Kotak makan berwarna hijau itu masih dalam genggaman tangan Erica. Kaki gadis itu melangkah mengantarkan nugget pisang buatan salah satu fans Adam untuk idolanya yang dititipkan padanya.
Adam. Siapa yang tidak akan tergoda olehnya. Tampan, muda, dan... duda. Setidaknya mereka mengenal Adam sebagai duda, walau sebenarnya tiga bulan yang lalu ia melepas status duda itu. Bagi sebagian perempuan, katanya duda lebih menggoda daripada perjaka. Dari segi asmara, finansial, dan kehidupan tentu duda lebih berpengalaman. Tapi tidak sedikit pula yang menganggap duda sebagai lelaki yang cacat karena telah gagal membina rumah tangga. Padahal, dalam gagalnya sebuah rumah tangga tidak bisa sepenuhnya kesalahan terletak pada sosok kepala rumah tangga.
Adam memiliki tubuh yang tegap dan dada yang bidang. Dengan tinggi seratus tujuh puluh delapan sentimeter, ia dapat dikategorikan tinggi. Untuk ketampanan, sebenarnya tampan itu relatif. Tidak ada patokan yang dapat dijadikan standar untuk mengukur ketampanan seseorang. Semua orang tampan, menurut versinya masing-masing. Dan Adam tampan menurut perempuan yang mengaguminya.
Rahang tegas, sopan dan santun, serta kharisma yang dimiliki Adam lah yang membuat lelaki itu tampak lebih tampan. Belum lagi pekerjaannya sebagai dosen turut menggiringnya menjadi lelaki yang melek akan perubahan. Kasarnya, tidak monoton.
Diusianya yang sudah menginjak kepala tiga, Adam dapat dikatakan jauh lebih segar dari usianya. Rambut cepak rapih, kemeja hitam andalan dengan tangan digulung di siku, kacamata, dan jam tangan Rolex yang selalu menggenggam lengan Adam, mungkin itulah yang membuatnya lebih menggoda.
Seperti saat ini, Adam terlihat mencolok dibandingkan mahasiswa laki-laki. Cool, mungkin itulah yang tepat untuk menggambarkan seorang Adam.
"Ada titipan." Erica menaruh kotak makan itu di depan Adam.
"Dari siapa?" tanya Adam dingin, seolah menerima hadiah sudah menjadi bagian dari hidupnya, biasa saja.
Erica mengedikkan bahu. "Yang pasti dari fans bapak."
"Duduk dulu," pinta Adam.
"Tapi pak-"
"Duduk dulu," pinta Adam lembut.
Dengan berat Erica mendudukkan dirinya. Takut-takut ada yang melihat kedekatan mereka. Walau sebenarnya bukan masalah besar Erica lebih dekat dengan Adam, toh Adam merupakan dosen walinya.
"Makan?"
Erica menggeleng pelan.
"Mau makan apa?"
"Nggak usah pak,"
"Mau makan apa?" tanya Adam tegas.
Mata Erica melotot seraya menggeleng pelan, memberi isyarat ia tidak ingin menghabiskan waktu lebih lama lagi dengan Adam.
Tak memperdulikan isyarat Erica, Adam memesankan nasi goreng untuknya. Mata Erica hampir loncat ketika pesanan tersebut datang.
"Temani saya makan, ya?" pinta Adam, "saya yang traktir."
Erica tertunduk, jarinya sibuk mengetikan kalimat yang ia kirimkan ke Adam.
Mas, aku mau ke kelas.
"Kelas kamu dimulai habis Dzuhur kan?" tanya Adam setelah membaca isi pesan dari Erica.
"I-iya, pak," jawab Erica kikuk. Kesal, tentu saja. Bukannya membalas pesan WhatsApp nya, ini malah membicarakannya secara langsung.
"Bagus," gumam Adam.
Erica memandangi nasi goreng di depannya. Ia tahu, nasi goreng ini hanya akal-akalan Adam untuk mengikat Erica agar tidak beranjak pergi. Keduanya sudah sarapan sebelum berangkat ke kampus.
Adam membuka kotak makan berwarna hijau itu. Nugget pisang dengan berbagai topping yang dapat menggagalkan rencana dietnya. Sebuah greeting card terselip disana. Hanya sekilas Adam melihatnya, seolah tidak tertarik sama sekali. Entah dibaca entah tidak.
Diam-diam mata Erica menelisik wajah Adam, nampak berbeda. Tidak bergairah, seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Kamu mau?" tawar Adam.
"Saya sudah dapat bagian." Erica menunjukkan paper bag berisi nugget pisang yang menjadi bagiannya.
"Tumben."
Erica mengedikkan bahu. "Mungkin dia kelebihan bikinnya."
Keduanya larut dalam aktivitas masing-masing. Erica dengan suapan nasi goreng yang katanya nggak usah tapi nyatanya dilahap juga, sedangkan Adam larut dalam alunan musik yang berjudul I love you 3000 milik Stephanie Poetri yang diputar di speaker kantin.
Setelah keadaan kantin cukup sepi, Adam membuka suara. "Kamu nggak apa-apa?" tanyanya, membuat Erica terheran-heran.
"Saya sehat," jawab Erica ragu, tak paham arah pembicaraan Adam.
"Besok-besok kamu nggak usah terima hadiah dari orang lain untuk saya." Adam menoleh kotak makan itu sekilas. "Saya tidak akan menerimanya lagi," lanjutnya.
Erica tak mengerti, kenapa tiba-tiba Adam menolak pemberian fansnya. Biasanya, Adam akan selalu menerima meskipun hadiah tersebut tidak disukainya.
"Kenapa pak?"
Adam beralih menatap Erica. Ia tidak habis pikir, kenapa masih saja menerima hadiah dari perempuan yang ditujukan untuk suaminya. "Seharusnya saya yang bertanya begitu," jawab Adam, semakin membuat Erica tak mengerti. "Kenapa kamu mau menyampaikan hadiah dari perempuan lain untuk saya?"
Matanya mengerjap beberapa kali. Erica terkejut dilontari pertanyaan seperti itu oleh Adam. "Bapak kenapa bertanya seperti itu? Saya hanya menyampaikan apa yang seharusnya saya sampaikan."
Adam menghela napas. Kepalanya terasa berat. "Ri," panggil Adam, lirih. Pandangannya tak beralih sedikitpun dari wajah Erica. "Saya tidak ingin menyakiti perasaanmu." Tatapannya tajam, menusuk pupil mata Erica hingga membuat gadis itu terpaku dan berkaca-kaca.
Tangan Adam bergerak menggenggam tangan Erica. "Saya menyayangimu, Ri. Hadiah-hadiah itu menyakiti hatimu, dan saya juga sakit melihatmu sakit."
Air mata semakin menggenang di pelupuk mata Erica, mendesak untuk segera terjun bebas pipi mulus Gadis itu.
"Kamu ingat bukan, kesepakatan kita? Kita merahasiakan hubungan ini untuk melindungimu, bukan malah sebaliknya." Genggaman tangan Adam semakin kuat, seolah mengalirkan betapa kuatnya cintanya untuk Erica.
"Berhenti, oke?"
Erica mengangguk pelan. Kepalanya menunduk, tak sanggup menatap wajah Adam. Tak terasa, air mata jatuh membasahi kedua pipinya, membuat Adam beralih duduk di samping Erica.
Adam tak berbuat apa-apa selain memandangi Erica yang tengah terisak-isak. Tangannya gatal ingin merengkuh gadis itu, tapi ia tahu Erica tidak akan setuju. Hanya elusan lembut di kedua bahu gadis itu yang bisa Adam lakukan.
"I love you 3000, Erica Namiza," bisik Adam tepat di telinga Erica.
***Dear future husband,
Selamat menikmati nugget pisang spesial buatan saya.
Hope you like it
with love,
Your future wife***
Kertas kecil itu jatuh, terbuang. Sama seperti Adam yang tak menghiraukan perasaan pengirim nugget pisang itu. Adam menolaknya, bahkan sebelum gadis itu menyatakan perasaannya. Baru tunas sudah kandas, duh.
***
"Apa katanya?"
Erica menghela napas panjang. Gadis yang tadi pagi menitipkan nugget pisang itu kini kembali mencegatnya.
"Pak Adam nggak bilang apa-apa," jawab Erica apa adanya. Adam tidak berterima kasih atau pun berkomentar tentang masakan itu. Jangankan berkomentar, mencicipi pun tidak.
"Masa sih?" tanya gadis itu tak percaya.
Erica hanya mengangguk.
Ekspresi wajah gadis itu berubah menjadi lesu. Sorot mata yang tadinya begitu berbinar-binar saat melihat kedatangan Erica, kini nampak muram. Barangkali gadis itu kecewa atas jawaban yang didapatnya dari Erica dan Erica paham itu. Sejujurnya Erica kasihan. Tapi apa daya, memang itu kenyataannya.
"Pak Adam hanya bilang enak," ucap Erica, berbohong. Adam memang tidak mencicipi nugget pisang itu, tapi menurut indra pengecap Erica nugget pisang itu lumayan enak. Untuk masalah lidah, Adam dan Erica memiliki selera yang sama. Apa yang Adam sukai, pasti disukai Erica juga. Pun sebaliknya .
Erica mencoba membuat gadis itu tidak kecewa dan ternyata berhasil. Mata gadis itu kembali berbinar, bibirnya merekah menampilkan sebuah senyum kebahagiaan. Kebahagiaan yang menimbulkan harapan. Harapan baru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Nalini Nelly
knp.mst dokasih haraaan sm erima kpd gaids tsb
2020-11-23
0
Rahasya
rasa kasian ku sedikit tersentuh dengan peran eric...
2020-09-25
7
Endang Ditilebit
semngat thor
2020-08-22
3