Duda Anak Satu

Duda Anak Satu

Aku, Egois

"Kesimpulannya, design thinking sangat berguna dalam memecahkan masalah. Dengan menggunakan metode design thinking, kita dapat memahami user dalam memberikan solusi terbaik yang dibutuhkan oleh user."

Slide di layar proyektor beralih menampilkan Q&A, menandakan materi selesai di paparkan. "Any question?"

Dosen itu mempersilahkan salah seorang mahasiswa yang mengacungkan tangan.

"Untuk kelompoknya bagaimana?"

"Untuk kelompoknya silahkan buat sendiri, nanti setorkan ke saya lewat Erica." Dosen itu menoleh ke arah gadis berkemeja biru yang duduk kedua dari depan. Gadis yang dipanggil Erica itu mengangguk seraya tersenyum.

"Thanks, sir."

"Oke, sekian pertemuan kita kali ini. See you next week." Dosen menutup kelasnya di mata kuliah Design Thinking. Satu persatu mahasiswa meninggalkan kelas, tinggallah Erica dan dosen itu, Adam.

"Kenapa, Ri?" tanya Adam.

Erica berjalan agar lebih dekat dengan Adam, mengikis jarak yang sudah ia pasang selama berada di dalam kelas. "Ada berapa kelas lagi?" bisiknya.

Adam terkekeh mendengar bisik-bisik Erica. Kesepakatan mereka untuk menutup rapat-rapat hubungan diantara mereka membuat keduanya sedikit aneh. "Tidak ada, cuma saya mau ke ruang prodi dulu. Kamu tunggu di parkiran saja," jawab Adam, sama berbisiknya dengan Erica.

"Kok bapak bisik-bisik juga?"

"Habis kamu juga bisik-bisik." Adam membereskan tasnya. "Bisik-bisikmu itu yang membuat kita tampak aneh, Ri," imbuhnya sebelum melenggang pergi keluar kelas.

Aneh memang, bisik-bisik dengan dosen disaat keadaan kelas sudah kosong. Tapi siapa peduli, Erica tidak mau ambil resiko. Baginya, menikah dengan Adam sudah merupakan resiko terbesar yang pernah diambilnya. Ia tidak mau ada resiko lain yang mengancam ketentraman hidupnya.

Adam Renjanadi, di usianya yang baru tiga puluh dua tahun sudah dua kali menikah. Pernikahan pertamanya kandas karena istrinya lebih memilih menuruti perintah kedua orangtuanya untuk meninggalkannya. Kehidupan Adam yang serba pas-pasan karena harus melanjutkan pendidikan membuat mertuanya tidak merestui anaknya hidup dengannya. Di usia Zhafran yang baru menginjak satu tahun, ia resmi bercerai dengan istrinya.

Tahun-tahun sulit Adam lalui tanpa pendamping hidup. Sampai akhirnya ia diterima menjadi dosen di salah satu universitas yang turut membangun perekonomian hidupnya.

Tepat di tahun ketiga menduda, Adam menemukan Erica. Mahasiswa baru yang menarik perhatiannya. Hanya butuh tiga bulan baginya untuk meyakinkan diri bahwa Erica merupakan orang yang tepat untuk mendampinginya.

Posisinya sebagai dosen cukup memudahkannya untuk mengenal lebih jauh mahasiswa incarannya itu. Walau sedikit terhambat dari calon mertua saat mereka ingin melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius.

Sesampainya Adam di parkiran, Erica sudah duduk selonjoran tak jauh dari mobilnya.

"Kok duduk di bawah, Ri?" Adam yang kini berada di depan Erica, berdiri mengamati tingkah gadis itu. "Nanti bajumu kotor," lanjutnya seraya berkacak pinggang, layaknya seorang ayah yang memarahi anak gadisnya.

Erica bangun dari duduknya. "Habis mau duduk di dalam mobil kuncinya bapak yang pegang," jawabnya, membela diri.

Erica segera masuk ketika Adam membukakan pintu untuknya.

"Kita ke toko mainan dulu ya, Ri."

Kening Erica mengernyit, tapi sesaat kemudian ia mengerti. "Dek Zhafran jadi main ke rumah?"

Adam menoleh sekilas ke arah Erica yang duduk di sampingnya. "Iya, sayang."

Segala sesuatu berubah ketika mereka meninggalkan area kampus. Status mahasiswa dan dosen berubah menjadi suami dan istri.

"Sama siapa, Mas?"

Adam terdiam sesaat sebelum menjawab, "ibunya."

Erica menghela napas berat. Berat, memang berat. Menikah dengan lelaki yang sudah pernah beristri dan memiliki anak tidak segampang yang ia bayangkan. Ia mencintai Adam, pun harus mencintai segala sesuatu pada diri suaminya itu. Zhafran, ia mencintai anak laki-laki berumur empat tahun itu. Anak hasil pernikahan Adam dengan mantan istrinya. Ia mencintai Adam dan anak semata wayangnya, tapi tidak dengan istrinya yang selalu menjadi duri diantara mereka.

"Mas, bagaimana kalau kita jemput Zhafran ke rumahnya?" usul Erica, mencoba menghentikan kebiasaan buruk mantan istri suaminya yang selalu bertandang ke rumah. Semenjak Adam membeli rumah tak jauh dari kampus, mantan istri Adam selalu rajin berkunjung dengan alasan Zhafran ingin bertemu.

Adam menepikan mobilnya, tatapannya beralih ke wajah istrinya itu. Hubungannya dengan mantan istrinya memang sudah selesai, tapi tidak bagi Erica. Ia memaklumi perasaan takut, cemas, dan was-was yang dirasakan Erica. "Kamu yakin?"

Tatapan penuh kasih sayang Adam selalu membuat Erica ingin egois. "Iya, Mas," jawabnya kemudian.

Tapi ia tahu, menjadi egois hanya akan membuatnya kehilangan Adam.

"Baiklah."

Setelah membeli beberapa mainan anak sebagai hadiah untuk anak semata wayangnya, mereka melanjutkan perjalanan ke rumah mantan istri Adam. Erica tidak tahu dimana letak rumah marunya itu, pun tidak pernah ingin tahu. Tapi kali ini ia akan bertamu ke rumahnya.

Erica tidak pernah punya masalah apapun dengan mantan istri suaminya, tapi semenjak dia sering datang menemani Zhafran main ke rumah semuanya menjadi masalah. Perempuan itu selalu membayangi Erica, dan ia takut akan hal itu.

Merupakan hal yang wajar seorang anak ingin bermain ke rumah ayahnya, tapi seorang mantan istri? Tidak ada yang wajar, kecuali ada maksud tertentu.

Erica ingin Adam dan Zhafran dalam pelukannya, tanpa ada mantan istri Adam. Ia tahu ia egois, maka jangan membuatnya lebih egois lagi. Sejujurnya ia benci perasaan-perasaan seperti itu.

"Lho, mas?" Ujar Mona, mantan istri Adam ketika mendapati Adam dan Erica berada didepan pintu rumahnya. "Kok kesini? Kan aku yang akan antar Zhafran ke rumah kalian."

"Kebetulan aku dan istriku baru pulang dari kampus, jadi sekalian lewat."

"Yuk masuk dulu, Zhafran baru selesai makan." Mona mempersilahkan mereka masuk.

Ada keraguan dalam hati Erica, tapi segera ia tepis ketika melihat kehadiran Zhafran. Bocah yang sudah terlihat bibit-bibit tampan sejak kecil itu berlari ke arah Erica, memeluknya dan menghadiahi bertubi tubi kecupan di pipi.

"Dari kemarin dia nanyain kamu terus, Ri," ucap Mona.

Erica mencubit gemas kedua pipi Zhafran, selalu hadir rasa senang mendengar anak kecil ini mencarinya. "Mana yang cali Bubu, mana? Ini yang cali Bubu, ini?" Goda Erica dengan suara menirukan anak kecil.

Zhafran berlarian ketika Erica mulai menggelitiki tubuhnya yang diselimuti lemak itu. Bocah itu berlari kegirangan kesana-kemari dengan dikejar Erica.

"Barang-barangnya sudah disiapkan?" Tanya Adam.

"Sudah," jawab Mona. "Tadinya aku akan mengantarkan Zhafran ke rumahmu, jadi kamu tidak perlu repot-repot kesini."

Pupil mata yang menangkap kedekatan Zhafran dengan Erica membuat sudut-sudut bibir Adam tertarik membentuk sebuah senyuman. Meski hanya begitu, ia bahagia. Bahkan sangat bahagia.

"Erica begitu dekat dengan Zhafran," gumam Mona, membuat Adam melepaskan pandangannya dari anak dan istrinya itu. "Saya senang," imbuhnya, senyum Mona tersimpul, "saya juga senang dengan kedatangan kamu ke rumah ini lagi, Mas."

Rumah itu tidak banyak berubah, sama seperti saat dulu Adam pergi. Ia tersenyum kecut, tak menyahuti ucapan mantan istrinya itu. Baginya, sudah tidak ada yang perlu dibahas lagi. Semuanya sudah selesai. Jika bukan karena Zhafran, ia tidak mau berhubungan lagi dengan Mona.

"Sayang, ayo kita pulang. Mainnya nanti di rumah kita," panggil Adam.

Erica membawa Zhafran dalam gendongannya. Bocah itu meronta-ronta ingin turun dan melanjutkan permainan kejar-kejaran dengan Erica. Tapi rajukannya berhenti ketika Erica menunjukkan sebuah helikopter mainan.

"Bubu, ayo kita ke lumah Papa," ajak Zhafran dengan suaranya yang cadel. Tangan mungilnya menarik-narik ujung baju Erica.

"Mas," panggil Mona ketika Adam hendak keluar menyusul Erica dan Zhafran.

Langkah Adam terhenti.

"Aku nggak mau Zhafran menginap di rumah kamu."

"Aku tidak akan meminta, juga tidak akan melarang," jawab Adam sengit. "Aku harap kamu juga melakukan hal yang sama," pinta Adam sebelum akhirnya pergi menyusul Erica dan anaknya yang sudah berada di dalam mobil.

Terpopuler

Comments

cia

cia

biasa mantan istri jd pelakor bikin dong cerita yg lain jgn begitu semua

2020-12-16

1

Hastin Faradilla Hlf

Hastin Faradilla Hlf

lanjut

2020-12-16

0

Neng Icha

Neng Icha

cerita yg menarik

2020-11-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!