"Bu! Bu tunggu, Bu jangan marah marah dulu ini cuma salah paham!"
Tampak si Zulfa, anaknya Bu Zaenab yang janda muda itu berlari kecil menyusul ibunya. Hati ini semakin bertanya tanya ada apa gerangan yang terjadi, apa jangan jangan mas Bambang ... ah tidak mungkin, kalau mas Bambang berani macam macam di belakang ku aku pastikan manuk nya itu tidak akan bisa bangun lagi, kamu camkan itu, Mas.
"Apa sih kamu zulfa? Sudah diam saja kamu, biar ibu yang bakalan beri pelajaran sama si Bambang sia lan itu. Heh Arum! Cepat panggil si Bambang, kalau nggak jangan salah kan saya kalau saya yang masuk dan saya obrak abrik rumah kamu!" seru Bu Zaenab mengancam.
Aku langsung gelagapan, apa tadi katanya mau obrak abrik rumahku? Oh no! Enak saja dia pikir beres beres rumah itu nggak pake tenaga apa?
"Eh, enak saja ibu mau main masuk masuk rumah saya? Memangnya ibu polisi apa bisa bebas geledah rumah orang? Lagipula mas Bambang nya nggak ada, lagi keluar dia." Aku berkata tegas, terpaksa mengikuti arahan dari suami gila ku itu untuk berbohong bila dia sedang keluar, iya keluar ke alam mimpi maksudnya.
"Halah nggak usah bohong kamu, pasti si Bambang sudah di rumah kan? Iya kan? Baru lima menit dia pulang dari rumah saya, nggak mungkin sudah pergi lagi. Jangan bohongin orang tua kamu ya, Rum? Kualat baru tahu kamu!" marah Bu Zaenab lagi, membuatku keder juga lama lama berhadapan dengannya.
Duh mas Bambang, ini semua gara gara kamu ya, Mas. Siap kamu, Mas sebentar lagi aku bikin kan jadi tape, iya.
"Bu, sudah. Ayo kita pulang aja ,biar Zulfa jelasin semuanya ke ibu ya. Malu Bu kita di lihatin tetangga kalau begini," bujuk si Zulfa lagi masih tak melepaskan tangan sang ibu yang ada di dalam pelukannya.
Tapi Bu Zaenab tampak sangat risih di peluk peluk oleh Zulfa, mungkin karna anaknya itu belum mandi tampak dari barisan memutih panjang di wajahnya yang tampak sudah mengering dan membuat mual yang melihat termasuk aku sih sebenarnya.
"Sudah diam kamu, pulang saja sana. Kamu itu yang bikin malu saja belum cuci muka kok sudah keluyuran, lihat rembes mu itu, bikin jijik tahu nggak?" sentak Bu Zaenab sambil melepas paksa tangannya dari pelukan Zulfa, hingga janda muda itu terdorong mundur dan hampir jatuh kalau saja tak ada pagar pembatas yang menghalangi.
Setelah itu Bu Zaenab kembali menoleh padaku. "Heh Arumi! Kamu ini budek ya, nggak dengar dari tadi saya bilang panggilkan si Bambang, atau kamu beneran mau saya sendiri yang masuk ke dalam rumah kamu dan nyari dia? Iya?" bentaknya ganas.
Namun belum sempat kaki ini melangkah, satu singa lagi rupanya datang siap mengaum, siapa lagi kalau bukan nyonya Sulis, ibu mertua tercinta ku.
"Ada apa ini?" tanya anaknya nenek suamiku itu.
Gayanya yang garang sepertinya mampu membuat Bu Zaenab sedikit segan berhadapan dengannya. Duh salut deh punya mertua cerewet bin ajaib seperti ini, ada juga gunanya di saat saat seperti ini. Terima kasih ya Allah, nggak jadi deh ngeluhnya.
"Mana si Bambang? Saya ke sini mau minta pertanggung jawaban dia!" sahut Bu Zaenab.
Mataku sontak membulat, apa pertanggung jawaban? Apa mungkin benar kalau mas Bambang ... hiiyyy amit amit pokoknya jangan sampai jangan sampai.
"Pertanggung jawaban apa maksud kamu? Jangan bertele-tele, saya nggak punya waktu banyak," balas ibu mertuaku tak kalah ketus.
Wah, bagus Bu. Lawan yang seimbang sudah datang, rasanya ingin sekali aku mengabadikan momen ini dengan merekamnya, tapi takut nanti malah di kutuk sama dua ibu ibu tua gimana?
Bu Zaenab mendekat, dengan raut wajah yang tak lagi segarang tadi. Mungkin karna sadar lawannya kali ini bisa saja seimbang atau malah lebih kuat dari dirinya, maka sedikit banyak Bu Zaenab mulai mengukur kemampuan diri, jangan sampai kebablasan dan rugi sendiri nanti.
"Jadi begini." Bu Zaenab mulai kalem, mengambil tempat tak jauh dari kami dengan posisi tetap berdiri. "Saya tadi minta tolong si Bambang buatkan rak dinding di kamarnya si Zulfa, dan setelah itu sebelum tengah hari saya minta dia makan dulu."
"Lalu masalahnya dimana?" sela ibu mertuaku tak sabaran.
"Ya sebentar sih ini kan lagi cerita, jangan di potong potong dong," marah Bu Zaenab pula.
"Ya sudah lanjut." Ibu mertua menjawab dengan wajah datarnya yang sangat amat tidak enak di lihat, mungkin dulu ibunya ibu mertua ngidam jeruk purut waktu hamilnya makanya muka ibu mertua ini asem banget di lihatnya. Eh kok malah jadi body shaming sih?
"Lalu setelah itu." Bu Zaenab kembali bercerita dengan wajah serius. "Saya minta tolong lebih dulu sama si Bambang sebelum dia pamit pulang istirahat. Saya bilang, Mbang tolong kamu tangkepin ikan gurame di sebelah rumah itu dulu, mau saya masak nanti sebagiannya buat kamu bawa pulang. Kan gitu saya bilang kan, iya kata dia. Nah setelah itu saya masuk, saya nggak tahu tuh dia nyemplung kolam yang mana soalnya di sebelah rumah kan kolamnya ada tiga, nah habis itu saya tunggu tunggu sampe satu jam juga ibu anak nggak balik balik, pas saya samperin rupanya ikan mujaer yang saya minta tangkepin pake jaring malah masih utuh itu jaring nya, yang hilang malah ikan kesayangannya suami saya yang di pelihara dari kecil. Lah malah katanya si Zulfa ini dia yang nunjukin sama si Bambang kolam yang di kira isinya ikan mujaer itu, tapi rupanya si Zulfa ini salah ngasih tahu. Ya makanya itu saya datang ke sini mau minta itu ikan, sebelum suami saya jantungan kalo tahu ikan kesayangannya hilang."
Bu Zaenab menyudahi ceritanya, namun menjadi awal sesak nafas bagi aku dan ibu mertua. Sesaat kami saling pandang sebelum akhirnya berteriak bersamaan memanggil nama mas Bambang.
"Buambanggggggggg!"
****
Sementara itu.
"Duh laper, makan masakan ibu enak ini kali ya."
Drap drap drap.
Langkah kaki Bambang terdengar sangat ringan menuju dapur dimana sang ibu tadi memasak ikan Toman kesukaannya. Tampak di atas kompor masih nangkring lah itu wajan besar dengan tutup Periuk multifungsi di atasnya.
Dengan senang hati Bambang membuka tutup Periuk tersebut hendak menciduk isinya. Namun baru saja terbuka betapa kagetnya dia mendapati isi dari wajan panas tersebut.
"Huaaaaa! Ular anaconda!" pekiknya sambil berlarian keluar rumah.
Dan,
Gubrak
Prang
Pyaaarrrr
Gabruk!
"Aduhhh," erang Bambang sambil memegangi jidatnya yang tak sengaja membentur drum berisi air hujan yang memang mereka letakan di teras rumah. Sedangkan piring yang tadi ikut terbawa olehnya terlempar hingga pecah berkeping-keping, salahnya sendiri lari tapi sarungnya nggak di pake yang bener, sekalinya nyangkut kan dah jatoh. Dasar Bambang, nyusahin aja, mana sarung satu satunya jadi sobek gara gara dia.
"Nah! Itu dia pelakunya! Heh Bambang balikin ikan peliharaan suami saya!" seru Bu Zaenab sambil menuding Bambang.
Bambang berbalik dan menatap Bu Zaenab dengan wajah memelas.
"Ikannya sudah jadi gulai, Bu." dan setelah itu Bambang mewek seperti anak kecil yang takut di marahi ibunya.
Huh, rasakno sembrono sih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments