Di hari pertama Nafa di Brielle Resto sebagai mata-mata dari Serunai, ia lebih banyak bersikap manipulatif. Seakan lupa dengan tugas dari bosnya, Tuan Roy, ia justru fokus untuk mendekati Raka sebagai wanita ke pria. Di pikirannya, jika ia mendapatkan hati Raka, dia juga akan melaksanakan tugasnya dari bos Serunai dengan sukses.
Sayangnya, ada Reina yang tak sengaja sudah ia ketahui sejak awal di depan jalan waktu itu, memiliki kedekatan dengan Raka. Dan Reina adalah batu di matanya yang harus disingkirkan.
Di dalam ruangan Tuan Taro, Raka tengah sibuk mengecek ulang bahan makanan yang ia pakai. Ia meracik sendiri sesuai resep peninggalan mendiang ibunya. Tuan Taro berkisar padanya dari balik pintu dapur restoran. Hari ini kebetulan adalah hari minggu. Raka memanfaatkan waktunya sebaik mungkin tanpa berpikir apapun selain resep itu.
“Kamu ingin menamakan resep itu apa, Raka?” tanya Tuan Taro.
“Anda belum pulang? Bukankah kuncinya sudah dititipkan padaku?”
“Aku masih ada sedikit urusan laporan keuangan dengan beberapa pelayan kita tadi. Aku juga ingin memastikan kamu sudah berkembang sampai mana dengan resep itu.”
Raka menghela nafas, ia kemudian mengeluarkan mie tebal yang sudah direbus. Ia lalu mencincang segenggam kacang tanah dan mengurusi bahan-bahan kecil lainnya dari resep itu.
“Apa kita akan memakai nama yang berbeda dari mie kacang hitam itu?” tanya Tuan Taro lagi. “Akan sangat baik jika resep itu dibuat seperti sebuah cerita layaknya kisah yang dinantikan orang banyak.”
“Maksud Anda?” Raka menunjukkan penasaran yang tak biasa.
“Sebuah kisah yang membuat orang-orang memiliki bayangan, tentang alasan mereka agar mau mencari makanan itu.”
“Jajangmyeon.”
“Itu nama yang tidak jauh beda dari sebelumnya.”
“Tidak, Tuan Taro. Ini adalah nama yang sebagai salah satu menu makanan terbaik bagi Brielle Resto. Ini notabene memforsir makanan daerah Asia Timur.”
“Itu seperti bahasa Cina.”
“Lebih tepatnya Korea.”
“Baiklah, aku setuju. Aku akan meninggalkanmu sementara waktu. Sampai ketemu, Raka. Aku tidak sabar menjadi orang pertama yang mencicipi resep legenda itu untuk kemudian memasukkannya dalam menu utama.”
Tuan Taro kemudian pergi setelah melihat ukiran senyum di bibir Raka. Ada kepuasaan yang terpancar di sana. Kepuasan dari senyum Raka yang sejak seminggu, sudah dilapisi tangis sepeninggal ibunya. Ia menjadi koki utama Restoran Brielle Resto di kota Madura. Lalu keesokan harinya menjadi bukti itu semua. Raka menciptakan tawa besar-besaran untuk para rekan kerjanya dan juga Tuan Taro sebagai ketua restoran. Mereka menghabiskan Jajangmyeon itu tanpa sisa.
“Ini sungguh nikmat dan rasanya sangat tulus di lidah, Chef Raka,” kata Nafa, menjadi orang pertama di restoran yang memberikan pujian. Sementara Reina hanya bisa diam dan belum begitu bisa bersikap seperti biasanya di depan Raka. Nafa melirik ke arah Reina, ia menyaksikan bagaimana ekspresi Reina ketika ia begitu lugas memuji Raka.
“Dengan ini, kita akan semakin menjauhi Restoran Serunai sejak seminggu lalu mereka mulai menyusutkan kita,” kata Tuan Taro.
“Apa karena beliau sudah tak ada?” tanya seorang karyawan lain di bagian penyiapan makanan, yang mengarahkan maksudnya pada mendiang ibu Raka. Meski para karyawan tidak mengetahui fakta itu.
Raka mendadak lesu mendengar semua ujaran ambigu itu. Mereka bagi Raka, seperti berbicara tanpa logika yang berperasaan. Raka kemudian menoleh ke arah jendela kanan restoran, di sana ada tulisan berukuran besar yang bertuliskan ‘Restoran Serunai.’
“Apa kalian dari dulu sudah saling bersaing dengan Restoran Serunai?” tanya Raka.
Tuan Taro lantas mengajak Raka masuk ke dalam ruangannya. Ada rasa pengertian dari Tuan Taro terhadap cara berpikir Raka.
“Aku bisa menceritakannya sebagai sebuah permulaan, Raka,” kata Tuan Taro membuka. “Serunai selalu berupaya mencuri resep yang mendiang ibumu simpan.”
“Kenapa begitu? Bukankah mereka mempunyai hak untuk mengembangkan ide?”
“Raka, kamu belum mengerti. Kamu masih terlalu polos. Dalam dunia bisnis, ide itu adalah sebuah uang senilai satu triliun rupiah. Kamu tak akan pernah menukarnya dengan sebuah kejahatan pikiran.”
“Kejahatan pikiran? Maksud Anda?”
“Pendiri Restoran Serunai dulunya adalah sahabat aku dan mendiang ibumu.”
Raka sontak terkejut. Matanya terbelalak kecil. Tuan Taro melanjutkan. Ia menganggap keterkejutan di bola mata Raka adalah suatu kewajaran.
“Kami dikhianati olehnya dan dia membangun restorannya sendiri. Sebagian besar menunya sama dengan Brielle Resto, namun resep dari ibumu itu adalah satu-satunya pengecualian. Itu adalah resep andalan Brielle Resto yang membuatnya berada di atas restoran-restoran lain di Madura, bahkan se-pulau Jawa. Termasuk juga restoran mewah di Jakarta. Buktinya adalah Reina. Ia bahkan memilih ikut denganmu kemari, bukan?”
“Siapa nama orang itu?” Raka menatap tajam ke arah Tuan Taro. “Maksudku, bos Serunai.”
“Itu tidak terlalu penting, Raka. Yang penting kamu menjaga resep itu dan jangan biarkan mereka mengganggu kita. Kamu tahu?”
“Apa?”
“Restoran termewah di Jakarta bahkan menawarkan kerjasama dengan kita. Mereka ingin membeli resep Mie Kacang Hitam padaku, namun aku perlu meminta persetujuan mendiang ibumu lebih dulu saat itu. Sayangnya aku belum sempat dan tak ada waktu. Beliau lebih dulu meninggal.”
“Untuk apa kita menerima kerjasama itu?”
“Tentu saja untuk mendapatkan perolehan yang lebih besar, Raka. Apa kamu belum mengerti? Kita tidak menjual resep itu, melainkan membaginya. Kita akan mendapatkan sebagian dari hasil penjualan Jajangmyeon dari restoran mereka.”
“Lalu kenapa tidak bekerjasama dengan Restoran Serunai saja?”
“Itu adalah suatu perbedaan, Raka. Kamu tak akan mengerti rasanya pengkhianatan yang berakar dari keinginan pribadi dan tanpa memperdulikan sahabat-sahabatnya. Untuk apa kita peduli pada orang yang tidak memiliki kepedulian yang sama pada kita? Setidaknya kita tidak merusak dan mengganggu mereka, kan?”
Raka mengangguk. Ia mengerti apa yang dimaksud Tuan Taro. Ia lalu memutuskan untuk melihat keadaan Reina dan perkembangannya dalam melakukan pekerjaan. Namun saat akan ke ruangan pelanggan, ia justru melihat Reina sedang menyiapkan pesanan dengan wajah melamun.
Reina mengingat sepintas, pada suatu pagi yang tidak panas, ia tengah bentrok dengan pikirannya. Ayah dan ibunya sibuk beradu suara. Tak mau kalah. Tak ada rasa untuk menjadi sejuk saat salah satunya tersulut. Emosi meledak-ledak membuat vas bunga itu jatuh dan pecah.
"Reina ikut Papi ke London atau mami yang tinggalkan rumah ini!" ucap keras seorang wanita berumur empat puluh lima tahun pada suaminya.
"Dasar dua manusia keriput, ngoceh mulu. Ini rumah terasa gempa tujuh skala richter karena lidah-lidah tua mereka," ketus Reina dari dalam kamarnya. Ia menutupi telinganya kuat-kuat dengan bantal warna putih. "Apa aku kabur saja dari rumah ini? Tapi masa nanti aku makan angin di luar? Bisnis ku kan belum lancar dan baru jalan setengahnya?"
Pintu pun terketuk. Suara ketukannya terulang sampai tiga kali. Reina yang menutup kepalanya dengan bantal tak mendengarkan ketukan.
"Reina, buka pintunya! Mami mau pamit hari ini. Kamu mau ikut mama atau tetap ke London sama papi kamu?"
Itu adalah ujaran terakhir ibu Reina yang nanti hanya akan jadi kenangan. Reina ternyata bisa mendengarkan itu, namun memilih pura-pura tak menggubris karena situasi yang sulit. Ia lalu membiarkan ibunya pergi, sambil menahan rasa ingin memeluk untuk yang terakhir kalinya. Reina pun terisak, ia tak mampu berpura-pura kuat dengan sikap dinginnya.
Air mata itu membulir lepas, membasahi sprei kasur tempat ia tidur dan suara ibunya tak lagi terdengar. Reina terpulas kemudian. Saat terbangun, ia kembali mendengar suara ketukan pintu. Kali ini ia menggubrisnya.
"Masuk!"
Pintu pun dibuka dan ternyata ayahnya datang membawakan segelas susu coklat hangat.
"Aku bisa membuatnya sendiri, Pi. Tak perlu menganggap aku masih seperti saat masih SMA dulu," Reina kembali dingin seperti sebelumnya.
"Apa kamu masih bisa sembuh dari rasa sakit itu?" tanya ayahnya lagi. "Papi merasa kamu sebenarnya tidak rela jika mami pergi tadi pagi."
Reina bangkit dari posisi rebahan, lalu berposisi duduk. Berkata pada ayahnya, "Aku tidak ingin melarang siapapun untuk pergi dari hidupku, Pi. Siapa yang bertahan itu lah yang akan aku pertahankan. Apa gunanya memaksa orang untuk tetap bertahan padahal ingin meninggalkannya? Bahkan meskipun itu adalah ibu kandungku sendiri."
"Tapi Mami kamu masih sempat bertanya dan memintamu ikut, sayang. Itu artinya dia pergi dengan hati yang berat berat."
"Hum," Reina tak menjawab dan berlalu keluar namun ia mendadak kembali lagi. "Minum sedikitlah sebelum keluar."
Reina dengan sikap lucunya meminum beberapa teguk susu cokelat tadi.
"Kamu mau kemana, sayang?"
"Aku mau keluar lagi mengelilingi kota seperti tadi malam. Aku bahkan sampai dipandangi seorang pria perantauan seakan aku adalah jodoh impiannya," jawab Reina ketus dan ia pun membuat ayahnya tak bisa berkata apapun lagi.
Seketika pintu itu dibuka, ayahnya spontan merespon kembali. Namun kehangatan itu telah sirna dan jadi berbeda.
"Papi tidak mengizinkan kamu kemana-mana. Jika kamu tidak bersemangat lagi dalam bisnismu, Papi akan mengurung kamu di kamar!"
Reina sontak mengalami perubahan aura wajah. Wajah acuhnya yang sebelumnya mudah berkata-kata, kali ini jadi ketakutan dan gemetar. Ia melihat ayahnya mendadak berubah dalam hitungan menit.
"Papi," ujar Reina pelan. "Ini beneran Papi, kan?"
“Ini aku, Reina,” kata Raka memecah lamunan Reina.
“Chef,” Reina mengusap-usap matanya, ia spontan terisak.
“Kamu mengingat masalah yang belum sempat bisa kamu ceritakan saat perjalanan kita itu, ya? Kamu jadi hampir menangis di hari pertama bekerja," Raka tak sadar bersikap non formal pada Reina dalam situasi di dalam restoran.
Reina mengangguk.
“Sudahlah, tidak usah menangis di tempat kerja, Ren. Nanti aku disangka marahin karyawan baru,” kata Raka lagi, sambil menepuk pundak Reina guna menguatkan beban yang sedang diingatnya.
Nafa melihat itu, ia merasa semakin tidak suka dengan Reina.
“Pokoknya Reina harus aku buat dibenci sama Chef Raka. Hum, Chef Raka yang tampan, dia milik aku. Si Reina kampungan itu gak boleh dikasihani seperti itu,” katanya dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments