Percaya diri

Sore itu, selepas kelas terakhir, Erica dan teman satu timnya berkumpul di taman tengah untuk membahas tugas design thinking. Tim yang beranggotakan lima orang itu terhambat karena salah satu anggotanya belum juga hadir, padahal sudah lewat lima belas menit dari yang dijanjikan.

"Emang siapa sih anggota yang kelima itu?" tanya Erica yang sudah mulai kesal menunggu.

"Gue," sahut lelaki cungkring yang tengah berjalan ke tempat mereka berkumpul. Lelaki itu menyunggingkan senyum ketika Erica menatapnya.

"Ooh, Syafiq," gumam Erica.

"Apa kabar, Ri?" tanya Syafiq sembari mengulurkan tangannya, minta berjabat tangan. Seolah sudah lama tidak bertemu. Padahal di kelas selalu bertemu.

"Selalu baik dan bahagia." Erica menepis tangan Syafiq dengan senyum yang mengembang, membuat ketiga temannya berdehem pelan.

Perjuangan Syafiq untuk mendapatkan hati Erica sudah menjadi rahasia umum lagi. Seolah tidak ada kata menyerah bagi lelaki itu, padahal dua semester sudah berlalu dan Erica masih tidak perduli. Dialah yang selalu berada di garis terdepan ketika Erica membutuhkan sesuatu, tapi dia juga yang selalu bertepuk sebelah tangan.

"Nanti malam ada acara?" tanya Syafiq di sela-sela mengerjakan tugas. Lelaki itu tidak henti-hentinya mengganggu Erica. Teman-teman yang sudah paham atas apa yang terjadi diantara mereka berdua hanya bisa menutup telinga.

"Nggak ada," jawab Erica tanpa mengalihkan pandangannya yang tengah disibukkan membuat prototype.

"Jalan yuk?"

"Kemana?"

"Kemana aja gitu, nonton misalnya."

Erica terdiam, pura-pura berpikir. Padahal tanpa dipikirkan pun ia pasti akan menolaknya. "Nggak deh, Fiq, sorry," jawabnya dengan wajah menyesal.

"Kenapa?" tanya Syafiq dengan wajah melas yang selalu membuat Erica geli juga kasihan.

"Bapaknya galak," sahut Adam yang entah darimana datangnya. Tahu-tahu lelaki itu berdiri di samping Syafiq dengan tangan di sampirkan di bahu pemuda cungkring itu.

Syafiq tersenyum kikuk sedangkan Erica tersenyum lebar di samping teman-temannya yang tersenyum puas. Entahlah, mungkin mereka sudah bosan melihat perjuangan Syafiq yang sudah mulai terang-terangan mendekati Erica yang sama sekali tidak tertarik padanya.

"Nah, loh! Disamperin bapaknya, tau rasa kamu, Fiq!" celetuk salah satu mahasiswi, mengundang gelak tawa yang lain.

Dengan cepat Syafiq meraih kedua tangan Adam lalu menciumi keduanya, sungkem. "Izinkan saya meminang anak bapak, wahai calon bapak mertua."

Tak ayal, kelakuan Syafiq membuat mereka tertawa lebih keras. Syafiq benar-benar terlalu banyak menghalu.

"Kamu ingin anak saya? Langkahi dulu saya." Adam menggandeng Erica, senyumnya lebar penuh dengan rasa bangga. Mungkin mereka menganggap ucapan Adam hanya gurauan, tapi sebenarnya Adam mengatakan yang sesungguhnya.

***

"Sudah berapa lama dia ngedeketin kamu?" Adam menoleh sekilas ke Erica lalu kembali fokus menyetir.

"Dari awal masuk."

"Awal semester ini?"

"Awal kuliah."

"Lama juga."

Erica mengangguk lalu terdiam sesaat sebelum mengajukan pertanyaan yang membuat Adam terkekeh. "Mas cemburu?"

"Kenapa Mas mesti cemburu?"

Erica mengubah posisi duduknya menjadi menghadap Adam. "Mas nggak cemburu ada laki-laki lain ngedeketin istri Mas?"

Adam menarik napas dalam-dalam lalu dihembuskan pelan. "Cemburu itu cuma buat orang-orang yang tidak percaya diri, Dilan juga bilang gitu."

"Tapi ekspresi Mas menunjukkan bahwa Mas sedang tidak percaya diri."

"Kenapa Mas mesti nggak percaya diri? Orang kamu milik Mas seutuhnya, yang ada lelaki itu yang nggak percaya diri." Adam mengedikkan bahu, salah satu sudut bibirnya tertarik keatas dengan alisnya bertautan.

"Sombhooong kaliiii."

Adam tertawa. "Tapi Mas jauh lebih menggoda dari lelaki itu kan? Kamu yang bilang tempo hari."

"Makin sombhooong." Erica mengubah posisi menjadi seperti semula, tak tahan melihat Adam yang tengah menyombongkan diri.

"Bukan sombong, tapi emang benar gitu kenyataannya kan?"

"Allah akan mengambil sesuatu yang disombongkan oleh Mas, tahu!"

"Waduh, jangan. Masa Mas jadi duda dua kali, makin menggoda dong nanti," ucap Adam disusul tawanya yang terbahak.

Erica menipiskan bibir, mengejek suaminya. "Makin tua yang ada, bukan makin menggoda."

"Sudah duda, dua kali pula, anak satu, ditambah tua, aduduh makin menggoda saja nih suamimu ini, Ri,"

"Jijik, Mas, jijik!" pekik Erica sembari menutup kedua telinganya.

Tawa Adam semakin kuat melihat tingkah Erica. Sebenarnya ia pun jijik menyombongkan diri seperti itu, tapi ia terbakar api cemburu yang membuatnya kepanasan.

Mobil yang Adam kemudikan memasuki parkiran pusat perbelanjaan. Malam ini ia mengajak Erica untuk menonton di bioskop. Setelah tiga bulan menikah mereka belum pernah sekalipun menghabiskan waktu berdua seperti jalan-jalan, nonton, atau bahkan berbelanja. Keduanya terlalu sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, hingga melupakan kebutuhan nutrisi yang dapat memperkuat jalinan cinta keduanya.

"Kok tumben Mas ngajak aku nonton?" tanya Erica setelah mendapatkan dua tiket masuk. Setelah kejadian tadi sore bersama Syafiq, Adam langsung membawanya ke pusat perbelanjaan.

Adam menyunggingkan senyum seraya memberi satu kotak popcorn. "Refreshing, sayang."

Erica mengulum senyum. Ia teringat Syafiq yang tadi mengajaknya nonton. Entah ini kebetulan atau tidak, tapi hatinya terbesit rasa senang ketika Adam menggandengnya di hadapan teman-temannya. Hati kecilnya yakin bahwa Adam sedang cemburu karena Syafiq mengajaknya nonton, makanya dia langsung membawanya nonton sebelum keduluan temannya itu.

Terdengar suara pemberitahuan bahwa studio tempat mereka akan menonton telah dibuka. Keduanya langsung beranjak memasuki studio.

"Kamu sering nonton bioskop?" tanya Adam.

"Kalau ada film yang seru aja."

"Suka sama siapa kalau nonton?"

"Banyak,"

"Sama temanmu yang tadi, pernah?"

Mata Erica menyipit ke arah Adam yang tengah menunggu jawabannya. Hidungnya berkedut dan tak lama kemudian ia terkikik, geli. Benar dugaannya, suaminya sedang terbakar api cemburu.

"Pernah?" Adam mengulangi pertanyaannya.

"Pernah."

Adam menyandarkan tubuhnya ke kursi. Pandangannya lurus ke depan pada layar hitam yang belum menampilkan apa-apa sembari memakan popcorn.

"Mas sendiri suka sama siapa kalau nonton?" kini giliran Erica yang bertanya.

"Mas jarang nonton, terakhir nonton waktu Zhafran masih dalam perut ibunya," jelas Adam. Bahkan sangat jelas hingga membuat Erica tidak berkutik lagi.

Mereka terdiam, memandangi layar hitam didepannya. Keduanya terlibat perasaan canggung. Alih-alih bersikap romantis seperti film yang mereka pilih, topik pembicaraan yang mereka angkat malah membuat mereka tak nyaman. Membahas masa lalu bukan ide bagus untuk dibicarakan bersama pasangan.

Tidak seperti pasangan lain yang saling memegang tangan pasangan ketika film sudah diputar, Adam dan Erica malah asyik menggiling popcorn dengan mulutnya. Seolah kesal dengan film yang mereka pilih.

Hingga film selesai diputar, keduanya masih terjebak dalam ketidak nyamanan. Mereka keluar dari studio bioskop dengan perasaan kosong. Tentu saja kosong, karena tidak sesuai ekspektasi. Dari lubuk hati terdalam, baik Adam maupun Erica berharap mereka akan lebih romantis selepas menonton film.

Ponsel di saku celana Adam berdering, menandakan panggilan masuk.

"Halo?"

"..."

Air muka Adam berubah, keringat dingin bercucuran membasahi pelipisnya. Tak lama kemudian ia menutup sambungan teleponnya. Sorot matanya menyiratkan kekhawatiran yang begitu dalam.

Terpopuler

Comments

Ma Em

Ma Em

emang yah rumah tangga itu ada aja godaannya segala mantan istrinya yang selalu datang mengganggu, hati-hati Erica harus dijagain tuh mas Adamnya jangan sampai tergoda lagi.

2023-06-08

0

Rahma Inayah

Rahma Inayah

pasti mona yg tlp

2020-12-07

1

Nalini Nelly

Nalini Nelly

siapa yg call

2020-11-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!