kedua orangtuanya. Saat Adam dan Erica tiba di rumah, Mona dan anaknya sedang terduduk di depan pintu pagar.

Zhafran yang berada di pelukan Adam hanya menatap polos melihat ibunya berlinang air mata.

"Zhafran sangat membutuhkan tempat tinggal." Mona kembali berucap. Semakin banyak perempuan itu berbicara, semakin bertambah pula amarah dalam benak Erica.

"Zhafran akan tinggal disini." Adam menoleh pada Erica yang berdiri di depan mereka. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan ucapannya, "untuk sementara waktu kamu boleh menemani Zhafran, disini."

Tubuh Erica bagai disambar petir disiang bolong mendengar Adam mengizinkan Mona untuk tinggal di rumah mereka. Oksigen di sekitarnya seolah menipis hingga membuat dada Erica begitu sesak. Darahnya berdesir, jantung seolah memompakan darah panas hingga membuat sekujur tubuhnya terasa mendidih. Seluruh kekuatannya mengalir ke tangannya yang tengah mengepal kuat dan siap dilayangkan kapan saja. Untuk menghantam wajah Mona. Ia tak habis pikir apa yang ada di pikiran Adam, dan entah apa rencana Mona hingga berani mengemis pada mantan suami.

"Apa aku boleh tinggal disini, Erica?" tanya Mona.

Erica menoleh pada sepasang suami istri pada masanya yang kini terlihat begitu akur. Ia benci pikiran yang mengakui bahwa mereka begitu serasi. Napasnya tercekat, bibirnya terasa begitu berat walau hanya untuk berkata, "ya."

Perempuan yang sedari tadi memeluk Adam itu kini beralih memeluk Erica. "Terimakasih, Erica."

Bisikan Mona membuat Erica bergidik. Telinganya mendengar sisi lain dari seorang Mona. Suaranya terdengar berbeda dan begitu mengerikan. Seolah ada sosok lain yang ingin Mona tunjukkan padanya.

Pagi menjelang, Erica masih terlelap. Adam yang sudah bersiap beberapa kali membangunkannya hingga akhirnya membiarkan Erica terlelap sebentar lagi.

Sarapan sudah terhidang ketika Adam menuruni tangga. Meja makan yang biasanya hanya tersaji makanan alakadarnya buatan Erica atau dirinya kini dipenuhi berbagai macam masakan. Seketika ia terpaku melihat Mona sedang sibuk di dapur. Membangkitkan kenangan beberapa tahun silam, saat keduanya masih menjadi suami istri.

"Kamu sudah bangun, Mas," sapa Mona ketika melihat Adam berdiri tak jauh dari meja makan. "Duduklah, aku masak banyak."

Mona membalik piring di depan Adam lalu mengisinya dengan nasi dan berbagai lauk dan sayur. "Mana Erica?"

Adam masih tak bergerak dari posisinya. "Masih tidur."

"Usia dua puluh tahun memang lagi nyenyak-nyenyaknya tidur, Mas." Mona pergi ke dapur dan kembali dengan secangkir kopi rendah gula. "Kopimu, Mas."

Matanya terkunci pada kemampuan Mona yang semakin lihai dalam urusan dapur. Ada rasa rindu melihat pemandangan yang hampir setiap hari ia temui tiga tahun yang lalu itu, tapi di sisi lain ia merasa bodoh amat atas apa yang Mona lakukan.

"Kenapa masih berdiri disana? Ayok duduk dan nikmati sarapanmu."

Larut dalam nostalgia membuat kepala Adam terasa berat, ia memilih balik kanan ke kamar dan menepis semua kenangan yang bermunculan ke permukaan. Tidak ia pedulikan panggilan Mona yang memintanya untuk tetap tinggal dan membiarkan Erica tidur lebih lama. Lebih lama Erica tidur, lebih lama juga bayangan-bayangan masa lalu menghantuinya.

Erica masih terlelap. Matanya berkantong, belum lagi mata panda melingkar disana. Mata Adam menyapu setiap inci wajah istrinya itu, menatapnya sendu.

"Maaf Mas telah membuatmu menangis," bisiknya pelan.

Erica bergerak, lalu menggeliat. Meski diucapkan sepelan mungkin, tetap saja suara Adam dapat membangunkannya.

"Mas.." lirih Erica.

"Ya, sayang?"

"Maaf aku tidak sempat membuatkanmu sarapan." Mata Erica menyipit, mengatur cahaya yang berebut masuk ke indera penglihatannya yang sembab. "Badanku lemas."

"Kamu sakit?" Adam menempelkan telapak tangannya di kening Erica.

"Nggak, Mas, cuma lemas aja."

Adam menghela napas, ditatapnya wajah Erica. Ada rasa bersalah karena telah memasukkan Mona kedalam rumah mereka.

"Hari ini aku nggak kuliah dulu ya, Mas."

"Perlu Mas temani?"

Erica menggeleng lemah. "Nggak perlu, Mas."

"Atau kita ke dokter dulu ya, biar Mas tenang ninggalin kamunya."

"Lebay deh, orang aku cuma lemas aja." Erica menepis tangan Adam yang masih menempel di keningnya. "Mas berangkat sana, aku mau tidur lagi." Erica berguling memunggungi Adam, bersembunyi di balik selimut.

Air mata Erica mengalir deras ketika pintu kamar ditutup dari luar, Adam pergi meninggalkannya. Ada rasa gendok ketika Adam memilih pergi bukan malah menemaninya. Sesungguhnya ia merajuk, tidak benar-benar ingin ditinggalkan. Ia ingin dibujuk. Erica tidak mau ditinggal sendirian, apalagi bersama Mona.

"Sarapan dulu, ya?"

Erica terkejut bukan main mendengar suara Adam di belakang tubuhnya. Ia semakin merapatkan selimutnya, menenggelamkan kepalanya untuk menyembunyikan genangan air mata yang tertahan di pelupuk mata.

Dengan lembut, Adam menyentuh pinggang Erica. "Sayang.."

"Aku ngantuk, Mas. Mas pergi aja. Aku bisa makan sendiri kok," jawab Erica kasar.

Adam terdiam. Mungkin ia terkejut mendapat perlakuan kasar dari Erica, tapi Erica juga sama terkejutnya karena telah memperlakukan suaminya dengan kasar. Alih-alih mendapatkan ketenangan karena telah berhasil membuat Adam pergi, yang ada tangisan Erica semakin deras. Menyesal.

Satu malam Mona tinggal di rumahnya sudah membuat kekacauan seperti ini. Bagaimana dengan hari-hari selanjutnya?

Erica terbangun ketika matahari sudah mulai meninggi. Empat jam lamanya ia tertidur. Rasanya segar sekali. Beban-beban yang berada di pundaknya seolah rontok bersamaan dengan air mata yang mengalir deras.

Ponselnya berdering, menampilkan panggilan dari Adam. Sesaat sebelum terjawab, ponselnya berhenti berdering. Beralih menampilkan notifikasi sembilan panggilan tak terjawab dan tiga pesan masuk dari Adam dengan isi yang sama.

Sudah bangun? Jangan lupa sarapan, sayang❤️

Bibir Erica mengulum senyum melihat emoticon hati terselip disana. Hatinya berdebar, senang. Adam bukan makhluk paling romantis, tapi selalu bisa membuat bibirnya tersenyum manis.

Ia segera turun dari ranjang untuk membersihkan diri. Semangat hidupnya tiba-tiba menggebu-gebu, jauh dengan keadaan kemarin malam atau tadi pagi yang hampir kehilangan arah.

Jika di hari-hari sebelumnya Erica tidak pernah memoleskan blush-on selain warna oranye, hari ia memoleskan sedikit blush-on warna pink untuk menyempurnakan riasannya. Siang ini masih ada satu mata kuliah yang masih bisa ia hadiri setelah satu mata kuliah pagi yang ia lewatkan.

Rumah terlihat sepi seperti biasanya. Batang hidung Mona tidak terlihat sama sekali, pun dengan Zhafran yang biasanya aktif mengoceh. Kemana mereka? batin Erica.

Tak ambil pusing, Erica segera berangkat dengan ojek online pesanannya.

Sesampainya di kampus, Erica sedikit heran ketika tidak mendapati mobil Adam terparkir disana. Setahunya hari ini Adam ada kelas sampai sore.

"Lho, Ri, katanya kamu sakit," ujar Syafiq. Lelaki itu segera turun dari motornya ketika melihat Erica berdiri disana.

Kening Erica berkerut-kerut. "Siapa yang bilang?"

"Pak Adam."

"Ooh," gumam Erica.

"Emang bener ya, Pak Adam itu bapak kamu?"

Erica menghela napas panjang. Ia tak habis pikir dengan lelaki di depannya ini, bagaimana bisa Syafiq menanggapi bercandaan teman-temannya dengan serius.

"Iya, bapak dari anak-anakku."

Terpopuler

Comments

Imas Priyanati Anggoro

Imas Priyanati Anggoro

jangan² rumhnya kebakaran dia sendri yg buat supaya tinggl bareng drumh adam

2022-08-08

0

Rahma Inayah

Rahma Inayah

alasan mona aja ingn dkt sama adam klu mmg bnr2 syg knp hrs cerai,bs perthnkn rt klu mmg sm2 cnt aplgi sdh ad anak ..skrg mlh jd pelakor.kn bs pulang ke krumh ortu nya alsan aja ank di jdikan tuk dkt sm adam

2020-12-07

1

Nalini Nelly

Nalini Nelly

kan bs mona tinggal sm ortunya

2020-11-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!